SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Rakyat Dikirim ke Pengadilan, Pejabat Korup Bebas

| | | 0 komentar
- Dialog Akhir Tahun bertajuk Ketidakadilan, Selebritas Baru di Indonesia menghadirkan dua orang pembicara dari akademisi Unhas.

Pembicara pertama Dosen FISIP Adi Suryadi Culla menyoroti kondisi kebangsaan saat ini. Menurut Adi, saat ini hukum di Indonesia tidak tegas. Banyak kasus yang tidak tuntas atau tidak tersentuh hukum.
"Hukum Indonesia masih tebang pilih. Rakyat kecil dikirim ke pengadilan mengikuti prosedur hukum, sementara para pejabat yang terkait kasus hukum kurang tersentuh. Hanya orang tertentu saja,"kata Adi.

Adi menambahkan, kepemimpinan SBY-Boediono tak dapat bertahan lama. Pasalnya, mereka tak mampu memberikan solusi tepat guna penyelesaian kasus Century.

"SBY terkesan akan menggunakan politik cuci tangan, akan ada beberapa orang yang dikorbankan. Misalnya, Sri Mulyani dan Boediono. Itu jika terbukti bahwa SBY memiliki keterlibatan dalam kasus itu," terang Adi.

Adi menilai, walaupun SBY tak terlibat langsung, seharusnya timnya mengklarifikasi data yang diungkap di publik dengan data juga. "Tim SBY hanya mengcounter dengan pernyataan-pernyataan yang tidak jelas, tanpa data. Hanya pengaburan opini saja," ujarnya.

Sementara itu Ekonom Muda Unhas Abdul Rahman Boge Farisi dalam kesempatan serupa mengemukakan, praktik ketidakadilan menjadi trensetter di 2009. Menurutnya, isu itu menjadi seksi dalam sorotan publik sepanjang tahun ini.

Boge berharap, dalam 2010 terjadi perubahan mendasar di 2010 nanti. "Pemerataan ekonomi, distribusi aset ke semua daerah dapat terealisasi. Bukan dengan mengumbar segala potensi strategis di pusat saja," jelas Boge.

Boge mencontohkan, kasus Century yang lebih berpihak pada swasta (konglomerat) dibanding rakyat kecil (publik). Menurutnya, terjadi persekongkolan antara konglomerat dan penguasa. "Ketidakadilan terjadi pada ranah publik yang berkaitan langsung dengan rakyat banyak," pungkasnya.
(ram)

sumber okezone

Tirani Kekuasaan Mulai Tampakkan Kekuasaannya

| | | 0 komentar
-- Salah seorang anggota Pansus Kasus Bank Century DPR, Bambang Soesatyo mengungkapkan, kini gejala tirani kekuasaan sudah mulai menampakkan wajahnya. Meski begitu, politisi Partai Golkar ini yakin, kebenaran akan terungkap atas dugaan skandal aliran dana ke Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun ini.

"Kebenaran tidak akan bisa dibungkam, jadi ini, hanya soal waktu saja. Untuk itu, pansus angket skandal Bank Century butuh dukungan publik untuk mengungkapnya," kata Bambang, Sabtu (26/12).

Pernyataan Bambang ini sekaligus menyikapi tentang berita ditariknya buku berjudul 'Membongkar Gurita Cikeas,' yang ditulis George Junus Adijtondro ditarik. Buku ini, dikabarkan

membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) gerah, hanya bertahan beberapa jam di toko-toko buku.

Atas intruksi dari sebuah pimpinan pusat, toko buku terbesar di tanah air berinisial TBG langsung menarik seluruh buku yang Kamis malam (24/12) dibahas SBY bersama jajaran anak buahnya. Buku ini, pada Rabu (23/12) lalu pralaunching di Yogyakarta oleh penulisnya senditi George Aditjondro. Sedianya, Launching buku akan dilakukan pada awal Januari 2010 di kantor ICW.

"Pansus butuh dukungan publik untuk membongkar skandal yang patut diduga melibatkan jantung kekuasaan," Bambang menegaskan.

Terkait adanya isu keretakan partai-partai koalisi pendukung pemerintah, Bambang menyatakan itu hanyalah sebuah kepanikan saja. Posisi Golkar, tegasnya, sangat jelas dan dalam membongkar dugaan skandal Bank Century bukanlah sebuah penghianatan.

"Justru pihak-pihak yang tidak ingin skandal ini diusut tuntas, adalah sesungguhnya yang berhianat pada keinginan rakyat," Bambang menegaskan. (Persda Network/yat)


sumber POS KUPANG. com

Kemesraan Ani Yudhoyono dengaan Ayin

| | | 0 komentar
WAJAR bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar pertemuan khusus untuk membahas temuan pakar sosiologi korupsi George Junus Aditjondro. Soalnya, dalam bukunya, "Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Bank Century", dibeberkan kemesraan antara Ibu Negara Ani Yudhoyono dengan makelar kasus Arthalita Suryani alias Ayin.

George kepada Persda Network, Jumat (25/12) malam mengatakan, peran Ibu Negara Ani Yudhoyono dan Arthalita mulai terlihat pada kegiatan yang selama ini diselenggarakan Yayasan Mutu Manikam Nusantara. Arthalita sendiri merupakan bendahara di yayasan tersebut.



"Banyak kegiatan dimana terlihat keakbraban antara Ibu Ani dengan Ayin. Ini kan mencurigakan karena Ayin adalah makelar kasus. Mungkin tidak sekaliber Anggodo, tapi dia punya hubungan agak khusus dengan Syamsul Nursalim (obligor BLBI)," ungkap mantan dosen di Universias Satya Wacana Salatiga itu.



Dikemukakannya, kedekatan Ani Yudhoyono dengan Ayin terlihat saat peresmian alun- alun Indonesia Grand Indonesia, Jakarta. "Itu merupakan proyek Gajah Tunggal, miliknya Syamsul Nursalim," ujarnya.



Kedekatan itu semakin terlihat ketika saat SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono menghadiri acara pernikahan putra Ayin. "Ada foto-foto dimana SBY dan istri menghadiri pesta pernikahan anak Ayin," ungkapnya.



Mutu Manikam Nusantara adalah sebuah yayasan nirlaba yang merupakan himpunan para pecinta dan perajin perhiasaan. Pendirian yayasan itu diprakarsai oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono. Duduk sebagai ketua Perkumpulan Mutumanikam Nusantara adalah istri Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, yakni Herawatie Wirayuda.



Goerge menduga, Yayasan Mutu Manikam Nusantara merupakan satu dari enam yayasan yang menjadi pijakan untuk memobilisasi dana maupun suara pada Pemilu dan Pilpres 2009 untuk kemenangan SBY dan Demokrat. Tiga yayasan berafiliasi dengan kegiatan SBY, dan tiga yayasan lainnya mempunyai kedekatan dengan Ibu Negara Ani Yudhoyono.



Selain Yayasan Mutu Manikam Nusantara yang memiliki hubungan dengan Ani Yudhoyono, masih terdapat Yayasan Batik Indonesia dan Yayasan Sulam Indonesia. Dua yayasan ini juga terkait dengan Ani Yudhoyono. Yayasan Sulam Indionesia diketuai Triesna Wacik, istri Menbupar Jero Waci. Sedang Yayasan Batik Indonesia dipegang Jultin Ginandjar Kartasasmita, istri dari mantan Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita.



Masih menurut George, kedekatan Ani Yudhoyono dengan tiga yayasan itu karena Ibu Negara memiliki kedekatan kekuasaan. Apalagi, ketua ketiga yayasan ini merupakan para istri Kabinet Indonesia Bersatu I. Ibu Ani Yudhoyono sendiri pembina Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB).



"Yayasan Batik Indonesia juga mencurigakan karena ada salah satu perusahaan batik yang baru berkembang tapi sudah melalang buana dalam waktu beberapa tahun yaitu batik alur. Batik alur ini kerap dipakai keluarga Cikeas dengan modelnya Annisa Pohan, dan cucu SBY," terangnya.



Sementara, ketiga yayasan yang memiliki kedekatan dengan SBY adalah Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian, dan Yayasan Majelis Dzikir SBY Narussalam.



Jajaran pengurus ketiga yayasan ini tidak terlepas dari konco-konco SBY di kabinet. Di Yayasan Puri Cikeas duduk sebangai ketua dewan pembina Menbudpar Jero Wacik. "Yayasan ini ini lebih banyak 'ber'main' di Jawa Barat, di sekitar Cikeas," ujar George.



Sementara di Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian (YKDK), empat anggota Kabinet Indonesia Bersatu II duduk selaku Dewan Pembina. Mereka ini adalah Menko Polhukam Marsekal Djoko Suyanto, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Kepala Badan Intelijen Negara Sutanto. Duduk sebagai bendahara adalah Dessi Natalagewa, adik dari Menlu Marty Natalegawa.



"Yayasan ini pernah disebut dalam laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima dana PT Mulia Graha Tatalestari sebesar 1 juta US$ yang dikomandoi Joko Chandra," ungkapnya.



Pada Yayasan Majelis Dzikir SBY Narussalam juga memiliki kekerabatan dengan SBY. Hartanto Edhie Wibowo, adik kandung Ani duduk sebagau bendahara



Menurut George, bersama Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Majelis Dzikir SBY Narussalam ini menjadi 'jembatan penghubung' keluarga SBY dengan sejumlah pengusaha. Mereka di antaraya Sukamdani dan anaknya, Hariadi, Tanri Abeng dan anaknya, Emir Abeng, serta Aziz Mochdar, mitra bisnis Bambang Trihatmodjo dan adik Muchsin Mohdar. Muchsin sendiri adik ipar BJ Habibie.



"Yayasan Majelis Dzikir SBY Narussalam punya canang di 33 propinsi. Yayasan ini sudah menyelanggarakan umroh lima gelombang untuk masing-masing gelombang sebanyak 50 ulama. Padahal biaya umroh itu 10 juta real, nah itu uang siapa. Kemudian, setiap kali berzikir di akhir tahun ada zikir untuk kemenangan SBY, dan itu ribuan orang yang kemudian ditraktir makan di Istana Negara," pungkasnya. (Persda network/ade)

sumber pos kupang

Gurita Bisnis Cikeas Diungkap

| | | 0 komentar
* Enam Yayasan Jadi Mesin Uang * Tim Kabinet Telaah Buku George Aditjondro

Cikeas geger. Adalah aktivis dan peneliti korupsi George Yunus Aditjondro membeberkan empat yayasan yang dikelola keluarga Presiden Susillo Bambang Yudhoyono selama ini menjadi pemobilisasi dana dan suara pada Pemilu dan Pilpres.

Temuan George Aditjondro itu telah dituangkan dalam sebuah buku berjudul "Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Bank Century". Buku yang masih dalam tahap prapeluncuran tulisan mantan dosen Universitas Satya Wacana Salatiga itu sudah banyak beredar di masyarakat.

Tak pelak, temuan peneliti masalah korupsi di Indonesia itu membuat gerah Presiden Yudhoyono. Rencana rapat pembahasan evaluasi seratus hari program kerja kabinet di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/12), mendadak berganti tema. Presiden Yudhoyono dan anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II membahas buku berisi temuan George tersebut.



Dalam pertemuan itu, Presiden Yudhoyono memilih banyak membicarakan masalah yayasan yang disebutkan dalam buku Goerge yang diterbitkan oleh Galangpress Yogyakarta tersebut. Namun, karena anggota kabinet belum memiliki buku tersebut, pembahasan lebih mendalam batal dilakukan.



Rencana lebih mendalam membedah isi buku setelah 183 halaman itu akhirnya dilaksanakan Jumat (25/12), di Cikeas. Sejumlah anggota kabinet diundang membahas temuan George bersama timnya tersbeut.



Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengamini rencana pembahasan buku George pada pertemuan dengan SBY. "Ya, kami sedang mempelajari buku itu. Hari ini, kami sudah dapatkan buku itu, dan ada di Cikeas. Nanti akan dipelajari di sana," kata Julian kepada Persda Netwok di Jakarta, Jumat (25/12).



Menurut dia, pembahasan buku George itu berangkat dari instruksi Presiden Yudhoyono. Alasannya, buku tersebut akan diluncurkan kepada publik. "Ini disikapi secara serius karena dipublikasi di ruang publik. Jadi kita lihat, dan kita tunggu buku dalam bentuk yang riil dalam 183 halaman itu," jelasnya.



Ditambahkan Julian, pembahasan akan berkutat pada metodelogi yang digunakan George dan timnya dalam meramu buku tersebut. Dengan berangkat dari metodelogi, temuan George bisa diketahui sejauh mana keakuratannya.



"Kita sama-sama dari dunia akademik. Nanti kita bisa tahu bagaimana proses teknis buku ini dibuat. Apalagi, George mendapatkan hasil dari penelitinya. Yang jelas, ada prosedur dalam penelitian yang mesti dilalui," terang dia..



Ketika jumpa pers prapeluncuran bukunya di Yogyakarta, belum lama tadi, George

menyerukan dilakukan audit keuangan atas yayasan-yayasan yang terkait keluarga Presiden Yudhoyono. Menurut dia, yayasan-yayasan itu tidak pernah diaudit dan dilaporkan kepada DPR dan media. Hal ini berpotensi melakukan memobilisasi dana dan memobilisasi suara pada Pemilu dan Pilpres 2009.



