SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Pascaorde Baru, Masa Subur Teroris di Indonesia

| | | 0 komentar
Reformasi yang bergulir dalam sistem politik Indonesia pada 1999, secara tidak langsung ikut berperan dalam memberikan ruang gerak bagi para pelaku teror ke Indonesia. Mereka berbondong-bondong masuk ke Indonesia untuk menyusun kekuatan.

Berdasarkan data dari kepolisian, sebanyak 464 tersangka teroris telah berhasil dibekuk jajaran kepolisian RI pada rentang waktu 10 tahun. Yaitu dari 1999 silam hingga kini.

Banyaknya jumlah tersangka teroris yang ditangkap menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil teroris terbesar di dunia. Tak hanya beraksi di Indonesia, para teroris asal Indonesia juga disinyalir ikut berpartisipasi di Timur Tengah dan belahan bumi lain, seperti Filipina.

Dari deretan nama teroris yang berhasil ditangkap, praktis hanya Noordin M Top dan Ali yang berasal dari luar negeri. Lainnya merupakan warga pribumi. Mereka ditangkap karena terlibat dalam sejumlah aksi pengeboman. Di antaranya :

1. Pengeboman Plaza Hayam Wuruk dan Masjid Istiqlal pada 1999

2. Pengeboman Gereja GKPI dan Gereja Katolik Medan serta Kedubes Filipina pada 2000.

3. Plaza Atrium Senen pada 2001

4. Peledakan beberapa gereja di malam Natal pada tahun 2000 dan 2001.

5. Peledakan di Kuta Bali dan Mc Donald Makassar pada 2002.

6. Peledakan di JW Marriot pada 2003.

7. Peledakan Kedubes Australia pada 2004.

8. Bom Bali II pada 2005,

9. Bom JW Marriott dan Ritz Carlton pada 2009.

Para tersangka teror sebagian tewas saat menjalankan aksinya, berhasil ditangkap hidup, maupun mati. Keterangan di atas berasal dari Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna saat jumpa pers di Mabes Polri Jakarta, Senin (12/10/2009). "Kepolisian tidak akan lengah dan tetap bekerja. 10 tahun tim tetap mengikuti pergerakan teroris di lapangan," ujar dia.

Nanan menjelaskan, dari 464 tersangka teroris, 40 orang tewas saat penggerebekan oleh tim Densus 88. Sedangkan teroris yang ditangkap hidup sebanyak 12 orang. Selain itu, Densus juga memulangkan 24 orang karena tidak terlibat dalam terorisme usai diperiksa oleh penyidik.

Klasifikasi lain, teroris yang telah divonis dipengadilan sebanyak 334 orang, telah bebas usai menjalani hukuman sebanyak 204, dan masih menjalani hukuman sebanyak 130 orang.

Khusus untuk kasus pengeboman Mega Kuningan pada 2009, polisi telah menangkap 21 tersangka. 11 tersangka ditangkap dalam keadaan tewas dan 10 tersangka berhasil ditangkap hidup-hidup.

Mereka yang tewas adalah Dani Dwi Permana, Nana Ichwan Maulana, Air Setyawan, Eko Sarjono, Ibrohim, Budi Bagus Pranoto alias Urwah, Noordin M Top, Ario Sudarsono, Susilo, Syaifudin Zuhri, dan Syahrir.

Adapun yang berhasil ditangkap hidup adalah Amir Abdillah, Aris Susanto, Indra Arif Hermawan, M Jibril, Ali, Rohmad Puji Prabowo alias Bejo, Supono alias Kedu, Putri Munawwaroh, Fajar Firdaus, dan Sonny Jayadi.

Meski sudah diberantas Densus 88 Antiteror, namum keberadaan kelompok teroris di Indonesia masih kuat. Itu karena mereka menggunakan dua metode dalam melestarikan organisasinya. "Yaitu dengan metode dakwah dan metode aksi militer," ujar dia.

