SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Belum Lunasi Pembayaran, Istri "Disandera" Rumah Sakit

| | | 0 komentar
Perlakuan tidak mengenakan dari rumah sakit kembali terjadi. Kali ini dialami pasien bernama Dewi Asriani. Pihak rumah sakit Azra Bogor diduga melarang Dewi pulang lantaran belum melunasi pembayaran biaya operasi sesar saat melahirkan dan perawatan selama satu pekan.

Suami Dewi, Andi Akbar menuturkan, istrinya pada Senin 12 April melahirkan dengan operasi sesar. Kemudian, keesokan harinya tim dokter yang menangani Dewi memutuskan merawat Dewi di ruang intensive care unit (ICU). "Kata dokter paru-paru bermasalah," ujar Andi saat berbincang dengan okezone, Sabtu, (17/4/2010) malam.

Setelah kondisi agak membaik, Andi meminta istrinya dipindahkan ke ruangan biasa agar biaya perawatan lebih murah. Namun, dokter Krisma yang menangani Dewi tak mengizinkannya dengan alasan kondisi pasiennya masih mengkhawatirkan.

Hingga hari Sabtu kemarin, total biaya perawatan Dewi termasuk operasi sesarnya sudah mencapai Rp27,5 juta. Andi mengaku telah melunasi Rp14 juta. Melihat kondisi Dewi kian membaik, Andi kemudian meminta agar dokter mengizinkan istrinya pulang.

"Tapi mereka malah menganjurkan untuk memindahkan istri saya ke ruangan kelas 3. Meskipun kelas 3, saya sudah tidak sanggup membiayainya, karena yang sekarang saja sudah membengkak," tutur Andi.

Kesal dengan perlakuan rumah sakit, Andi langsung komplain kepada Dirut rawat inap RS Azra, Rahmat Zainudin. Andi mempertanyakan alasan tidak diperbolehkannya Dewi untuk pulang.

"Saya sudah memberi jaminan sepeda motor saya, saya jamin juga kartu pers saya. Tetapi ketika saya komplain, dia (Dirut rawat inap) malah tak menanggapi," kata dia

okezone

KRONOLOGI TANJUNG PRIOK BERDARAH

| | | 0 komentar
Pasca terjadinya Tanjung Priok Berdarah, muncul berbagai versi terkait dengan kronologi kejadian. Dan salah satunya adalah versi Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Harianto Badjoeri.


Dalam kesempatan wawancara di kantornya, Badjoeri mengungkapkan kronologi kejadian berdarah di Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebanyak 2.000 anggota Satpol PP melakukan apel pagi pada Rabu (14/4) pukul 05.00 WIB dimana Badjoeri mengaku pihaknya mendapat informasi dari intelijen Kodim Jakarta Utara bahwa situasi di sekitar makam Mbah Priok kondusif sehingga penertiban dapat dilakukan.

Namun ternyata di lokasi, masyarakat yang berjaga disana mendapatkan provokasi bahwa Satpol PP akan menggusur makam sehingga masyarakat kemudian melakukan perlawanan yang mementahkan hasil negosiasi sebelumnya. Ketika petugas Satpol PP sampai di Jalan Dobo, banyak warga langsung menyerang mereka dengan batu, botol, bom molotov, dan air keras.

Pasukan Satpol PP menurut Badjoeri mengambil posisi bertahan dan perlahan merangsek maju namun sesampainya di depan gerbang, mereka disambut dengan ayunan pedang, clurit, dan berbagai senjata tajam lainnya. Sebanyak 29 anggota Satpol PP terluka, hingga bentrokan berhenti sementara pada pukul 10.00 WIB.

Namun hingga pukul 11.30 WIB itu tidak ada perintah dari Balaikota DKI untuk menghentikan penertiban sehingga Satpol PP kembali maju ke pintu gerbang pada pukul 11.30 WIB sampai 12.30 WIB dan bentrokan kembali terjadi, korban juga berjatuhan.

Sekitar pukul 12.30 WIB ada perintah penarikan pasukan dari Balaikota DKI tetapi tidak dapat langsung dilakukan karena sinyal telepon dan radio HT diacak. Setelah semua pasukan Satpol PP berhasil ditarik dari pintu gerbang, Badjoeri menyebut ada massa dalam jumlah besar datang dari arah Jalan Jampea.

"Kami ingin mundur tetapi pasukan kami terlanjur terkepung oleh massa. Akhirnya kami menjebol pagar dan tembok TPK Koja dan mengevakuasi diri melalui laut. Akan tetapi ada pasukan yang tertinggal dan disiksa warga sampai tewas tiga orang," ungkap Badjoeri.

Ia meminta agar polisi mengusut tuntas kasus pembunuhan yang menimpa anggotanya yang dilakukan dengan cara keji menggunakan senjata tajam. Selain korban jiwa, Satpol PP juga kehilangan 24 unit truk, 43 unit mobil Panther, 14 unit mobil KIA, 2 unit mobil komando, 2 unit mobil kijang, satu unit motor, 575 unit pakaian pengendalian massa dan tameng, serta dua unit HT.

Mengenai tuntutan pemecatan dirinya, Badjoeri mengaku bahwa ia akan berlapang dada jika tindakannya dianggap salah. "Semua saya serahkan pada Gubernur," katanya.