Beberapa yayasan yang perlu diaudit, menurut Aditjondro seperti ditulis dalam bukunya itu, adalah Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian, Yayasan Majelis Dzikir SBY Narussalam, Yayasan Mutu Manikam Nusantara, Yayasan Batik Indonesia, dan Yayasan Sulam Indonesia.



Sebelumnya, George dalam tulisannya bertajuk Persaingan Dua Calon Dinasti Politik di harian Suara Pembaruan edisi 3 April 2009 menyoroti peran adik kandung istri SBY di salah satu yayasan.



"Hartanto Edhie Wibowo, adik kandung Ani, adalah bendahara Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam. Bersama Yayasan Puri Cikeas, yayasan ini 'jembatan penghubung' keluarga SBY dengan sejumlah pengusaha, yakni Sukamdani dan anaknya, Hariadi, Tanri Abeng dan anaknya, Emir Abeng, serta Aziz Mochdar, mitra bisnis Bambang Trihatmodjo dan adik Muchsin Mohdar. Muchsin sendiri adik ipar BJ Habibie," ulas George.



George tidak merinci peran keluarga besar SBY yang banyak dipengaruhi kerabat Ani Yudhoyono. Dia hanya menyebut, kerabat Ani kini banyak ini menduduki posisi penting di Tanah Air. Namun, dia menyebut pengaruh keluarga besar Megawati masih kalah dibanding pengaruh keluarga besar SBY di pentas ekonomi politik Indonesia. Terutama pengaruh saudara-saudara dan ipar-ipar Ibu Negara.



"Kita bisa lihat adik ipar SBY, Brigjen Pramono Edhie Wibowo saat ini menjabat Danjen Kopassus. Sedangkan kakak ipar SBY, Letjen Erwin Sudjono, mantan Pangkostrad dan Kasum TNI. Adik ipar lainnya yakni Gatot Mudiantoro Suwondo menjabat Dirut BNI. Dan, Hadi Utomo, ketua umum DPP Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai calon presiden untuk kedua kalinya, juga adik ipar Ani Yudhoyono," beber George.

Tidak Ada



Meski belum melihat buku tulisan Goerge Aditjondro, Ketua DPP Partai Demokrat,

Ruhut Sitompul meyakini isinya tidak memiliki kebenaran. Bahkan dia menuding buku itu sebagai ulah dari pihak-pihak yang tidak siap kalah.



"Ini cuma ingin mengait-kaitkan saja. Sudahlah Pak SBY, Bu Ani, Ibas itu kurang apa sih? Aku sudah bilang, potong kuping, potong leher, enggak pernah ada itu,' ujarnya dihubungi Persda, Jumat (25/12) malam.



Keyakinannya sama ketika tudingan keterlibatan SBY dalam kasus bailout Bank Century. Ditegaskan dia, kalau pembongkaran kasus Bank Century justru akan menambah kecintaan rakyat Indonesia terhadap SBY dan Demokrat.



"Itu buku orang gila kali yang ngarang-ngarang. Itu kalau gue tahu itu (buku) fitnah lagi, gue bantai itu orang-orang semua. Jangan main-main, gue juga ada kesabaran," tandas Rugut.



Ruhut menolak keras jika dilakukan audit terhadap yayasan-yayasan yang disebut dalam buku "Membongkar Gurita Cikeas. Menurut dia, tidak ada keharusan yayasan-yayasan itu diaudit.



"Kita tidak mengenal pembuktian terbalik. Kita ini bukan negara komunis," pungkasnya. (Persda Network/ade/ mun)

Pegang Posisi Penting

- Adik Ipar Brigjen Pramono Edhie Wibowo ( Danjen Kopassus)

- Kakak ipar Letjen Erwin Sudjono (mantan Pangkostrad dan Kasum TNI)

- Adik ipar Gatot Mudiantoro Suwondo (Dirut BNI)

- Hadi Utomo (Ketua umum DPP Partai Demokrat)

Di bawah Kendali Cikeas

- Yayasan Puri Cikeas

- Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian

- Yayasan Majelis Dzikir SBY Narussalam

- Yayasan Mutu Manikam Nusantara

- Yayasan Batik Indonesia

- Yayasan Sulam Indonesia

sumber kupang post

Buku "Gurita Cikeas" Langsung Ditarik

| | | 0 komentar
Buku "Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century" yang ditulis George Junus Adijtondro hanya bertahan beberapa jam di toko-toko buku. Atas instruksi dari sebuah pimpinan pusat, toko buku terbesar di Tanah Air berinisial TBG langsung menarik semua buku.

Persda Network yang berusaha membeli buku tersebut di toko buku TBG Bintaro harus beradu mulut dengan staf toko buku tersebut. "Baru saja bukunya sudah ditarik. Ada instruksi dari pusat langsung telepon," ujar Indah, staf toko buku kepada Persda Network di Bintaro, Jakarta, Jumat (25/12/2009) sore. Padahal, sebelum berangkat, seorang staf TBG Bintaro mengatakan masih ada 20 buku dan mempersilakan datang untuk membeli.

Menurut Indah, buku yang menyebut keluarga lingkaran Presiden SBY dengan skandal Bank Century tersebut baru saja masuk siang hari pada Jumat yang sama. Hingga Jumat sore, sudah terjual 14 buku di TBG Bintaro.

"Cover depannya warna pink. Ada gambar guritanya, Mas. Di lembar pertama ada foto keluarga SBY. Di lembar berikutnya ada percakapan Ong Juliana dengan Anggodo. Terus ada transkrip surat di bagian dalamnya," urainya.

Telepon gelap

Pra-peluncuran buku tersebut baru diadakan pada hari Rabu (23/12/2009) di Yogyakarta oleh penulisnya, George Aditjondro. Peluncuran buku tersebut sedianya pada awal Januari 2010 di Kantor ICW.

Saat dihubungi Persda Network, Direktur Utama Galang Press Julius Felicianus mendapat informasi bahwa pemilik TBG mendapat telepon dari orang tak dikenal yang menginstruksikan penarikan buku tersebut.

"Saya sudah dapat kabar kalau pemilik toko buku mendapat telepon dari seseorang yang minta menarik dahulu buku itu. Kelihatannya mereka ketakutan karena telepon orang tak dikenal itu," kata Julius Felicianus kepada Persda Network, Jakarta, Jumat kemarin.

Ia mengaku kecewa dengan pihak yang memerintahkan penarikan buku tersebut. Biasanya, jika terjadi penarikan, maka itu berdasarkan perintah dari pihak kejaksaan. Namun, perusahaannya sendiri belum mendapat surat perintah dari kejaksaan terhadap buku tersebut.

"Kan seharusnya ada surat perintah penarikan dari Kejaksaan Agung, dan itu tidak sebentar, setidaknya perlu waktu 3 bulan untuk eksekusi penarikannya," ujarnya.

Atas kejadiaan ini, Julius mengatakan telah berkoordinasi dengan Komnas HAM agar segera mengeluarkan surat rekomendasi supaya buku tersebut tetap bisa diperjualbelikan.

"Baru saja saya telepon Pak Yosef Adi, Sub Komisi Penyuluhan Komnas HAM. Mungkin Senin (8/12/2009), surat rekomendasi itu bisa dikeluarkan. Lagi pula, dia, saat pralaunching di Yogyakarta, janji bahwa buku itu tidak ada masalah," paparnya.

Julius menegaskan bahwa buku tersebut tidak ada masalah secara hukum. "Yang jelas, buku itu hasil data ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan, kok," ucapnya.

Koordinator ICW, Danang Widoyoko, mengaku kecewa dengan penarikan buku tersebut. Penarikan buku itu mirip dengan perilaku Orde Baru (Orba). "Ya kalau enggak setuju, dibantah dong dengan buku. Jangan ditarik-tarik. Ini kan seperti Orba. Aparat hukum dipakai sebagai aparatur represi oleh pemerintah yang berkuasa," ungkap Danang. (persda network/yog/coz/yls)

sumber kompas

Saat Buron Muncul di Istana

| | | 0 komentar
Tiada buron selicin Dodi Sumadi. Bayangkan, saat polisi memburunya, ia seolah meledek polisi dengan muncul di Istana Negara pada 21 Oktober lalu. Ketika itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang melantik anggota Kabinet Indonesia Bersatu. Acara ini dihadiri banyak petinggi, termasuk Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar.

Munculnya Dodi di istana sempat terekam oleh kamera TVRI. Wajahnya kebetulan dikenali oleh Bakri Tianlean, bekas sekretaris pribadi Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, yang menontonnya di rumah. Dia kaget karena Dodi selama ini menjadi buron. Keheranan Bakri akhirnya menjadi keheranan publik karena keesokan harinya berita soal ini banyak menghiasi surat kabar.

Mengapa Dodi bisa berkeliaran di istana? Nur Hidayati, Kepala Bagian Undangan Sekretariat Presiden, mengaku tak tahu Dodi hadir pada acara itu. "Nama dia jelas tak ada dalam daftar undangan," tuturnya saat dihubungi Tempo, Jumat pekan lalu. Dia ingat betul untuk pelantikan itu ada 150 orang yang diundang. Mereka adalah para keluarga menteri yang dilantik dan wakil dari departemen.

Pengacara Dodi, J.S. Simatupang, mengakui kliennya memang sempat menghadiri pelantikan kabinet. Dia bisa masuk lewat undangan kolektif dari sebuah yayasan. "Tapi dia lupa nama yayasan itu," katanya. Tapi, Nur Hidayati dengan tegas membantahnya. "Saat itu tak ada yayasan yang diundang. Apalagi bila yayasan itu memberikan undangan itu untuk pihak lain, lebih tak mungkin," ujarnya.

Menurut Nur Hidayati, untuk tiap acara di istana, sudah ada pola penyebaran undangan yang baku. Untuk acara pelantikan kabinet, misalnya, ia akan meminta kepada pihak yang dilantik nama-nama anggota keluarga yang akan diundang. Tiap nama yang masuk akan diperiksa lagi, terutama kaitannya dengan acara itu. "Bila tak berhubungan, pasti dicoret," katanya.

Diduga, Dodi masuk dalam acara pelantikan kabinet dengan meng-gunakan pin yang biasa dipakai pegawai istana. Dugaan ini disampaikan juru bicara presiden, Andi Mallarangeng. Soalnya, pin tersebut belum pernah diganti sejak pemerintahan sebelumnya. Pin itu biasanya dipasang di baju atau jas sehingga kelihatan. "Jika dia memakai pin itu, pasti bisa masuk karena dikira pegawai istana," tuturnya.

Menurut Andi, kejadian itu sangat memalukan. Presiden segera meminta agar dilakukan pengecekan. Pin yang memiliki nomor seri itu mungkin dibagikan kepada orang-orang tertentu pada pemerintahan sebelumnya. "Karena itu, Presiden meminta kita membuat pin baru. Kini pin yang baru sedang dirancang," ujar Andi.

Nurdin Saleh, Mawar Kusuma

sumber tempo

Hasyim: Indonesia Sarang Koruptor Bukan Teroris

| | | 0 komentar
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi berpendapat Indonesia merupakan sarang koruptor bukan teroris. Hasyim menilai pelaku teroris hanyalah korban penanaman pemikiran yang salah, lain dengan koruptor yang sadar betul aksinya merugikan negara.

"Yang menggelitik di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah bahwa Indonesia ini sarang koruptor,bukan sarang teroris.kalau teroris Indonesia ini korban teroris," kata Hasyim di sela silaturahim PBNU-Muhammadiyah di Jakarta, Sabtu (19/12/2009).

Karenanya, pemberantasan korupsi harus serius dilakukan dengan melibatkan pemerintah, lembaga penegak hukum serta masyarakat. NU dan Muhammadiyah sendiri, katanya, sudah memiliki gerakan moral antikorupsi berbentuk gerakan nasional. "Karena hanya dengan gerakan nasional, negara dalam waktu 15 tahun bisa membebaskan diri dari korupsi," pungkasnya.

Menurutnya, peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih kecil dibanding perilaku koruptif yang sudah mengakar di semua lapis kalangan masyarakat. "KPK itu terlalu kecil dengan korupsi yang demikian besar," tukasnya.

KPK, kata Hasyim, sudah menjadi bagian dari rezim pemerintahan untuk memuluskan kepentingan kekuasaan. "Karena dia lemah dari eksekutif,maka dia pasti menjadi moncong setiap rezim yang berkuasa untuk melibas rezim terdahulunya," ujarnya. (frd)(mbs)

sumber okezone

Cukup Satu Prita Saja...

| | | 0 komentar
Sebagai bentuk solidaritas dan keprihatinan atas kejadian yang menimpa Prita, para pengamat musik dan musisi besar menggelar konser amal bernama Konser Untuk Keadilan pada Minggu, (20/12/2009), yang bertepatan pada hari Kesetiakawanan Nasional.

Konser amal ini sebagai bentuk kepedulian dan kesetiakawanan agar tak ada lagi kasus Prita lainnya. Demikian disampaikan oleh Pemimpin Redaksi Rolling Stones Indonesia Adib Wijaya saat dihubungi via telpon, Sabtu.