Dalam kaitan itu, Abu Bakar Ba?asyir bertugas di wilayah dakwah dan pendidikan. Adapun wilayah lain digarap Abdullah Sungkar dan para penerusnya, seperti almarhum Amrozi Cs dan Noordin M Top. "Sepeninggal Noordin masih ada Zulkarnaen dan Jajak. Mereka rekan seangkatan Noordin, tapi usianya lebih muda," terangnya.

Teroris Bangkit, Setelah "Tidur" 14 Tahun

| | | 0 komentar
Setelah tidur selama hampir 14 tahun, aksi teror kembali menyeruak di Tanah Air yang dimulai dengan aksi bom Masjid Istiqlal, pada 1999 silam. Teror pun terus bergulir hingga kini.

Dalam rentang waktu tahun 1985 hingga 1999 tercatat sejumlah aksi pengeboman di Indonesia. Namun skalanya dan dampaknya relatif kecil.

Pengeboman Masjid Istiqlal terjadi pada 19 April 1999 kuat dugaan bom Istiqlal bermotif mengadu domba antar-umat beragama. Pelakunya adalah Eddy Ranto alias Umar. Dia adalah lulusan sebuah sekolah teknik kejuruan, jurusan elektronika, di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.

Pria beristri dua ini pernah bekerja sebagai staf bagian perawatan anak perusahaan otomotif Astra. Gawatnya, Eddy disebut aparat sebagai pemimpin sebuah gerakan Islam bernama AMIN (Angkatan Mujahiddin Islam Nusantara). Belakangan polisi lebih senang menyebut mereka Kelompok Amir.

"Tapi insiden ini lebih condong ke bentuk state terorism. Hingga kini dalang pengeboman belum diketahui identitasnya," ujar pengamat terorisme Al Chaidar kepada okezone di Jakarta.

Teror bom pun berlanjut dimana-mana

Setelah pengeboman Masjid Istiqlal, teror menggunakan bom seolah menjadi tradisi di Indonesia. Tercatat pada tahun 2000 saja terdapat empat peristiwa pengeboman di Tanah Air. Jumlah peristiwa pengeboman serupa juga berlanjut pada tahun 2001. Baru pada tahun 2002, jumlah peristiwa pengeboman turun menjadi tiga kasus. Pada tahun 2003 dan 2004 jumlah pengeboman di Indonesia stagnan tiga kasus.

Baru para tahun 2005 jumlahnya naik menjadi lima kasus. Namun pada rentang waktu empat tahun kemudian teror bom absen di Indonesia. Pada 17 Juli 2009 ledakan bom di JW Marriott dan Ritz Carlton kembali mengejutkan publik. Apalagi jumlah korbannya cukup besar. Sembilan meninggal dan puluhan luka-luka.

Berikut daftar kasus pengeboman di Indonesia:

Tahun 2000

1. Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. Dua orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.

2. Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.

3. Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.

4. Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.

Tahun 2001

1. Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. 5 orang tewas.

2. Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.

3. Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.

4. Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta.

Tahun 2002

1. Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.

2. Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.

3. Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.

Tahun 2003

1. Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.

2. Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.

3. Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.

Tahun 2004

1. Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang. (BBC)

2. Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004)

3. Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.

Tahun 2005

1. Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005

2. Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.

3. Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.

4. Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.

5. Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.

Tahun 2009

1. Bom Mega Kuningan, Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Sembilan orang tewas dan puluhan luka-luka.(

sumber okezone

Candi Borobudur Korban Aksi Terorisme

| | | 0 komentar
Setelah insiden pembajakan pesawat Garuda DC 9 Woyla oleh anggota Komando Jihad pada tahun 1981, aksi teror lanjutan terjadi di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada 15 Januari 1985.

Sebuah ledakan cukup dahsyat menghancurkan tujuh stupa pada candi peninggalan Dinasti Syailendra itu. Peledakan Candi Borobudur hingga kini masih menyisakan misteri siapa otak pelakunya.