Sedangkan untuk tuntutan pembubaran Satpol PP, Badjoeri menyarankan agar pemerintah pusat merevisi UU 32/2004 mengenai pemerintah daerah karena keberadaan Satpol PP dilindungi undang-undang untuk menciptakan ketertiban di daerah.
[inilah.com]

Jejak Nazi di Megamendung

| | | 0 komentar
Deretan makam itu tampak asri dan teduh dalam rimbun pohon Kamboja. Hawa terasa sejuk dan segar karena berada di daratan setinggi 1.000 meter di atas permukaan laut Gunung Pangrango menjadi penghias latar pemandangan menjadi semakin indah.

Namun, ini bukan makam warga setempat, nama yang tertera adalah nama asing. Salib menjadi penanda batu nisan makam tersebut. Salib ini pun berbeda bentuknya, yaitu simetris dengan bentuk melebar ke arah setiap ujungnya, hampir seperti kembang empat helai. Eisernes Kreuz atau Salib Besi, itulah nama asli salib ini. Ini adalah salib lambang militer tentara Jerman.

Pemakaman seluas 300 meter persegi ini ada di dalam wilayah perkebunan PTP Nusantara VIII di Cikopo, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Hanya sekitar 70 km ke selatan Jakarta. Namun untuk menuju lokasi, jalannya memang berkelak-kelok lalu melewati dua pesantren. Saat detikcom berkunjung, Kamis
(8/4/2010), suasana makam tampak resik terjaga.

Pemakaman yang berisi 10 jenazah tentara Jerman ini adalah saksi bisu kehadiran pasukan Nazi Jerman di Indonesia dalam Perang Dunia II. Namun, warga setempat pun tidak menyadarinya. Mereka justru menduga itu makam orang Belanda. Padahal di dekat pintu masuk pemakaman, ada prasasti dari Kedubes Republik Federal Jerman di Jakarta. 'Deutscher Soldatenfriedhof' atau Taman Makam Tentara Jerman.

"Ini sudah lama, dulu yang jaga di sini suami saya, Pak Jaja. Tapi Bapak sudah meninggal. Sekarang saya sama anak yang jagain," kata Ema (70) saat ditemui detikcom di rumahnya, di sebelah makam.

Lurah Sukaresmi, Asep Sudayat, juga tidak bisa bercerita banyak. Menurut dia, makam ini sudah ada sejak tahun 1930-an. "Memang orang sini tidak begitu tahu persis sejarah keberadaan mereka ini, tahu-tahu sudah ada. Soalnya dulu ini sulit ditempuh, karena jalanan yang masih berbatu dan baru satu tahun lalu diaspal," jelasnya.

Namun, sejumlah dokumen ilmiah yang ditelusuri detikcom akhirnya bisa mengungkap
kisahnya lebih jelas. Adalah Herwig Zahorka, sejarawan Jerman yang pernah menerbitkan tulisan soal makam ini pada 2001 dalam sejumlah artikel. Menurut Herwig, ini adalah makam para tentara angkatan laut Jerman pada Perang Dunia II. Namun, lokasi ini sudah dimiliki orang Jerman sejak 1920-an.

Adalah kakak beradik dari Jerman, Emil dan Theodor Hellferich yang membeli tanah di Sukaresmi seluas 900 hektar dan membangun perkebunan teh, usai Perang Dunia I. Pada 1926, mereka lalu membangun tugu untuk mengenang teman-teman mereka yang gugur dalam PD I. Tugu itu bertuliskan, 'Dem Tapferen Deutsch-Ostasiatischen Geschwader 1914' atau Armada Jerman-Asia Timur yang Gagah Berani 1914. Nah, selama mereka membangun perkebunan teh, banyak orang Jerman lain yang bergabung dengan mereka. Ada dokter, insinyur, tukang kayu, seniman dan lain-lain. Helfferich bersaudara kembali ke Jerman pada tahun 1928 dan perkebunan teh diurus oleh Albert Vehring.

Akhirnya Perang Dunia II meletus pada 1939. Adolf Hitler yang disokong oleh Partai Nazi mendeklarasikan perang. Belanda ikut diinvasi Jerman. Hal itu pun berbalas di Hindia Belanda. Tentara Belanda menangkapi warga Jerman di Hindia Belanda, termasuk para pengurus perkebunan teh. Mereka dikirim ke kamp tawanan perang dan perkebunan teh mereka diambil paksa oleh Belanda.

Namun hal itu pun tidak berlangsung lama. Jepang yang merupakan sekutu Jerman, menaklukkan Belanda pada 1943. Tentara Jerman pun masuk lagi ke Jawa bersama Jepang, namun rupanya masuknya tentara Adolf Hitler ini tidak tercatat dalam sejarah. Mereka adalah Angkatan Laut Nazi Jerman (Kriegsmarine) dari armada kapal selam (U-Boot) U-195 dan U-196. Mereka mengambil alih lagi kebun teh di Sukaresmi.

Seperti dicatat sejarah, Jerman dan Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Para tentara Jerman ini pun gugur satu persatu, dan 10 di antaranya dimakamkan di Megamendung. Mereka adalah:

1. Letnan Friederich Steinfeld, meninggal karena disentri dalam tawanan pasukan sekutu
2. Letnan Satu Laut Willi Schlummer, dan
3. Letnan Insinyur Wilhelm Jens, keduanya gugur di tangan pejuang kemerdekaan Indonesia pada 1945 karena disangka tentara Belanda
4. Letnan Laut W Martens, terbunuh dalam perjalanan kereta api Jakarta-Bogor
5. Kopral Satu Willi Petschow, meninggal karena sakit di perkebunan teh mereka
6. Letnan Kapten Herman Tangermann meninggal karena kecelakaan
7. Dr Heinz Haake
8. Eduard Onnen
9 & 10. Dua makam 'Unbekannt' atau tanpa nama.

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?