Sejumlah musisi yang akan hadir adalah Slank, GIGI, Ari Lasso, Nidji, Cokelat, Sheila on 7, Titi DJ, Ada Band, Andra & The Backbone, Padi, She, Sherina, Audy, Drive, Seringai, Pee Weegaskins, Funky Kopral, Kunci, Marvells, Drew, Saykoji, Ronaldisko, Endah N Rhesa, Black Star, Domino, Ika Putri, Gruvi, J-Flow, dan Patent.

Konser akan digelar mulai pukul 15.00 – 21. 00 WIB. Para pengunjung akan dikenakan Rp. 50.000,- sebagai sumbangan tanda solidaritas.“Seluruh sumbangan masyarakat di konser ini akan diberikan pada Prita sebagai simbol kesetiakawanan dan bentuk kepedulian kita sesama bangsa Indonesia. Berikutnya, beliau yang akan meneruskan ke pihak yang membutuhkan,” papar Adib Hidayat, Ketua Panitia Konser Koin untuk Keadilan, “dan bukan dalam bentuk koin. Itu hanya ikon saja,” jelasnya lebih lanjut.

Menurutnya, acara ini penting tetap diadakan, meski gugatan terhadap Prita telah dicabut agar suara masyarakat tak diremehkan. “Cukup satu Prita saja yang mengalami ketidakadilan”, tegasnya.

Rakyat Menambang, Polisi Menangkap Karena Dianggap Ilegal

| | | 0 komentar
Sejumlah tokoh masyarakat di Pulau Obi berharap pengelolaan tambang emas di wilayah mereka diserahkan kepada masyarakat agar hasilnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

"Selama ini masyarakat di Obi yang menambang emas sering berurusan dengan polisi karena dianggap menambang emas tanpa izin. Ini jelas ironis, karena masyarakat itu menambang emas di lahannya sendiri," ujar salah seorang tokoh masyarakat dari Pulau Obi H. Kadir, Jumat (18/12).

Menurut anggota DPRD Malut Rusmin Latara, kalau potensi tambang emas tersebut dikelola masyarakat, tentu akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, sedangkan kalau dikelola oleh investor, yang banyak diuntungkan hanya investor.

Bupati Halsel, Muhammad Kasuba mengatakan, Pemkab Halsel memang telah berniat untuk menyerahkan pengelolaan tambang emas di Halsel kepada masyarakat setempat melalui sistem pertambangan rakyat.

Namun niat tersebut belum bisa direalisasikan, karena pemkab masih menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum bagi pemkab untuk menyerahkan pengelolaan tambang emas di Halsel kepada masyarakat setempat.


sumber kompas

Habibie: Indonesia Kaya, Tapi Warga Miskin

| | | 0 komentar
Citizen Reporter: Maqbul Halim dari Batam, Kepualuan Riau

SILATURAHMI Kerja Nasional (Silaknas) Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang berlangsung di Batam, Kepulauan Riau, 11-13 Desember 2009, dihadiri dan dibuka oleh Presiden Ke-3 RI BJ Habibie. Selain membuka, pendiri dan Ketua Dewan Pembina ICMI ini juga memberi orasi selama dua jam 15 menit.

Dalam orasinya, Habibie mengatakan bahwa kekayaan Bangsa Indonesia harus ditransformasi dari kekayaan sumber daya alam (SDA) ke sumber daya manusia (SDM). Jika hal itu tidak ditransformasi, maka fakta bahwa bangsa Indonesia kaya akan SDA tetapi warga hidup miskin.

"Ini fakta, dimana bangsa kita kaya akan sumber daya alam, namun manusianya hidup miskin," kata Habibie. SDA harus menjadi modal dasar dan menunjang pengembangan SDM. Dengan cara itu, katanya, maka kita tidak perlu dipusingkan dari mana gerangan kita mendapatkan modal untuk pengembangan SDM.

Semua pihak harus bertanggung jawab untuk membantu bangsa ini dalam tranformasi dari kaya SDA menjadi kaya SDM. Untuk itu, kata Habibie, upaya harus dilandasi dengan tiga prinsip dasar, yaitu kerja keras, selesaikan masalah secepat-cepatnya dengan pengorbanan sekecil mungkin, dan rasional/fair dalam bekerja.

Selain itu, pasar dalam negeri harus menjadi motor penggerak bagi industri dalam negeri. Ia mencotohkan mobil buatan Jerman menjadi mobil yang paling banyak digunakan oleh warga Jerman sendiri. Demikian juga di Jepang, ia mencotohkannya lagi. Di negeri matahari hari terbit itu, lebih 80 persen warga Jepang menggunakan mobil yang diproduksi oleh perusahaan otomotif dalam negeri.

Pada silknas tahun ini, seperti dilaporkan salah seorang peserta, Maqbul Halim, ICMI Orwil Sulsel mengutus delegasi yang terdiri atas badan otonom seperti Masika ICMI Orwil Sulsel, FCMP ICMI Sulsel, Simpul Madani Sulsel, ICMI Bangun Karakter Bangsa, Orbit, serta organisasi daerah dan organisasi satua se-Sulsel.

Jumlah delegasi ICMI Orwil Sulsel yang terdaftar di panitia adalah sebanyak 42 orang. Jumlah ini merupakan jumlah terbesar dari seluruh delegasi yang terdaftar di panitia.(*)

sumber Tribun Timur

Tiga Pekan Melawat ke Belanda, Sarmadji Bebas Keliling Dunia Kecuali Indonesia

| | | 2 komentar
Pergantian kekuasaan di Jakarta pasca Peristiwa 1965 meminta tumbal dari orang kebanyakan. Bahkan, anak-anak muda Indonesia yang sedang menuntut ilmu di mancanegara ikut jadi korban, seperti Sarmadji, kini 78 tahun.

Sarmadji tinggal di apartemen pinggir kali di Amsterdam. Lingkungannya bersih, tapi kamarnya kecil sekali. Sudah begitu, ruangnya penuh buku. Sekitar 3.000 judul buku berjejal di ruang tamu dan kamar tidur. Hanya dapur kecilnya yang bebas dari buku. Mayoritas buku itu terkait Indonesia.

Koleksinya yang paling berharga adalah dokumen terkait peristiwa 30 September dan buku-buku karya tokoh-tokoh kiri zaman itu. Misalnya, buku-buku karangan Ketua Umum CC PKI Dipanala Nusantara Aidit dan lainnya yang susah dicari di Indonesia.

Saya dan Kistyarini, juga dari Harian Surya, mengunjungi apartemen Sarmadji malam hari bersama belasan teman usai kursus online journalism di RNTC Hilversum atas sponsor STUNNED.

Sarmadji meladeni wawancara di ruang tamu. Sementara tiga sahabat mudanya mempersiapkan makan malam. Ketiganya adalah Judi Tahsin, putra Duta Besar RI untuk Mali di Afrika zaman Bung Karno, Soeraedi Tahsin Sandjadirdja (1922-2003), kemudian Tri Astraatmaja, putra tokoh pers Atmakusumah Astraatmaja. Satu lagi adalah Gogol Rusyanadi, profesional dari Blitar yang menetap di Amsterdam.

Sarmadji orang biasa saja sebelum 1965 itu. Ia pegawai negeri sipil di Solo yang kemudian ditarik ke Biro Pemuda Departemen Dasar dan Kebudayaan, Jl Menteng Raya 31 Jakarta, sekarang Gedung Juang di Cikini.

Sebagai pemuda yang saat itu berusia 32 tahun pada 1964, Sarmadji senang sekali mendapat tawaran beasiswa ke Sekolah Pendidikan Anak-anak di Peking, Tiongkok. “Lha saya seneng, to? Wong ndak bayar. Kendaraan gratis, apa-apa gratis dan dapat uang saku,” ia mengenang dengan cenderung ceria.

Ia tahu, Presiden Soekarno ketika itu ingin pemuda-pemuda Indonesia menuntut ilmu ke negeri-negeri sosialis semisal Tiongkok dan Uni Soviet. Peluang beasiswa dibuka lebar di Uni Soviet setelah Perdana Menteri Nikita Sergeyevich Khrushchev ke Jakarta tahun 1961. “Makanya, paling banyak mahasiswa kita di Soviet, kemudian Chekoslowakia. Kalau di Tiongkok total hanya 40-an,” katanya.

Pada pertengahan 1964, Duta Besar RI untuk Tiongkok dijabat oleh Djawoto, kelahiran Tuban, 10 Agustus 1906 yang semula Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara.

Pada September 1965, sekitar 500 delegasi berbagai organisasi dan partai politik di Indonesia berangkat untuk menghadiri peringatan Hari Nasional Tiongkok 1 Oktober. Pejabat tingginya, antara lain, Ali Sastroamijoyo dari PNI dan Ketua MPRS Chaerul Saleh dan beberapa menteri.

Usai meletus Gerakan 30 September, para pejabat itu mengumpulkan wakil-wakil delegasi itu untuk berikrar. “Pernyataannya sederhana saja, setia kepada Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno. Itulah yang kami pegang,” kenang Sarmadji yang mengubah namanya jadi Warjo, kependekan dari waras dan bejo.

Djawoto dikenal loyalis Soekarno. Itu sebabnya, dia mundur dari jabatan duta besar pada 16 April 1966. Kedutaan kosong, digantikan kuasa usaha sementara, dan atase militernya Kolonel Slamet.
“Kami dipanggil. Mau pulang atau mau apa? Milih Soeharto atau Soekarno gitu aja. Gampang, kan? Saya kan tidak bisa setengah-setengah. Berangkat Soekarno, pulang Soeharto. Saya ya pilih Soekarno. Kan ndak bisa saya bilang Soekarto,” cerita Sarmadji sambil tersenyum.

Konsekuensinya, paspor Sarmadji dicabut. Itu berarti dia tidak bisa pulang ke Indonesia. Sebagian temannya ada yang nekat pulang, tapi ditangkap juga oleh tentara Orde Baru.

“Tuduhannya yang paling gampang, ya komunis. Padahal, tuduhan itu tidak semuanya belajar. Jujur saja ya, orang tidak punya uang diberi beasiswa kan seneng, saya termasuk itu,” ujarnya.
Setelah geger 1965, gedung Kedutaan Besar Tiongkok di Jl Gajah Mada, Jakarta diserbu. Hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok putus. Tapi Tiongkok tetap tidak mencabut beasiswa buat mahasiswa Indonesia. “Tapi masalahnya, kami tidak boleh kerja di Tiongkok,” ujarnya.

Sarmadji bertahan di Tiongkok sampai tahun 1976, lalu masuk ke Jerman Barat. Dari sana, ia mencari suaka politik ke Belanda. Prosesnya tak mulus. Ia akhirnya diterima tapi dengan anggapan bahwa dia lahir di Solo tahun 1931. “Jadi, saya bukan dianggap sebagai warga Indonesia tapi Hindia Belanda,” ujarnya. Apa boleh buat, Sarmadji mau terima.

Ia bebas bepergian ke negara mana saja, kecuali Indonesia. Ini menyakitkan juga bagi Sarmadji. Selama di Belanda, lelaki yang masih kuat ingatannya itu bekerja di sebuah pabrik. Sempat juga jadi karyawan toko buku. “Bagaimanapun, saya harus mengubah kesedihan ini,” ujarnya.

Sebagai kaum terdidik yang tetap cinta tanah air, Sarmadji pun mengumpulkan buku-buku tentang Indonesia. Kini, semua buku koleksinya menjadi milik Yayasan Perhimpunan Dokumentasi Indonesia. Ia ingin koleksinya bermanfaat buat generasi sekarang dan akan datang. Sarmadji pernah ke Indonesia tapi setelah zaman serba bebas. Ia tak berani pulang semasa Soeharto berkuasa.

Bagaimana dengan keluarga? “Saya nggak punya istri. Maunya itu dulu sekolah pinter jadi sarjana, doktorandus atau apa kek, mulih duwe bojo (pulang dapat istri),” katanya.

Yuli Akhmada
Belanda

sumber surya online

Curi Sandal, Pemuda Tewas Dikeroyok

| | | 0 komentar
Teguh Santoso (24), warga Gedongan, Desa Kalikuning, Kecamatan Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah meregang nyawa diamuk massa, Selasa (8/12/2009). Dia bukan pembobol ATM berisi gepokan rupiah, melainkan pencuri dua pasang sandal.

Cerita tragis ini bermula saat korban kepergok warga bertingkah laku mencurigakan. Warga menduga Teguh yang residivis ini akan melakukan aksi pencurian di rumah milik Supriyadi (37), yang tinggal di Dukuh Prigiwetan, RT 5/RW II, Desa Jogosetran, Kalikotes.

"Dia (Supriyadi) kemudian mengetahui lantas mengikuti gerak-gerik pelaku," jelas Kapolres Klaten AKBP Agus Djaka Santoso di Rumah Sakit Islam (RSI) Klaten, tempat jenazah pelaku disemayamkan.

Supriyadi melihat pelaku mengambil dua pasang sandal milik anggota keluarganya. Dia pun langsung memergoki pelaku dan langsung meneriakinya maling.

Mendengar teriakan itu, sejumlah warga langsung keluar dari rumahnya dan mengejar pelaku hingga tertangkap. Teguh langsung dihajar massa hingga luka parah di bagian kepala dan tungkai.