Memang ada nama Ibrahim alias Mohammad Jawad yang disebut-sebut sebagai dalang pengeboman. Namun sosoknya tetap misterius, karena hingga kini aparat belum berhasil meringkusnya.

Pengeboman Candi Borobudur juga disebut-sebut berkaitan dengan kasus kecelakaan ledakan bom di bus Pemudi Express di Banyuwangi pada 16 Maret 1985 dan peledakan Gereja Sasana Budaya Katolik Magelang beberapa waktu setelahnya.

Polisi lantas menangkap Abdulkadir Ali Alhabsyi dan Husein Ali Alhabsy. Keduanya dituding sebagai pelaku peledakan. Abdulkadir lantas divonis Pengadilan Negeri Malang dengan hukuman penjara 20 tahun. Husein sendiri dihukum seumur hidup sebelum kemudian mendapat grasi dari Presiden BJ Habibie. Husein sendiri menolak tuduhan atas keterlibatannya dalam peledakan Borobudur dan menuding Mohammad Jawad, sebagai dalangnya.

Dalam persidangan, jaksa menuduh bahwa tindakan pengeboman terhadap Candi Borobudur merupakan aksi balas dendam Abdulkadir dan kawan-kawan terhadap peristiwa Tanjungpriok berdarah pada 1983, yang menewaskan puluhan nyawa umat Islam.

Albdulkadir membenarkan motivasi peledakan itu sebagai ungkapan ketidakpuasannya atas peristiwa berdarah itu. Namun, keterangan itu sempat diragukan karena Mohammad Jawad, orang yang disebut Husein sebagai dalangnya, tidak pernah ditemukan oleh aparat.

Peristiwa itu juga meragukan dipandang dari konteks politik kala itu, ketika sejumlah elit politik yang bercokol di punggung rezim Orde Baru memberlakukan politik anti-Islam. Peledakan candi yang disebut satu dari tujuh keajaiban dunia itu dianggap sebagai rekayasa dari kelompok anti-Islam untuk menyudutkan kelompok Islam.

Motif itu semakin kentara karena Abdulkadir mengaku dia tidak mengetahui persis rencana pengeboman. Dia dan ketiga kawan lain pada awalnya hanya sekadar diajak oleh Mohammad Jawad untuk berekreasi. Sebelum kemudian dia berhasil dibujuk untuk mengebom Candi Borobudur. (ful)(ahm)

sumber okezone

Kisah seorang operator Operasi Woyla KOPASSUS

| | | 0 komentar
Oleh: Pelda PL Tobing

“Tunjukkan jati dirimu, lebih baik kita pulang nama dari pada gagal di medan laga”.

