SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Belanda Pernah Berencana Gulingkan Soekarno

| | | 0 komentar
Almarhum Pangeran Bernhard, suami Ratu Belanda Juliana, pernah dikabarkan terlibat penyelundupan senjata dan membantu rencana kudeta yang diprakarsai Kapten Raymond Westerling di Bandung tahun 1950. Andaikata kudeta ini berjalan lancar, mungkin Bernhard sudah jadi Raja Muda di Hindia Belanda.

Analisa sejarah terbaru ini disampaikan sejarawan Belanda, Harry Veenendaal dan wartawan Jort Kelder berdasarkan penyelidikan selama delapan tahun terhadap sejumlah laporan Marsose dan kesaksian sekretaris pribadi istana, Gerrie van Maasdijk yang menghasilkan buku berjudul ZKH (Zijne Koninkelijke Hoogheid/Paduka Yang Mulia Pangeran), yang diluncurkan di Hotel des Indes, Senin (30/11) lalu.

“Westerling tahu, Pangeran Bernhard pun tahu benar, bahwa di Belanda, sebagian besar masyarakat tidak ingin Kerajaan Belanda kehilangan jajahan terbesarnya di Asia,” ujar Harry Veenendaal, sebagaimana dikutip dari Radio Nedherands.

Sebagaimana diketahui, di Indonesia tahun 1940-an itu, Raymond Westerling, yang tak lain merupakan kapten pasukan elit Belanda, memang seorang tokoh legendaris. Di Belanda sendiri, di berbagai sekolah dasar dan sekolah menengah, para murid setiap pagi menyanyikan lagu-lagu yang sarat pujian bagi komandan Korps Speciale Troepen (KST) ini.

Westerling tahu, Pangeran Bernhard pun tahu benar, bahwa di Belanda, sebagian besar masyarakat tidak ingin Kerajaan Belanda kehilangan jajahan terbesarnya di Asia itu.

“Tapi baru sekarang, 60 tahun kemudian, kita tahu, bahwa keduanya, Westerling dan Pangeran Bernhard, ternyata bekerjasama secara mendalam dan terlibat penyelundupan senjata, antara lain bagi pemberontak Daroel Islam (DI) di Jawa Barat, dan rencana kudeta menjatuhkan Presiden Soekarno pada tahun 1950.”

Ada delapan Laporan Marsose (semacam polisi) dan sejumlah buku harian Sekretaris Pribadi Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard, Gerrie van Maasdijk. “Semua itu menunjuk pada hubungan baik dan intensif antara Bernhard dan Westerling,” ujar Harry Veenendaal.

Salah satu dokumen menyebutkan, ada “upaya mati-matian Paduka Pangeran untuk, bersama Westerling dan kawan-kawan, membalikkan situasi di Indonesia”.

Khawatir terlibat

Dalam buku harian “Gerrie van Maasdijk”, demikian Harry Veenendaal, dengan jelas memerinci hubungan antara Bernhard dan Westerling. Dalam laporan-laporan Marsose, tapi juga dikonfirmasi lagi oleh banyak kesaksian dan korespondensi, ada jenderal yang waktu itu bertugas di Batavia membenarkan semua itu. Bahkan jenderal yang berteman dengan Sultan dari Pontianak (Sultan Hamid, red.) ini khawatir sekali terhadap keterlibatan Pangeran Bernhard. Selain itu, ada tiga staf yang setiap hari mendampingi Bernhard, juga menegaskan adanya hubungan kuat antara Bernhard dan Westerling.

Laporan-laporan Marsose itu sebenarnya bukan dalam rangka pro-yustitia, jadi tidak mempunyai kekuatan hukum. Laporan-laporan itu disusun justru dalam rangka memperingatkan bahaya permainan bisnis senjata ilegal dan politik tingkat tinggi dengan Westerling.

Saat tahun 1949, Kerajaan Belgia dilanda krisis, dan Rajanya harus turun. Di Belanda, orang pun sadar akan risiko petualangan politik Pangeran Bernhard bagi Dinasti Oranje. Apalagi, saat itu, dilangsungkan persiapan bagi sebuah kejadian politik terpenting, itulah souvereniteitsoverdracht atau penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia.