Petugas yang mendapatkan laporan aksi main hakim langsung mengamankan situasi. Dia sempat dibawa ke Rumah Sakit Islam (RSI) Klaten untuk mendapatkan perawatan, namun nahas, nyawanya tidak terselamatkan.

"Bila ada pelaku tindak pidana, jangan main hakim sendiri. Serahkan ke polisi untuk proses pidananya," ujar Kapolres. Saat ini kasus tersebut masih dalam penyelidikan, polisi masih meminta keterangan saksi-saksi.

Duh, Pohon Cengkeh Tertua di Dunia Kondisinya Merana

| | | 0 komentar
Kondisi tanaman cengkih afo di Ternate, Maluku Utara, yang merupakan tanaman cengkih tertua di dunia, kini semakin memprihatinkan karena kurangnya perhatian dari instansi terkait atas keberadaan tanaman tersebut.

"Saya heran, cengkih afo ini dibiarkan tidak terurus, padahal ini memiliki nilai sejarah karena merupakan cengkih tertua di dunia," kata seorang pemerhati peninggalan sejarah di Ternate, Didin Saleh, Jumat (4/12).

Cengkih yang terletak di Kelurahan Tongole, Kecamatan Ternate Tengah atau sekitar 6 Km dari pusat kota Ternate itu, pada batangnya terlihat ada bekas tebasan parang dari oknum tidak bertanggung jawab.

Cengkeh Afo adalah pohon cengkeh tertua di dunia yang terdapat di kota Ternate. Menurut cerita, pohon cengkeh ini sudah roboh beberapa bulan yang lalu.

Pohon cengkeh ini berumur 416 tahun, Tinggi 36,60 m, Garis Tengah 198 m dan Lingkaran 4,26 m. Cengkeh Afo ini mampu menghasilkan sekitar 400 kg Cengkeh tiap tahunnya.

Menurut Didin yang juga seorang sarjana pertanian itu, tebasan pada batang pohon cengkih yang tingginya 36,6 meter tersebut diduga sengaja dilakukan oleh oknum tertentu untuk mengambil bagian batang pohon demi kepentingan bisnis.

Sesuai informasi yang ada, kulit dan bagian batang pohon yang ditebas dari pohon cengkih afo tersebut dijual kepada oknum peniliti dari negara untuk kembangkan menjadi bahan kultur jaringan.

"Kalau Pemkot Ternate dan pihak terkait lainnya tidak segera melakukan langkah-langkah untuk mengamankan keberadaan cengkih afo tersebut, saya khawatir dalam waktu tidak lama cengkih itu akan mati," katanya.

Jalan setapak dari jalan raya ke lokasi cengkih yang berusia sekitar 416 tahun itu, juga mulai rusak dan tidak ada tanda-tanda dari pemda setempat untuk memperbaikinya.

Pihak Pemkot Ternate belum dapat dikonfirmasi terkait kondisi cengkih afo tersebut, namun sebelumnya Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate, Arifin Umasangaji mengatakan, cengkih afo itu telah menjadi salah satu cagar budaya dan objek wisata di Ternate.

Oleh karena itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate telah membangun berbagai fasilitas di sekitar lokasi cengkih afo, seperti membangun jalan setapak sepanjang 2,5 Km untuk memudahkan pengunjung mencapai pohon itu.


sumber kompas

Mahalnya Ongkos Mencari Keadilan

| | | 0 komentar
Sudah menjadi rahasia publik, mayoritas rakyat Indonesia lebih memilih jalan damai apabila bersinggungan dengan kasus hukum. Pertimbangannya sederhana, lebih ekonomis baik dari waktu dan biaya.

Pengalaman telah mengajarkan agar tidak mencari keadilan di lembaga peradilan. Pasalnya, untung tak dapat diraih dan malang tak bisa ditolak. Niat hati mencari keadilan, tapi bisa-bisa malah menjadi pesakitan.

Bagi yang belum pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, tentu akan mengikuti arus mayoritas, karena sepanjang hayatnya senantiasa mendapat cerita serupa. Bahwa mencari keadilan di negeri ini tidak murah serta berisiko tinggi.

Situasi di atas, tentu muncul bukan tanpa sebab. Mahalnya ongkos mencari keadilan serta besarnya energi dan stamina yang dibutuhkan dipicu beberapa faktor. Salah satunya adalah berkeliarannya para markus alias cakil di berbagai sudut lembaga penegak hukum.

Fatalnya, profesi markus dan cakil seringkali diperankan oknum aparat penegak hukum itu sendiri. Anggodo yang diduga sebagai orang yang berprofesi sebagai markus, merupakan gunung es semata. Sejatinya di berbagai sudut lembaga penegakan hukum sudah dikapling para markus lain.

"Mereka saja cara masuknya sudah dengan menyuap, lalu apa yang bisa diharapkan setelah menjadi polisi atau jaksa," ujar civitas akademika Universitas Indonesia Heri Tjandrasari kepada okezone di Jakarta, Jumat (4/12/2009).

Faktor kedua, adalah prosedur hukum yang rigid dengan pengadilan sebagai muaranya. Bila bersinggungan dengan hukum, pidana dan perdata, maka proses hukum yang harus dilalui adalah penyidikan Polri, Kejaksaan, lalu pengadilan.

Dari masa pelaporan ke polisi atau dimulainya proses pemeriksaan hingga berkas dilimpahkan ke kejaksaan membutuhkan waktu yang tidak pendek. Bisa berbulan-bulan, tergantung kinerja para penyidik. Belum lagi oleh penyidik Kejaksaan berkas kasus bisa saja dikembalikan karena dianggap belum lengkap.

Proses selanjutnya adalah pengadilan dengan segala perangkat dan prosedurnya. Alhasil hanya individu yang memiliki "stamina" dan stamina tinggi yang bisa mencari keadilan. Proses yang panjang pasti menyita waktu dan biaya.

Tidak heran apabila para terdakwa miskin seperti Nenek Minah, Basar Suyanto, dan Kholil tak berkutik ketika duduk di kursi pesakitan. Mereka tidak hanya lemah secara finansial, tapi juga pengetahuan.

Hukum acara di pengadilan tentu bukan sesuatu yang mereka pahami, atau bahkan pernah dikenal. Di sisi lain, mustahil para terdakwa menyewa jasa pengacara, karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja sudah susah.
\
sumber okezone

Nenek Minah, Pencuri Semangka, & Anggodo

| | | 0 komentar
Keadilan memang multirasa, seperti permen nano-nano. Kadang terasa pahit, manis, atau justru masam. Semua tergantung pada subjek yang menilai dan mengalaminya.

Bagi yang diuntungkan tentu akan mengecap manisnya hukum, begitu pula sebaliknya. Rasa masam keadilan di negeri ini setidaknya telah dirasakan Nenek Minah, pencuri tiga buah Kakao, duo pencuri semangka yaitu Basar Suyanto dan Kholil, serta Prita Mulyasari.

Bagi rakyat jelata seperti mereka, wajah hukum begitu beringas. Menghujam tanpa memedulikan rasa keadilan.

Nenek Minah, warga Banyumas, Jawa Tengah, divonis 1,5 bulan kurungan dengan masa percobaan 3 bulan akibat mencuri tiga buah kakao seharga Rp2.100. Beban psikologis juga harus ditanggung nenek berusia 65 tahun itu karena harus berurusan dengan aparat penegak hukum.

Kisah serupa juga dialami dua warga Kediri, Jawa Timur, Basar Suyanto dan Kholil. Keduanya terpaksa berurusan dengan polisi karena kedapatan mencuri sebuah semangka. Keduanya sempat merasakan pengapnya ruang tahanan, sebelum akhirnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Kediri. Keluarga Basar pun mengaku sempat ditipu anggota polisi membayar Rp1 juta agar kasusnya dihentikan.

Seorang ibu rumah tangga yang curhat mengenai buruknya layanan RS Omni Internasional juga harus berurusan dengan aparat penegak hukum, karena dituduh melakukan pencemaran nama baik.

Adalah Prita Mulyasari yang hingga kini masih harus menjalani proses hukum. Kabar terbaru, ibu dua anak itu oleh Pengadilan Tinggi Banten diputus bersalah dan wajib membayar denda sebesar Rp204 juta.

Pada waktu hampir bersamaan, Anggodo Widjojo justru mendapatkan perlakukan istimewa dari aparat penegak hukum. Dia tetap bebas berkeliaran meski terindikasi kuat merekayasa kriminalisasi dua pimpinan KPK. Indikasi itu didukung adanya transkrip rekaman yang diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Enam tuduhan pelanggaran hukum, termasuk salah satunya tuduhan pencemaran nama baik Presiden, pun tak mampu menyeret adik koruptor Anggoro Widjojo itu ke balik jeruji besi. Besarnya tekanan dari publik seolah tak didengar aparat penegak hukum. Justru dengan alasan keamanan, polisi malah mengawal Anggodo selama 24 jam nonstop.

Manisnya wajah hukum juga dinikmati Ketua DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 Mardijo yang terbukti menilep duit APBD sebesar Rp14,8 miliar. Atas kejahatannya itu, Mardijo hanya dihukum percobaan dua tahun penjara.

Mungkin atas pertimbangan seperti kasus-kasus di atas, ribuan tahun yang lalu warga Romawi merumuskan bentuk Justitia, Dewi Keadilan. Justitia digambarkan sebagai matron yang membawa pedang dan timbangan di tangannya, dan terkadang memakai penutup mata.

sumber okezone

Blogger Kumpulkan Koin Peduli Prita

| | | 0 komentar
Dukungan blogger terhadap kasus Prita Mulyasari tidak berhenti sampai di sini. Setelah divonis denda sekira 204 juta, blogger langsung menggagas pengumpulan koin untuk membantu.

"Dukungan tersebut telah berlangsung sejak Jumat (4/12/2009) kemarin, pukul 16.00. Saya sendiri belum tahu sampai kapan batas akhirnya. Jumlah dana yang terkumpul juga belum diketahui," ujar penggagas Koin Peduli Prita, Wicaksono,

Blogger yang lebih dikenal dengan nama Ndorokakung ini juga mengungkapkan. Hingga saat ini kebanyakan koin terkumpul berasal dari blogger dan masyarakat luas. Dan belum banyak pejabat yang turut memberikan bantuannya.

"Pejabat belum ada yang menyisihkan dananya, baru Yenny Wahid yang memberi sekira Rp5 juta," papar Wicaksono.

Nantinya, lanjut Wicaksono, balabantuan ini akan diperbanyak dengan menggelar konser amal bertajuk 'koin peduli'. Sayangnya, belum diketahui kapan rencana tersebut akan direalisasikan.

Bantuan koin yang diberikan dapat disalurkan ke tempat tongkrongan para blogger, yakni Wetiga, di jalan Langsat I no 3A, Kebayoran, Jakarta Selatan. Atau di Markas Sehat di jalan Taman Margasatwa No.60, Jatipadang, Jakarta Selatan.

Prita Mulyasari dijatuhi hukuman denda sekira 204 juta atas kasus pencemaran nama baik melalui perangkat elektronik (email) terhadap Rumah Sakit Omni Internasional. Keputusan ini dijatuhkan hakim setelah melalui proses pengadilan yang panjang.

Blogger Indonesia memberikan dukungan yang cukup kuat terhadap Prita yang dianggap sebagai korban dari sebuah pasal karet di undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE). Pasal 27 ayat 3 dalam UU ITE tersebut menyebutkan Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sanksi dalam pasal tersebut akan dikenakan denda sekira 1 miliar atau hukuman penjara selama 6 tahun. (srn)

sumber okezone

Belanda Pernah Berencana Gulingkan Soekarno

| | | 0 komentar
Almarhum Pangeran Bernhard, suami Ratu Belanda Juliana, pernah dikabarkan terlibat penyelundupan senjata dan membantu rencana kudeta yang diprakarsai Kapten Raymond Westerling di Bandung tahun 1950. Andaikata kudeta ini berjalan lancar, mungkin Bernhard sudah jadi Raja Muda di Hindia Belanda.

Analisa sejarah terbaru ini disampaikan sejarawan Belanda, Harry Veenendaal dan wartawan Jort Kelder berdasarkan penyelidikan selama delapan tahun terhadap sejumlah laporan Marsose dan kesaksian sekretaris pribadi istana, Gerrie van Maasdijk yang menghasilkan buku berjudul ZKH (Zijne Koninkelijke Hoogheid/Paduka Yang Mulia Pangeran), yang diluncurkan di Hotel des Indes, Senin (30/11) lalu.

“Westerling tahu, Pangeran Bernhard pun tahu benar, bahwa di Belanda, sebagian besar masyarakat tidak ingin Kerajaan Belanda kehilangan jajahan terbesarnya di Asia,” ujar Harry Veenendaal, sebagaimana dikutip dari Radio Nedherands.

Sebagaimana diketahui, di Indonesia tahun 1940-an itu, Raymond Westerling, yang tak lain merupakan kapten pasukan elit Belanda, memang seorang tokoh legendaris. Di Belanda sendiri, di berbagai sekolah dasar dan sekolah menengah, para murid setiap pagi menyanyikan lagu-lagu yang sarat pujian bagi komandan Korps Speciale Troepen (KST) ini.

Westerling tahu, Pangeran Bernhard pun tahu benar, bahwa di Belanda, sebagian besar masyarakat tidak ingin Kerajaan Belanda kehilangan jajahan terbesarnya di Asia itu.

“Tapi baru sekarang, 60 tahun kemudian, kita tahu, bahwa keduanya, Westerling dan Pangeran Bernhard, ternyata bekerjasama secara mendalam dan terlibat penyelundupan senjata, antara lain bagi pemberontak Daroel Islam (DI) di Jawa Barat, dan rencana kudeta menjatuhkan Presiden Soekarno pada tahun 1950.”

Ada delapan Laporan Marsose (semacam polisi) dan sejumlah buku harian Sekretaris Pribadi Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard, Gerrie van Maasdijk. “Semua itu menunjuk pada hubungan baik dan intensif antara Bernhard dan Westerling,” ujar Harry Veenendaal.

Salah satu dokumen menyebutkan, ada “upaya mati-matian Paduka Pangeran untuk, bersama Westerling dan kawan-kawan, membalikkan situasi di Indonesia”.

Khawatir terlibat

Dalam buku harian “Gerrie van Maasdijk”, demikian Harry Veenendaal, dengan jelas memerinci hubungan antara Bernhard dan Westerling. Dalam laporan-laporan Marsose, tapi juga dikonfirmasi lagi oleh banyak kesaksian dan korespondensi, ada jenderal yang waktu itu bertugas di Batavia membenarkan semua itu. Bahkan jenderal yang berteman dengan Sultan dari Pontianak (Sultan Hamid, red.) ini khawatir sekali terhadap keterlibatan Pangeran Bernhard. Selain itu, ada tiga staf yang setiap hari mendampingi Bernhard, juga menegaskan adanya hubungan kuat antara Bernhard dan Westerling.

Laporan-laporan Marsose itu sebenarnya bukan dalam rangka pro-yustitia, jadi tidak mempunyai kekuatan hukum. Laporan-laporan itu disusun justru dalam rangka memperingatkan bahaya permainan bisnis senjata ilegal dan politik tingkat tinggi dengan Westerling.

Saat tahun 1949, Kerajaan Belgia dilanda krisis, dan Rajanya harus turun. Di Belanda, orang pun sadar akan risiko petualangan politik Pangeran Bernhard bagi Dinasti Oranje. Apalagi, saat itu, dilangsungkan persiapan bagi sebuah kejadian politik terpenting, itulah souvereniteitsoverdracht atau penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia.

Politik bagus

Bayangkan saja, demikian sejarawan Veenendaal, semua itu tentu saja jatuh pada PM Willem Drees. Terjadi panik, panik! Akhirnya, Drees berhasil menyelamatkan kerajaan Belanda. Dia memainkan politiknya dengan bagus sekali dan kemudian berhasil mengatasi masalah bersama dengan Sekretaris Jendral Cees Fock.

Drees berembug dengan Pangeran Bernhard dan mengkonfrontasi Bernhard dengan laporan-laporan (Marsose) tadi, lalu meminta agar Bernhard “mengendalikan diri” (”zich inhouden”). Demikian Harry Veenendaal.

Andaikata kudeta itu jadi dan berhasil, maka Pangeran Bernhard akan dijadikan Onderkoning (Raja Muda) yang mewakili Ratu Juliana di Hindia-Belanda.

Kini, sudah enam dasawarsa, buku ZKH yang menuliskan kisah cemar Pangeran yang mau mendongkel Presiden Soekarno itu, dinilai tak akan membawa dampak politik apapun, bagi hubungan baik antara Belanda dan Indonesia.

Namun menurut Harry, bagi publik Belanda, petualangan sang pangeran itu hanya menambah warna kelam pada citra pangeran itu. [rnw/cha/www.hidayatullah.com]

Inilah Film-film yang Senasib dengan "Balibo"

| | | 0 komentar
Pelarangan pemutaran terhadap film di ajang Jakarta International Film Festival atau JIFFest bukan kali ini saja terjadi. Pada penyelenggaraan JIFFest tahun 2006, pelarangan serupa juga terjadi. Sebanyak lima film ditolak penayangannya oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Seperti apa kisah film itu, berikut sinopsisnya:

PROMISED PARADISE, Sutradara Leonard Retel Helmrich (Belanda, 2006, Dokumenter, 70 menit)
Sinopsis: Agus, dalang wayang kulit, berusaha mencari akar terorisme di Indonesia. Dia bertemu dengan Imam Samudra, dalang bom Bali tahun 2002, dan juga berbicara dengan pelaku bom bunuh diri lewat bantuan paranormal Master Leo.

BLACK ROAD, Sutradara Willian Nessen (Australia, 2005, Dokumenter, 52 menit)
Sinopsis: Jurnalis dan sutradara William Nessen membutuhkan waktu empat tahun untuk menyelesaikan film yang menceritakan perjuangan Aceh melepaskan diri dari Indonesia. Selama masa pembuatan film, William terperangkap ke dalam konflik yang berkepanjangan di Aceh. William harus menghadapi dilema untuk terus menjadi seorang pengawal yang netral di daerah berbahaya tersebut.

PASSABE, Sutradara James Leong dan Lynn Lee (Singapura, 2005, Dokumenter, 108 menit)
Sinopsis: Bercerita tentang sebuah desa di perbatasan Timor Leste dan Indonesia, yang penduduknya merupakan korban sekaligus saksi atas peristiwa pertumpahan darah menjelang proses jajak pendapat pada tahun 1999. Film ini mengisahkan usaha dan upaya penduduk untuk melakukan rekonsiliasi atas peristiwa dimaksud.

TIMOR LORO SAE, Sutradara Vitor Lopes (Portugal, 2003, Dokumenter, 12 menit)
Film pendek animasi yang penuh kreativitas dalam menceritakan sejarah Timor secara personal. Vitor Lopes menyajikan sejarah Timor melalui legenda dan tradisi yang menandai penciptaan teritorial Timor. Setelah lima ratus tahun penjajahan dan sempat dikuasai selama dua enam puluh tahun oleh Indonesia, Timor Lorosae adalah negara merdeka.

TALES OF CROCODILES, Sutradara Jan van den Berg (Belanda, 2003, Dokumenter, 60 menit)
Sinopsis: Rakyat Timor Timur berusaha memulihkan diri dari perjuangan panjang meraih kemerdekaan. Untuk mempersatukan rakyat, sebuah komisi rekonsiliasi dibentuk di Dili. Henk Rumbewas dari Papua menjadi relawan penerjemah pada badan PBB. Dengan segan, ia menyimak kisah teror yang pernah terjadi. (EH)

sumber okezone

Kejamnya Hukum bagi Minah

| | | 0 komentar
Inikah keadilan yang ingin ditegakkan oleh aparat hukum? Hanya gara-gara mencuri tiga buah kakao, Nenek Minah, seorang warga Desa Darmakradenan, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, harus diseret ke pengadilan. Sang nenek pun akhirnya dihukum satu setengah bulan kurungan.

Perempuan 65 tahun itu memang bersalah karena mencuri kakao dari kebun PT Rumpun Sari Antan pada akhir Agustus lalu. Tapi menyeret dia sebagai pesakitan ke meja hijau sangatlah berlebihan. Ia meminta maaf segera setelah mandor memergokinya hendak memungut kakao yang hanya seharga Rp 2.000 itu. Si nenek pun tidak jadi mengambil buah kakao tersebut.

Jaksa dan hakim sebenarnya tahu bahwa rasa keadilan telah diusik. Itulah mengapa seorang jaksa yang menuntut Nenek Minah ikut mengongkosi perempuan itu selama menjalani sidang. Hakim yang menangani perkara ini pun sempat menangis. Sayangnya, sang jaksa tetap menuntutnya dengan hukuman berat: enam bulan penjara. Hakim pun tetap menyatakan si nenek bersalah kendati hanya diganjar hukuman percobaan.

Bila penegak hukum hanya berpatokan pada aturan yang kaku, itulah tragedi yang muncul. Mestinya pula sejak awal polisi tidak memproses kasus ini. Meskipun wajib menindaklanjuti setiap pengaduan pelapor, polisi dibolehkan melakukan upaya agar kasusnya tak perlu diteruskan. Misalnya, polisi mendamaikan kedua pihak. Berdasarkan pengakuan keluarga Minah, polisi sepertinya tidak melakukan upaya ini.

Ada gelagat pelapor tak mau mengampuni Minah dengan alasan perusahaan itu ingin membuat jera para pencuri kakao di kebunnya. Namun, jika itu tujuannya, mengapa Minah, yang cuma mencuri tiga buah kakao, harus menjadi korban? Apakah polisi tidak berdaya menangkap pencuri kakao yang lebih besar dibanding Minah? Ataukah polisi tidak berdaya menolak keinginan perusahaan itu?

Kisah Minah merupakan ironi penegakan hukum di negeri ini. Kasus seperti ini sering sekali terjadi. Misalnya, ada pula orang dibawa ke pengadilan hanya karena mencuri listrik untuk mengecas telepon genggam. Hukum terasa kaku, kejam, dan menakutkan bagi rakyat kecil. Dengan alasan menegakkan hukum positif, aparat hukum begitu cepat dan tangkas menjerat kaum lemah.

Sebaliknya, hukum tiba-tiba menjadi rumit dan berbelit-belit ketika diberlakukan terhadap para pejabat atau pengusaha. Gerakan penegak hukum pun terasa begitu lamban jika menghadapi mereka. Kasus Anggodo Widjojo, misalnya. Di mata masyarakat, sudah cukup bukti untuk menjadikan dia tersangka dalam kasus percobaan menyuap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi hingga kini adik Anggoro Widjojo, tersangka korupsi pengadaan radio komunikasi di Departemen Kehutanan, ini tak tersentuh hukum.

Nasib Minah berbeda pula dengan para pejabat dan politikus di Senayan yang menerima suap ratusan juta, bahkan miliaran rupiah. Hingga sekarang mereka juga tak dijerat karena Komisi Pemberantasan Korupsi sibuk mempertahankan eksistensinya. Adapun kepolisian dan kejaksaan lebih mencurahkan energinya untuk bertikai dengan KPK. Atau jangan-jangan mereka masih menunggu para pejabat, politikus, dan Anggodo mencuri buah kakao seperti halnya Nenek Minah?

sumber tempointeraktif

"People Power" Siap Begerak

| | | 0 komentar
Para mantan aktivis era reformasi tahun 1998 yang tergabung dalam Indonesia Crisis Center (ICC) menanti sikap tegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait kasus hukum yang menjerat dua Pimpinan KPK nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Mereka sepakat Presiden harus segera membebaskan keduanya dari proses hukum yang tidak jelas sebagaimana direkomendasikan oleh Tim Delapan.

Seperti yang diberitakan, Senin (23/10) besok Presiden SBY sedianya memberikan sikap terkait kasus Bibit dan Chandra tersebut seteleh menerima rekomendasi dari Tim Delapan serta berkonsultasi dengan Kapolri dan Jaksa Agung.

"Sikap kami jelas, mereka harus segera dibebaskan. Kasus ini jelas upaya sistematis pengkerdilan KPK. Semua sudah terbukti dari verifikasi Tim Delapan," kata mantan aktivis 98 Haris Rusly dalam acara deklarasi "Pengkhianatan Reformasi", di Gedung KPK, Minggu (22/11).

Haris menuntut Presiden harus segera memberikan kepastian kepada masyarakat yang telah resah dengan berbagai desas-desus yang berkembang akibat kasus yang melibatkan banyak petinggi negara ini.

"Presiden harus memberi kepastian, apakah akan menjalankan rekomendasi Tim Delapan atau tidak. Sikap diam Presiden justru menunjukkan dia tengah mengabaikan rekomendasi dari tim yang dibentuk berdasarkan surat keputusannya sendiri," tegas mantan aktivis 98 dari Universitas Gajah Mada ini.

Haris juga mengingatkan, jika sikap yang ditunjukkan Presiden pada Senin besok tidak sesuai dengan harapan masyarakat, maka ancaman gerakan rakyat yang revolusioner bisa muncul kembali.

Ia menilai selama ini masyarakat sudah jelas melihat bahwa proses hukum terhadap Bibit dan Chandra merupakan tindakan kriminalisasi yang tidak berdasar, sehingga keduanya harus segera dibebaskan dari segala tuntutan.

"Jika Presiden mengabaikan, ancamannya jelas people power akan bergerak kembali. Dan ini potensinya besar. Hawanya sudah terasa sekali," pungkas juru bicara ICC ini.

Pemain-pemain Bola yang Bunuh Diri

| | | 0 komentar
ADA pelajaran penting di balik kematian kiper Jerman, Robert Enke, beberapa waktu lalu. Popularitas ternyata tak menjamin kebahagiaan. Berbagai persoalan hidup terus saja menghajarnya. Karena tak kuat menanggung beban, dia memilih bunuh diri.

Enke bukan satu-satunya tokoh dari kalangan sepak bola yang kehilangan nyawa dengan tragis. Masih banyak nama-nama lain yang melakukan tindakan konyol tersebut. Berikut pelaku-pelakunya.

Justin Fashanu
Pada 1998, Justin Fashanu tewas gantung dri. Mantan pemain Manchester City era 1990-an itu nekat melakukannya karena dia tidak kuat dengan anggapan negatif terhadapnya.