Politik bagus

Bayangkan saja, demikian sejarawan Veenendaal, semua itu tentu saja jatuh pada PM Willem Drees. Terjadi panik, panik! Akhirnya, Drees berhasil menyelamatkan kerajaan Belanda. Dia memainkan politiknya dengan bagus sekali dan kemudian berhasil mengatasi masalah bersama dengan Sekretaris Jendral Cees Fock.

Drees berembug dengan Pangeran Bernhard dan mengkonfrontasi Bernhard dengan laporan-laporan (Marsose) tadi, lalu meminta agar Bernhard “mengendalikan diri” (”zich inhouden”). Demikian Harry Veenendaal.

Andaikata kudeta itu jadi dan berhasil, maka Pangeran Bernhard akan dijadikan Onderkoning (Raja Muda) yang mewakili Ratu Juliana di Hindia-Belanda.

Kini, sudah enam dasawarsa, buku ZKH yang menuliskan kisah cemar Pangeran yang mau mendongkel Presiden Soekarno itu, dinilai tak akan membawa dampak politik apapun, bagi hubungan baik antara Belanda dan Indonesia.

Namun menurut Harry, bagi publik Belanda, petualangan sang pangeran itu hanya menambah warna kelam pada citra pangeran itu. [rnw/cha/www.hidayatullah.com]

Inilah Film-film yang Senasib dengan "Balibo"

| | | 0 komentar
Pelarangan pemutaran terhadap film di ajang Jakarta International Film Festival atau JIFFest bukan kali ini saja terjadi. Pada penyelenggaraan JIFFest tahun 2006, pelarangan serupa juga terjadi. Sebanyak lima film ditolak penayangannya oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Seperti apa kisah film itu, berikut sinopsisnya:

PROMISED PARADISE, Sutradara Leonard Retel Helmrich (Belanda, 2006, Dokumenter, 70 menit)
Sinopsis: Agus, dalang wayang kulit, berusaha mencari akar terorisme di Indonesia. Dia bertemu dengan Imam Samudra, dalang bom Bali tahun 2002, dan juga berbicara dengan pelaku bom bunuh diri lewat bantuan paranormal Master Leo.

BLACK ROAD, Sutradara Willian Nessen (Australia, 2005, Dokumenter, 52 menit)
Sinopsis: Jurnalis dan sutradara William Nessen membutuhkan waktu empat tahun untuk menyelesaikan film yang menceritakan perjuangan Aceh melepaskan diri dari Indonesia. Selama masa pembuatan film, William terperangkap ke dalam konflik yang berkepanjangan di Aceh. William harus menghadapi dilema untuk terus menjadi seorang pengawal yang netral di daerah berbahaya tersebut.

PASSABE, Sutradara James Leong dan Lynn Lee (Singapura, 2005, Dokumenter, 108 menit)
Sinopsis: Bercerita tentang sebuah desa di perbatasan Timor Leste dan Indonesia, yang penduduknya merupakan korban sekaligus saksi atas peristiwa pertumpahan darah menjelang proses jajak pendapat pada tahun 1999. Film ini mengisahkan usaha dan upaya penduduk untuk melakukan rekonsiliasi atas peristiwa dimaksud.

TIMOR LORO SAE, Sutradara Vitor Lopes (Portugal, 2003, Dokumenter, 12 menit)
Film pendek animasi yang penuh kreativitas dalam menceritakan sejarah Timor secara personal. Vitor Lopes menyajikan sejarah Timor melalui legenda dan tradisi yang menandai penciptaan teritorial Timor. Setelah lima ratus tahun penjajahan dan sempat dikuasai selama dua enam puluh tahun oleh Indonesia, Timor Lorosae adalah negara merdeka.

TALES OF CROCODILES, Sutradara Jan van den Berg (Belanda, 2003, Dokumenter, 60 menit)
Sinopsis: Rakyat Timor Timur berusaha memulihkan diri dari perjuangan panjang meraih kemerdekaan. Untuk mempersatukan rakyat, sebuah komisi rekonsiliasi dibentuk di Dili. Henk Rumbewas dari Papua menjadi relawan penerjemah pada badan PBB. Dengan segan, ia menyimak kisah teror yang pernah terjadi. (EH)

sumber okezone

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?