Sebelum tewas, Fashanu dituduh mencabuli anak berumur 17 tahun. Itu dilakukannya usai menenggak minuman keras di apartemennnya. Tuduhan itu makin kuat ketika banyak bermunculan pemberitaan soal Fashanu yang bergabung di komunitas homoseksual.

Sergio Lopez Segu
Sergio Lopez Segu tewas secara tragis. Pada 4 November 2006, dia menabrakkan diri ke sebuah kereta api yang berjalan cepat. Nyawanya melayang seketika. Dia tewas di umur 39 tahun.

Mantan gelandang Barcelona era 1990-an tersebut nekat melakukannya karena tak kuat menahan cobaan hidupnya. Pemain yang sukses mengantarkan Barcelona menjuarai Piala Winners 1989 itu memang pensiun dini karena cedera lutut. Ini membuatnya depresi berat. Ditambah lagi pernikahannya gagal.

Paul Vaessen
Agustus 2001, sepak bola Inggris dihebohkan dengan tewasnya Paul Vaessen, Pemain Arsenal itu bunuh diri di bak mandi dengan cara mengonsumsi heroin hingga over dosis. Sebelumnya dia sempat ditangani oleh psikiatris, tapi gagal.

Perjalanan kaier pencetak gol kemenangan Arsenal ke gawang Juventus pada semifinal Piala Winners 1980 itu memang menyedihkan. Di musim pertamanya, dia memesona. Namun, di musim-musim berikutnya dia rentan cedera.

Vaessen lalu pensiun. Beberaap pekerjaan sempat digeluti. Mulai dari tukang pos hingga buruh bangunan. Sepertinya Vaessen tak bisa menerima kenyataan dan stres. Karena frustrasi, narkoba lalu dijadikan pelarian hingga mengakhiri hidupnya.

Asgotino Di Bartolomei
Kematian legenda AS Roma, Agostino di Bartolomei, juga menyedihkan. Pada 30 Mei 1994, dia menembak dirinya tepat di jantung. Diduga, Bartolomei bunuh diri karena depresi.

Dugaan penyebab depresi bermacam-macam. Diperkirakan dia tak kuat dengan bebam ekonomi yang mengimpit. Ada juga yang menduga dia tidak siap ketika pensiun dari sepak bola.

Kehidupannya berakhir mengenaskan. Selama aktif sebagai pemain, sepak terjang Bartolomei memang meyakinkan. Dia punya andil besar mengantarkan Roma merebut scudetto pada 1983. Tapi, setelah itu kariernya meredup dan sederet masalah pribadi terus-terusan mengganggunya.

Sandor Kocsis
Sandor Kocsis adalah striker hebat Barcelona di kurun waktu 1958-1965. Pada 22 Juli 1979, saat berumur 49 tahun, dia meninggal dunia. Sampai saat ini, banyak yang percaya dia tewas karena bunuh diri dengan cara menjatuhkan diri dari lantai empat di sebuah rumah sakit. Namun, ada juga yang memberitakan murni kecelakaan.

Menjelang akhir hayatnya, kesehatan Kocsis memang menurun drastis. Striker yang punya julukan Golden Head ini menderita kanker perut dab leukimia. Diduga, karena sulit menyembuhkan dua penyakit itu, Kocsis stres lalu bunuh diri.

Juan Gamper
Juan Gamper adalah aktor penting di balik lahirnya Barcelona. Pria kelahiran Swiss ini juga presiden pertama klub asal Spanyol tersebut. Selama menjadi presiden, Barcelona dibawanya meraih beberapa gelar, di antaranya 11 Championnat de Catalunya dan enam Copa del Rey.

Gamper sangat menyokong nasionalisme Catalan. Akibatnya, pria yang juga pendiri klub asal Swiss, FC Zurich ini pun diusir keuar dari Spanyol. Karena tak kuat dengan perlakuan tersebut, Gamper bunuh diri.

Matthias Sindelar
Matthias Sindelar adalah salah satu pemain besar yang pernah dilahirkan Austria di era 1930-an. Tapi perjalanan hidupnya tragis. Kematiannya masih kontroversial. Ada yang bilang bunuh diri, namun ada juga yang menyebut dibunuh secara "halus".

Pada 23 Januari 1939, Matthias Sindelar bersama pacarnya, Camilla Castagnola ditemukan tewas di sebuah apartemen di Wina, Austria. Kematiannya diduga akibat keracunan kabon monoksida dari pemanas yang bocor. Dugaan lain, rezim Nazi terlibat karena saat itu Sindelar menolak bermain mewakili Jerman.

C16-09

Pahlawan

| | | 0 komentar
PADAsuatu saat,ketika kebetulan sedang berada di Belanda, saya sempat membaca sebuah surat kabar setempat memuat reportase mengenai seorang purnawirawan pimpinan militer Kerajaan Belanda yang dieluk-elukan sebagai pembela kepentingan dan penjunjung kehormatan militer Kerajaan Belanda di masa perang kemerdekaan Indonesia.


Perwira senior ini disanjung memiliki semangat keperwiraan, kepemimpinan, kedisiplinan, pengabdian, pengorbanan.Pendek kata,semua syarat untuk dinobatkan sebagai pahlawan mutlak terpenuhi. Pahlawan militer Kerajaan Belanda itu lahir di Istanbul,Turki, sebagai putra seorang warga Belanda beristri warga negara Yunani.

Selama masa Perang Dunia (PD) II, anak campuran Belanda- Yunani ini masuk ke dinas militer Belanda dan memperoleh pelatihan militer di Inggris. Setelah PD II usai,serdadu muda Belanda ini dikirim ke Sulawesi, tempat dia pada 1946 ditugaskan sebagai komandan Depot Special Forces, salah satu unit komando elite KNILuntuk menumpas kaum pemberontak yang ingin menghalangi pengembalian Hindia Belanda kembali menjadi jajahan Kerajaan Belanda.

Januari 1950,komandan muda Belanda ini memimpin Angkatan Perang Ratu Adil di Jawa Barat untuk melaksanakan kudeta terhadap pemerintahan Soekarno.Ternyata kudeta itu gagal, maka serdadu Belanda ini melarikan diri ke Singapura. Meski berulang kali Pemerintah Republik Indonesia menuntut perwira Belanda ini ke mahkamah militer atas kejahatan perang dan pelanggaran hak-hak asasi manusia, Pemerintah Belanda tidak pernah menggubris, bahkan melindungi sampai akhirnya pendekar militer Belanda ini meninggal dunia di Purmerend, Belanda, pada 1987.

Nama pahlawan militer yang dielu-elukan koran Belanda itu adalah Westerling. Saya tidak percaya mengenai apa yang saya baca di media massa cetak Belanda itu sampai merasa perlu untuk berulang kali mengulang membacanya. Bagi saya, nama Westerling identik angkara murka seperti Hitler,Caligula,dan Attila. Bagi saya, Westerling adalah seorang penjahat perang bengis tak kenal perikemanusiaan yang menumpas ribuan jiwa rakyat Indonesia tidak berdosa, kecuali ingin memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negaranya!

Tidak pernah terlintas di benak, apalagi sanubari saya bahwa Westerling bisa dieluelukan sebagai seorang pahlawan, pembela kehormatan negara dan bangsa. Saya lupa bahwa Indonesia memang bukan Belanda. Apa yang dianggap pahlawan di Indonesia, belum tentu di Belanda. Begitu pun sebaliknya. Saya tidak pernah meragukan kemahapahlawanan Pangeran Diponegoro.

Tetapi jurnal sejarah perusahaan VOC milik Kerajaaan Belanda,yang ratusan tahun menjajah dan mengisap kekayaan Nusantara, mengabadikan nama Pangeran Diponegoro sebagai seorang pemberontak yang merusak ketenteraman kehidupan kaum penjajah di masa yang disebut oleh VOC sebagai Perang Jawa pada 1825–1830.Apabila Westerling bagi bangsa Indonesia adalah penjahat perang, maka Diponegoro bagi sejarawan VOC adalah teroris. Meski dihukum mati oleh pengadilan yang dikuasai Amerika Serikat, sebagian rakyat Irak tetap menganggap Saddam Hussein adalah seorang pembela kedaulatan bangsa dan negara mereka yang layak dihormati sampai akhir zaman.

Nama Jenderal George Armstrong Custer diabadikan dengan goresan tinta emas dalam lembaran sejarah militer United States of America atau Amerika Serikat (AS).Sebaliknya,nama Crazy Horse, pendekar Sioux yang mengalahkan laskar AS dan menewaskan Jenderal Custer di pertempuran Little Bighorn, Montana, pada 1876 selalu dikenang Suku Sioux sebagai pahlawan pembela hak-hak asasi penduduk asli Amerika.

Saya sempat terperangah ketika menyaksikan patung Rahwana berdiri tegak dan megah di tengah Kota Kolombo, Sri Lanka, sebagai lambang semangat kepahlawanan bangsa tersebut. Itu akibat saya lupa bahwa nama Sri Lanka di masa lalu adalah Alengkadiraja, Soekarno dan Hatta sebelum memproklamirkan kemerdekaan bangsa In-donesia sempat berulang kali ditangkap, dijebloskan ke penjara, dibuang ke pengasingan karena divonis pengacau dan pemberontak oleh para penegak hukum kaum penjajah.(*)

JAYA SUPRANA

Pelacur Markonah Kibuli Bung Karno

| | | 0 komentar
Raja Idrus dan Ratu Markonah. Kedua nama ini membuat geger Indonesia pada zaman presiden Soekarno. Waktu itu sekitar tahun 1950-an, Indonesia sedang berjuang membebaskan Irian Barat. Markonah berumur 50-an. Wajahnya lumayan menarik. Tapi ia memiliki cacat di matanya sehingga selalu memakai kaca mata hitam.

Pasangan suami-istri itu mengaku sebagai raja dan ratu Suku Anak Dalam, Sumatera. Mereka lantas menemui sejumlah pejabat dengan mengaku sedang melakukan muhibah ke sejumlah daerah di tanah air. Dengan dandanan yang meyakinkan, para pejabat pun menyambut dengan tangan terbuka atas kunjungan Raja Idrus dan sang permaisuri.

Hebatnya para pejabat memberikan sambutan yang luar biasa kepada mereka. Mereka dijamu, dielu-elukan, diajak foto bersama dan mendapat liputan media massa. Entah bagaimana ceritanya, kemudian ada seorang pejabat yang memperkenalkan sang raja dan ratu itu kepada Presiden Soekarno.

“Pejabat ini, saya nggak tahu namanya, menyampaikan ke Bung Karno, kalau Raja Idrus dan Ratu Markonah sudah seharusnya diterima di istana. Sebab raja dan ratu itu bisa membantu pembebasan Irian Barat,” jelas sejarahwan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong saat berbincang dengan detikcom.

Kala itu Bung Karno memang sedang membutuhkan dukungan rakyat untuk membebaskan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda. Maka Soekarno pun mengundang Idrus dan Markonah ke Istana Merdeka. Di istana, tentu saja keduanya mendapat sambutan dan dijamu layaknya tamu terhormat. Tidak ketinggalan mereka juga diberi uang untuk misi membantu pembebasan Irian Barat. Bahkan diberitakan mereka menginap dan makan gratis di hotel selama berminggu-minggu.

Pertemuan Idrus dan Markonah dengan Bung Karno pun diberitakan media massa waktu itu. Koran Marhaen dan Duta Masyarakat waktu itu memasang foto pertemuan Markonah dengan Bung Karno. Di foto itu, Markonah dengan kaca mata hitamnya bersama sang suami berpose bersama Bung Karno. Di keterangan foto disebutkan, Raja Idrus dan Ratu Markonah akan membantu pembebasan Irian Barat.

Namuan kenyataan sering kali tidak seindah harapan. Fakta berbicara lain tentang Raja dan Ratu unik tersebut. Idrus dan Markonah yang dianggap raja dan ratu yang bisa membantu Indonesia membebaskan Irian Barat ternyata hanya penipu kelas kakap. Kedok mereka terbongkat saat suami istri itu jalan-jalan di sebuah pasar di Jakarta.

“Saat itu ada tukang becak yang mengenali Idrus, karena Idrus itu ternyata tukang becak. Dari sinilah wartawan melakukan investigasi dan membongkar kedok penipu itu. Markonah ternyata seorang pelacur kelas bawah di Tegal, Jawa Tengah. “Lucu itu, presiden kok bisa tertipu,” beber Anhar Gonggong yang kemudian tertawa terkekeh.

Anhar menganalisa, Soekarno bisa tertipu Idrus dan Markonah karena ia sedang mencari dukungan rakyat untuk proyek pembebasan Irian Barat. Selain itu juga, karena sebagai pemimpin, Bung Karno ingin menunjukkan dirinya dekat dengan rakyat. “Itu penyakit pemimpin kita, selalu ingin kelihatan dekat dengan rakyat,” ulas Anhar.

Skandal Idrus dan Markonah merupakan kasus penipuan nasional pertama yang dialami negeri ini dengan korban istana. Ternyata penipuan dengan korban istana tidak berhenti pada zaman Soekarno. Kasus serupa bahkan kembali berulang pada pemerintahan selanjutnya.


sumber kompasiana

Antara Minah dan Anggodo, Beda Banget!

| | | 0 komentar
Mantan Sekretaris Fraksi PDI-P, Jacobus Majong Padang, mengaku miris atas terjadinya ketimpangan hukum yang kini sedang dipertontonkan oleh pemerintahan SBY-Boediono. Politisi yang kerap disapa Kobu ini berujar, kaum Marhaen—sebutan kaum proletar—kini seakan makin diproklamasikan tertindas, belum merdeka.

"Yang dipertontonkan jelas sekali, perlakuan hukum yang tidak adil. Contoh konkret nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah. Dia dihukum 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao di kebun. Meski sudah berusaha meminta maaf, aparat tetap menegakkan hukum. Dalih, menegakkan hukum adil bagi yang melanggar hukum," kata Kobu, Sabtu (21/11).

Menurut Kobu, aparat hukum dalam kasus hukum yang dihadapi Minah berusaha menegakkan hukum seakan demi keadilan. Hal ini seakan kontras dengan apa yang terjadi, baik terhadap dugaan penyuapan yang dilakukan Anggodo Widjojo, maupun kasus skandal aliran dana Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.

"Terkesan, aparat penegak hukum ingin menutupi adanya pencurian uang negara sebesar Rp 6,7 triliun di Bank Century. Keadilan sangat mahal di negeri ini. Kaum Marhaen memang belum merdeka. Pemerintah jangan pertontonkan ketimpangan hukum," kata Kobu lirih.

Tragedi "Sengkon-Karta" Gorontalo

| | | 0 komentar
Oleh: Oleh Debby Hariyanti Mano

Pada ulang tahunnya yang ke-61 pada 1 Juli 2007 lalu, sudah seharusnya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bertabur ucapan selamat dan kado penghargaan atas prestasi kerjanya selama ini.

Namun, tragedi "Sengkon-Karta" yang terulang di Gorontalo mungkin menjadi kado terburuk atau bahkan kado yang paling bermakna bagi Polri diusianya yang ke-61 tahun itu.

Masih jelas dalam ingatan banyak orang bahwa pada 1974 pernah terjadi kasus yang menimpa Sengkon dan Karta, di mana masing-masing dihukum 7 dan 12 tahun penjara atas tuduhan merampok dan membunuh suami-istri Sulaiman-Siti Haya di Desa Bojongsari, Bekasi, Jabar.

Ternyata, kebenaran dan nasib baik saat itu berpihak pada Sengkon dan Karta serta berbalik menjadi tombak yang `melukai` para penegak hukum yang menjebloskannya ke penjara, setelah pembunuh asli (sebenarnya) Sulaiman-Siti Haya terungkap.

Kini, lagi-lagi tiga lembaga penegak hukum di Indonesia mendapat tamparan keras dengan adanya kasus "peradilan sesat" terhadap Risman Lakoro dan Rostin Mahaji, warga Kabupaten Boalemo, Gorontalo, yang menjalani hukuman di balik jeruji besi atas kesalahan yang tak pernah dilakukannya.

Pada tahun 2002, suami istri tersebut divonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tilamuta atas pembunuhan terhadap anak gadisnya, Alta Lakoro.

Tetapi, pada Rabu 26 Juni 2007, kebenaran terkuak. Alta yang menjadi korban dalam "pembunuhan palsu" tersebut datang ke kampung halamannya dan menggemparkan warga Desa Modelomo, Kecamatan Tilamuta, Boalemo, yang menyakini Alta telah tewas.

Mulanya Alta hanya berniat melayat atas meninggalnya anak tirinya di Boalemo. Tetapi, kedatangannya tersebut disambut dengan mata melotot alias kaget dan tak percaya oleh masyarakat setempat karena sebelumnya Alta diyakini telah tewas menjadi korban kekerasan orang tuanya.

Warga tak menyangka, kerangka `Alta` yang sebelumnya menjadi awal mula proses penyidikan atas kasus pembunuhan yang dituduhkan kepada Risman-Rostin tersebut, kini menjadi manusia utuh lagi.

Dipaksa Mengaku

Meskipun lega karena anaknya masih hidup, namun Risman-Rostin yang sudah terlanjur menjalani masa tahanannya di Lembaga Pemasyarakatan Gorontalo hingga tuntas, menyatakan keberatan atas terenggutnya masa depan dan nama baik keduanya.

Risman-Rostin yang sehari-harinya bekerja sebagai petani penggarap tersebut akhirnya angkat bicara soal kronologis penyidikan hingga vonis hakim atas diri mereka pada 2001. Risman mengaku telah memukul anaknya, Alta Lakoro, di bagian kaki agar anak gadisnya tersebut tidak pulang ke rumah larut malam.

Pemukulan tersebut berbuntut kaburnya Alta pada hari yang sama dan menghilang tanpa jejak, hingga pada tahun 2002 Risman dan Rostin dipanggil pihak kepolisian untuk dimintai keterangan sehubungan dengan penemuan kerangka manusia.

"Polisi memaksa kami untuk mengakui bahwa kerangka tersebut adalah kerangka Alta," ujar Risman kepada ANTARA.

Anehnya, kata dia, saat kedua orang tua Alta itu ingin melihat kerangka yang dimaksud, polisi tidak pernah memperkenankannya.

Yang lebih menyedihkan, Risman mengungkapkan bahwa keduanya dipaksa untuk mengakui penganiayaan yang mengakibatkan kematian terhadap anaknya.

"Kami terus disiksa bahkan meninggalkan cacat di tubuh saya," ujarnya sambil memperlihatkan jari-jarinya yang tampak tak normal lagi akibat penganiayaan dimaksud.

Sejak dari pemeriksaan di tingkat polisi, kemudian berlanjut ke Pengadilan Limboto dengan tuntutan tiga tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga putusan oleh Hakim, keduanya bahkan tidak disediakan penasihat hukum secara cuma-cuma karena tak sanggup membayar. Padahal, ancaman hukuman atas pasal yang dituduhkan pada mereka lebih dari lima tahun penjara.

Merasa tak sanggup dihimpit penderitaan tersebut, akhirnya Risman-Rostin pasrah dan terpaksa rela atas tuduhan pelanggaran terhadap Pasal 170 dan 351 ayat 3 KUHP.

"Kami awalnya tidak mau mengakui kesalahan yang dituduhkan, tetapi karena terus disiksa, kami akhirnya tak tahan lagi," ujarnya dengan nada sedih mengenang masa pahit itu.

Pengakuan Alta

Pascakegemparan dengan kemunculannya, Alta enggan ditemui wartawan untuk sekedar berbagi cerita atas atas kaburnya ia sejak tahun 2001 tersebut.

"Saya gugup dan stress kalau ada kamera. Saya tidak mengira ini semua terjadi akibat kabur dari rumah," ujarnya ketika ditemui ANTARA di salah satu sudut Kota Gorontalo.

Saat dipukul orang tuanya dan dikunci dalam kamar pada tahun 2001, Alta mengaku kabur melalui pintu jendela dan menumpang sebuah truk hingga sampai ke Kota Gorontalo.

Dalam masa `pelarian` tersebut, ia sempat bekerja menjadi pelayan di sebuah rumah makan, dan telah menikah hingga dua kali dan melahirkan dua anak yang semuanya telah meninggal dunia.

Sejak kabur, ia tak pernah lagi mengunjungi dan memberi kabar kepada orang tuanya, dan bahkan sama sekali tidak mengetahui peristiwa tragis yang menimpa Risman-Rostin.

"Saya baru tahu waktu datang melayat ke Boalemo bahwa orang tua saya dipenjara tiga tahun," katanya.

Awalnya ia takut bertemu kedua orang tuanya karena merasa bersalah atas kejadian tersebut. Namun, atas dorongan dari keluarga akhirnya ia pun mau melakukan hal itu dan menceritakan kejadian sebenarnya.

Ajukan PK

Kasus `Sengkon-Karta" versi Gorontalo ini menyisakan banyak kejanggalan dan terjadi pertama kali di Indonesia, karena ternyata korban pembunuhan `kembali hidup`.

Dalam babak `Sengkon dan Karta`, pembunuh sebenarnya terungkap ketika Sengkon sedang sekarat di LP Cipinang, Jakarta, dan menimbulkan rasa iba dari seorang narapidana di tempat yang sama bernama Gunel.

Gunel, sang pembunuh sebenarnya dengan jujur dan merasa berdosa meminta maaf kepada Sengkon yang harus mendekam di penjara karena perbuatan yang tidak dilakukannya.

Gunel yang saat itu juga masuk LP Cipinang karena kasus lain itu, kemudian mengaku bahwa ia bersama teman-temannya telah membunuh Sulaiman dan Siti Haya, bukan Sengkon dan Karta.

Setidaknya pengakuan Gunel menutup kasus Sengkon Karta dengan `Happy Ending`.

Namun, kasus Risman dan Rostin harus kembali menjalani proses yang panjang dan melelahkan untuk bisa `mengadili` balik para penegak hukum yang menjebloskannya ke Lapas Gorontalo.

"Kami akan mengajukan Peninjauan Kembali, merehabilitasi nama baik serta melaporkan hal ini ke Komnas HAM," kata Salahudin Pakaya, salah seorang anggota tim kuasa hukum Risman-Rostin

Terlebih lagi, katanya, vonis terhadap Risman-Rostin, dinilai cacat hukum karena hanya memenuhi satu unsur barang bukti, yakni pengakuan terdakwa.

Salahudin menjelaskan bahwa seharusnya yang dijadikan dasar pengambilan keputusan minimal ada dua dari lima alat bukti yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat-surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

"Tapi, dalam kasus ini pengakuan terdakwa menjadi satu-satunya bukti. Itu pun pengakuan yang terpaksa dari terdakwa," katanya.

Sementara kerangka yang diduga Alta dan dijadikan barang bukti pada tahun 2001, tidak masuk dalam kategori barang bukti karena ternyata tidak melalui proses identifikasi yang legal, yakni visum et repertum.

"Siapa yang menemukan kerangka pun bagi kami belum jelas. Sedangkan yang memperkuat dugaan hanya baju Alta yang ditemukan bersama kerangka tersebut," ujarnya lagi.

Seharusnya kasus `Sengkon-Karta` tak terulang lagi dan membuka mata serta nurani bagi para penegak hukum yang seharusnya memberi keadilan bagi masyarakat, terlebih pada kaum lemah seperti Risman dan Rostin.

Namun, kini Risman dan Rostin pun kembali menjadi korban "salah adili" dan terpaksa harus menelusuri sebuah lorong gelap jalur hukum yang pernah dilalui Sengkon-Karta.

Dua kasus serupa tapi tak sama itu seakan menguatkan anekdot bahwa di dunia ini yang ada hanya pengadilan, bukan keadilan. (*)
COPYRIGHT © 2007 ANTARA

Elegi Minah dan Tiga Buah Kakao di Meja Hijau...

| | | 0 komentar
Minah (55) hanya dapat meremas kedua belah tangannya untuk menepis kegalauan agar tetap tegar saat menyampaikan pembelaan atau pleidoi di hadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (19/11).

Tanpa didampingi pengacara, ia menceritakan bahwa alasannya memetik tiga buah kakao di kebun PT Rumpun Sari Antan 4, pertengahan Agustus lalu, adalah untuk dijadikan bibit.

Nenek tujuh cucu yang buta huruf ini sesekali melemparkan pandangan kepada beberapa orang yang dikenal guna memperoleh kekuatan. Ia berusaha memastikan bahwa pembelaannya dapat meyakinkan majelis hakim.

Dengan menggunakan bahasa Jawa ngapak (dialek Banyumasan) bercampur bahasa Indonesia, Minah menuturkan, tiga buah kakao itu untuk menambah bibit tanaman kakao di kebunnya di Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas. ”Kalau dipenjara, inyong (saya) enggak mau Pak Hakim. Namung (cuma) tiga buah kakao,” ujar Minah kepada majelis hakim.

Minah mengaku sudah menanam 200 bibit pohon kakao di kebunnya, tetapi ia merasa jumlah itu masih kurang. Namun, belum sempat buah tersebut dibawa pulang, seorang mandor perkebunan, Sutarno, menegurnya. Minah lantas meminta maaf dan meminta Sutarno untuk membawa ketiga buah kakao tersebut.

Alih-alih permintaan maafnya diterima, manajemen PT RSA 4 malah melaporkan Minah ke Kepolisian Sektor Ajibarang, akhir Agustus lalu. Laporan itu berlanjut pada pemeriksaan kepolisian dan berakhir di meja hijau.

Minah sudah berusaha melepaskan diri dari jerat hukum. Tapi usahanya sia-sia. Hukum yang mestinya mengayomi masyarakat dengan menegakkan keadilan, bagi nenek Minah, ternyata tak punya nurani. Hukum kita rupanya tak memberi ampun bagi orang kecil seperti Minah. Tetapi, koruptor pencuri miliaran rupiah uang rakyat melenggang bebas dari sanksi hukum.

Di Jawa Tengah, misalnya, empat bekas anggota DPRD dan aparat Pemerintah Kota Semarang yang menjadi terpidana kasus korupsi dana APBD Kota Semarang tahun 2004 sebesar Rp 2,16 miliar divonis bebas. Mereka bebas dari sanksi hukum setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali mereka. MA menyatakan keempat terpidana itu tidak melakukan tindak pidana.

Muramnya penuntasan masalah hukum di Jateng masih ditambah lagi dengan putusan hakim yang hanya memberikan hukuman percobaan kepada pelaku tindak pidana korupsi. Salah satunya dijatuhkan kepada Ketua DPRD Jateng periode 1999-2004, Mardijo. Terdakwa korupsi dobel anggaran APBD Jateng sebesar Rp 14,8 miliar ini hanya diberi hukuman percobaan selama dua tahun.

Minah memang tak mengerti masalah hukum seperti para terpidana dan terdakwa kasus korupsi itu. Namun, dengan berkata jujur, ia memiliki keyakinan bahwa ia mampu menghadapi rimba hukum formal yang tidak dimengertinya sama sekali.

Terhitung tanggal 13 Oktober sampai 1 November, Minah menjadi tahanan rumah, yakni sejak kasusnya dilimpahkan dari kepolisian kepada Kejaksaan Negeri Purwokerto. Sejak itu hingga sekarang, ia harus lima kali pergi pulang memenuhi panggilan pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Purwokerto, dan persidangan di Pengadilan Negeri Purwokerto.

Rumah Minah di dusun, di pelosok bukit. Letaknya sekitar 15 kilometer dari jalan utama Ajibarang-Wangon. Perjalanan ke Purwokerto masih menempuh jarak sejauh 25 kilometer lagi. Jarak sepanjang itulah yang harus ditempuh Minah setiap kali memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Purwokerto dan Pengadilan Negeri Purwokerto.

Satu kali perjalanan ke Purwokerto, Minah mengaku, bisa menghabiskan Rp 50.000 untuk naik ojek dan angkutan umum. Ditambah lagi untuk makan selama di perjalanan. ”Kadang disangoni anak kula (kadang dibiayai anak saya),” katanya.

Sebelum menyampaikan putusan, majelis hakim juga pernah bertanya kepada Minah, siapa lagi yang memberikannya ongkos ke Purwokerto. ”Saya juga pernah dikasih Rp 50.000 sama ibu jaksa, untuk ongkos pulang,” kata Minah sambil menoleh kepada jaksa penuntut umum Noor Haniah.

Noor Haniah yang mendengar jawaban itu hanya dapat memandang lurus ke Minah.

Elegi Minah tentang tiga kakao yang diambilnya melarutkan perasaan majelis hakim. Saat membacakan pertimbangan putusan hukum, Ketua Majelis Hakim Muslich Bambang Luqmono sempat bersuara tersendat karena menahan tangis.

Muslich mengaku tersentuh karena teringat akan orangtuanya yang juga petani.

Majelis hakim memutuskan, Minah dihukum percobaan penjara 1 bulan 15 hari. Jadi, Minah tak perlu menjalani hukuman itu, dengan catatan tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan tiga bulan.

Persidangan ditutup dengan tepuk tangan para warga yang mengikuti persidangan tersebut.

Kasus Minah bisa menjadi contoh bahwa penuntasan masalah hukum di negeri ini masih saja berlangsung tanpa mendengarkan hati nurani, yaitu rasa keadilan....

sumber kompas

Warga Diancam Oknum Pemerintah Agar Menolak Greenpeace

| | | 0 komentar
Sejumlah aktivis Greenpeace membatalkan keputusan mereka untuk meninggalkan hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Riau dengan tetap bertahan di kamp perlindungan iklim menyusul didapatkannya dukungan dari warga setempat.

"Kami menarik keputusan kemarin dan menyatakan tetap bertahan di rawa gambut ini karena diminta warga," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar, di Semenanjung Kampar, Riau, Minggu (15/11).

Sebelumnya, ratusan warga dari Semenanjung Kampar mendatangi Kamp Perlindungan Iklim Greenpeace yang berada di tepi Sungai Kampar dan menyatakan dukungan agar para penggiat lingkungan itu tidak ke luar dari daerah itu.

Menurut warga, jumlah masyarakat yang menolak kehadiran Greenpece di Semenanjung Kampar dan melakukan demonstrasi sehari sebelumnya jauh lebih sedikit dibanding warga yang mendukung.

Karena sejak para penggiat lingkungan itu hadir dan kemudian mendirikan kamp yang bertujuan menyelamatkan hutan Indonesia, membawa dampak positif bagi warga khususnya terkait ancaman kerusakan hutan alam di daerah itu.

Bustar membantah jika aksi dukungan warga tersebut merupakan manuver terhadap perlawanan masyarakat yang tidak menginginkan Greenpeace. Pihaknya juga mengaku tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk aksi dukungan tersebut.

Pihaknya juga telah berkonsultasi baik dengan kuasa hukum atau kepolisian setempat dan keputusan Greenpeace untuk tetap bertahan di area lahan gambut itu bukan merupakan tindakan yang melawan hukum.

"Opini terjadi penolakan di tengah masyarakat merupakan hal yang tidak benar, namun sepenuhnya diserahkan kepada keputusan aparat hukum setempat," katanya.

"Secara profesional, jika polisi ingin mengusir kami silakan, tapi kami akan tetap bertahan bersama masyarakat," tegasnya.

Di lokasi itu warga mendukung Greenpeace setelah sehari sebelumnya mereka ikut berdemonstrasi. Mereka mengaku menyesal dan menyatakan ketidaktahuan kalau mereka telah diperalat.

Suwandi (20), warga Desa Teluk Meranti, mengatakan, beberapa hari sebelum aksi penolakan itu digelar tekanan dan ancaman yang didapat warga dari aparatur pemerintah setempat cukup tinggi.

Bagi mereka yang berstatus sebagai guru honor akan diberhentikan dan bagi mereka yang berstatus pegawai negeri sipil diancaman mutasi jika tidak mendukung hengkangnya Greenpeace dari kawasan hutan alam itu.

"Warga telah dibodohi, diadu domba dan diperalat. Jika mereka tetap mengusir Greenpeace maka PT Riau Andalan Pulp and Paper juga harus diusir karena telah merusak hutan kami," ujarnya.


BNJ

Editor: bnj

Sumber : ANT

Pascaorde Baru, Masa Subur Teroris di Indonesia

| | | 0 komentar
Reformasi yang bergulir dalam sistem politik Indonesia pada 1999, secara tidak langsung ikut berperan dalam memberikan ruang gerak bagi para pelaku teror ke Indonesia. Mereka berbondong-bondong masuk ke Indonesia untuk menyusun kekuatan.

Berdasarkan data dari kepolisian, sebanyak 464 tersangka teroris telah berhasil dibekuk jajaran kepolisian RI pada rentang waktu 10 tahun. Yaitu dari 1999 silam hingga kini.

Banyaknya jumlah tersangka teroris yang ditangkap menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil teroris terbesar di dunia. Tak hanya beraksi di Indonesia, para teroris asal Indonesia juga disinyalir ikut berpartisipasi di Timur Tengah dan belahan bumi lain, seperti Filipina.

Dari deretan nama teroris yang berhasil ditangkap, praktis hanya Noordin M Top dan Ali yang berasal dari luar negeri. Lainnya merupakan warga pribumi. Mereka ditangkap karena terlibat dalam sejumlah aksi pengeboman. Di antaranya :

1. Pengeboman Plaza Hayam Wuruk dan Masjid Istiqlal pada 1999

2. Pengeboman Gereja GKPI dan Gereja Katolik Medan serta Kedubes Filipina pada 2000.

3. Plaza Atrium Senen pada 2001

4. Peledakan beberapa gereja di malam Natal pada tahun 2000 dan 2001.

5. Peledakan di Kuta Bali dan Mc Donald Makassar pada 2002.

6. Peledakan di JW Marriot pada 2003.

7. Peledakan Kedubes Australia pada 2004.

8. Bom Bali II pada 2005,

9. Bom JW Marriott dan Ritz Carlton pada 2009.

Para tersangka teror sebagian tewas saat menjalankan aksinya, berhasil ditangkap hidup, maupun mati. Keterangan di atas berasal dari Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna saat jumpa pers di Mabes Polri Jakarta, Senin (12/10/2009). "Kepolisian tidak akan lengah dan tetap bekerja. 10 tahun tim tetap mengikuti pergerakan teroris di lapangan," ujar dia.

Nanan menjelaskan, dari 464 tersangka teroris, 40 orang tewas saat penggerebekan oleh tim Densus 88. Sedangkan teroris yang ditangkap hidup sebanyak 12 orang. Selain itu, Densus juga memulangkan 24 orang karena tidak terlibat dalam terorisme usai diperiksa oleh penyidik.

Klasifikasi lain, teroris yang telah divonis dipengadilan sebanyak 334 orang, telah bebas usai menjalani hukuman sebanyak 204, dan masih menjalani hukuman sebanyak 130 orang.

Khusus untuk kasus pengeboman Mega Kuningan pada 2009, polisi telah menangkap 21 tersangka. 11 tersangka ditangkap dalam keadaan tewas dan 10 tersangka berhasil ditangkap hidup-hidup.

Mereka yang tewas adalah Dani Dwi Permana, Nana Ichwan Maulana, Air Setyawan, Eko Sarjono, Ibrohim, Budi Bagus Pranoto alias Urwah, Noordin M Top, Ario Sudarsono, Susilo, Syaifudin Zuhri, dan Syahrir.

Adapun yang berhasil ditangkap hidup adalah Amir Abdillah, Aris Susanto, Indra Arif Hermawan, M Jibril, Ali, Rohmad Puji Prabowo alias Bejo, Supono alias Kedu, Putri Munawwaroh, Fajar Firdaus, dan Sonny Jayadi.

Meski sudah diberantas Densus 88 Antiteror, namum keberadaan kelompok teroris di Indonesia masih kuat. Itu karena mereka menggunakan dua metode dalam melestarikan organisasinya. "Yaitu dengan metode dakwah dan metode aksi militer," ujar dia.

Dalam kaitan itu, Abu Bakar Ba?asyir bertugas di wilayah dakwah dan pendidikan. Adapun wilayah lain digarap Abdullah Sungkar dan para penerusnya, seperti almarhum Amrozi Cs dan Noordin M Top. "Sepeninggal Noordin masih ada Zulkarnaen dan Jajak. Mereka rekan seangkatan Noordin, tapi usianya lebih muda," terangnya.

Teroris Bangkit, Setelah "Tidur" 14 Tahun

| | | 0 komentar
Setelah tidur selama hampir 14 tahun, aksi teror kembali menyeruak di Tanah Air yang dimulai dengan aksi bom Masjid Istiqlal, pada 1999 silam. Teror pun terus bergulir hingga kini.

Dalam rentang waktu tahun 1985 hingga 1999 tercatat sejumlah aksi pengeboman di Indonesia. Namun skalanya dan dampaknya relatif kecil.

Pengeboman Masjid Istiqlal terjadi pada 19 April 1999 kuat dugaan bom Istiqlal bermotif mengadu domba antar-umat beragama. Pelakunya adalah Eddy Ranto alias Umar. Dia adalah lulusan sebuah sekolah teknik kejuruan, jurusan elektronika, di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.

Pria beristri dua ini pernah bekerja sebagai staf bagian perawatan anak perusahaan otomotif Astra. Gawatnya, Eddy disebut aparat sebagai pemimpin sebuah gerakan Islam bernama AMIN (Angkatan Mujahiddin Islam Nusantara). Belakangan polisi lebih senang menyebut mereka Kelompok Amir.

"Tapi insiden ini lebih condong ke bentuk state terorism. Hingga kini dalang pengeboman belum diketahui identitasnya," ujar pengamat terorisme Al Chaidar kepada okezone di Jakarta.

Teror bom pun berlanjut dimana-mana

Setelah pengeboman Masjid Istiqlal, teror menggunakan bom seolah menjadi tradisi di Indonesia. Tercatat pada tahun 2000 saja terdapat empat peristiwa pengeboman di Tanah Air. Jumlah peristiwa pengeboman serupa juga berlanjut pada tahun 2001. Baru pada tahun 2002, jumlah peristiwa pengeboman turun menjadi tiga kasus. Pada tahun 2003 dan 2004 jumlah pengeboman di Indonesia stagnan tiga kasus.

Baru para tahun 2005 jumlahnya naik menjadi lima kasus. Namun pada rentang waktu empat tahun kemudian teror bom absen di Indonesia. Pada 17 Juli 2009 ledakan bom di JW Marriott dan Ritz Carlton kembali mengejutkan publik. Apalagi jumlah korbannya cukup besar. Sembilan meninggal dan puluhan luka-luka.

Berikut daftar kasus pengeboman di Indonesia:

Tahun 2000

1. Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. Dua orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.

2. Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.

3. Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.

4. Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.

Tahun 2001

1. Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. 5 orang tewas.

2. Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.

3. Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.

4. Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta.

Tahun 2002

1. Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.

2. Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.

3. Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.

Tahun 2003

1. Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.

2. Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.

3. Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.

Tahun 2004

1. Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang. (BBC)

2. Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004)

3. Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.

Tahun 2005

1. Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005

2. Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.

3. Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.

4. Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.

5. Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.

Tahun 2009

1. Bom Mega Kuningan, Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Sembilan orang tewas dan puluhan luka-luka.(

sumber okezone

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?