Perintah Alm Jenderal TNI LB Murdhani itulah yang memotivasi semangat pengabdian dan pengorbanan Pelda Pontas Lumban Tobing berani berhadapan langsung dengan pembajak untuk membebaskan para penumpang pesawat Garuda Woyla yang disandera pembajak di Don Muang Thailand.
Atas jasanya itu Pelda Pontas Lumban Tobing menerima anugerah kehormatan medali “Bintang Sakti Mahawira Ibu Pertiwi” sebagai penghargaan atas pengabdian dan pengorbanannya yang patut dijadikan suri tauladan bagi semua generasi penerus prajurit TNI.
Pembebasan penumpang pesawat Garuda DC-9 Woyla di bandara Don Muang Thailand merupakan peristiwa spektakuler, bahkan banyak yang menilai keberhasilan itu melebihi keberhasilan Israel dalam membebaskan sandera di Entebbe Uganda.
Keberhasilan TNI dalam hal ini Kopassus dalam aksi pembebasan sandera itu tidak lepas dari perang Pelda Pontas Lumban Tobing salah seorang anggota Kopassus yang tergabung dalam tim pembebasan dan bertindak sebagai penyergap bersama temannya almarhum Ahmad Kirang yang gugur dalam aksi itu. Pak Tobing demikian ia dipanggil sehari-hari rela telah menunjukkan keberanian dan ketebalan tekad melampaui dan melebihi panggilan kewajiban dalam melaksanakan tugas mulia.
Dia dan alm Ahmad Kirang mendobrak pintu pesawat DC-9 Garuda Woyla menyergap masuk menghadapi para pembajak yang berjumlah 5 (lima) orang bersenjata lengkap.Dia dan alm Ahmad kirang langsung berhadapan dengan para pembajak dan saat itu pula juga terjadilah tembak menembak yang tidak seimbang antara penyergap melawan pembajak.
Dua anggota TNI Pelda Pontas Lumban Tobing dengan Capa Ahmad Kirang melawan lima pembajak pembajak ditengah histeria ketakutan para penumpang pesawat DC-9 Garuda Woyla di Bandara Don Muang. Dua orang yang belum bisa membedakan mana pembajak dan mana penumpang. Sementara pembajak sudah siap menghamburkan pelurunya kepada siapapun penerobos yang akan membebaskan para sandera. Dalam adu tembak yang berlangsung tidak lebih dari 5 menit itu 4 pembajak berhasil ditembak mati dan satu orang lainnya dilumpuhkan. Capa Ahmad Kirang gugur dalam aksi penyelamatan sandera itu dengan sejumlah luka tembak di badannya. Sementara Pelda Tobing sendiri kena dua tembakan masing-masing dibagian rusuk dan tangannya.
Pelda Tobing yang pensiun dengan pangkat Kapten menjelaskan kepada Patriot bahwa ia tidak mengira namun bangga ditunjuk menjadi anggota tim pembebasan pesawat Garuda yang disandera oleh pembajak di Don Muang dibawah pimpinan dua perwira yang sangat ia segani yaitu Jenderal TNI Alm LB Murdhani yang saat itu berpangkat Letjen dan Letjen TNI Purn Sintong Panjaitan yang saat itu masih berpangkat Letkol. PL Tobing ketika dipanggil untuk menjadi anggota tim pembebasan saat itu ia masih bertugas di Salemba sebagai pelatih komandan batalyon resimen mahasiswa dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia.“Pada tanggal 29 Maret 1981 pagi-pagi, tiba-tiba saya mendapatkan telpon dari Markas Kopassus (saat itu masih Kopassandha) yang menurut anak buah saya katanya dari Letkol Sintong Panjaitan”, ungkapnya. Sintong Panjaitan memerintahkannya segera ke Cijantung secepatnya. “Saya lihat dibawah sudah menunggu anggota Provost yang siap menjemput saya ke Cijantung, saat itu pula saya berangkat ke Cijantung tetapi saya tidak tahu tugas apa yang harus saya laksanakan”, imbuhnya.Dia mendapatkan penjelasan di Cijantung langsung dari Sintong Panjaitan bahwa tanggal 28 Maret 1981 pesawat Garuda Woyla di bajak di Don Muang Thailand.
Pasukan TNI dari Kopassandha dibawah pimpinan Letkol Sintong Panjaitan dan dibawah koordinasi langsung Letjen TNI LB Murdhani memiliki tugas membebaskan para sandera dan melumpuhkan pembajak.Pada hari itu juga, menurut PL Tobing Tim Khusus yang berjumlah 30 orang dengan berpakaian sipil diberangkatkan ke Don Muang dengan menumpang pesawat garuda jenis DC-10.
Menurut Tobing semua penumpang nampak gelisah dan ditengah-tengah kegelisahan itu tiba-tiba muncul perintah dari Letjen TNI LB Murdhani agar seluruh prajurit memakai seragam lengkap Kopassandha. “Tunjukkan jati dirimu, lebih baik kita pulang nama dari pada gagal di medan laga. Kata-kata itulah yang memotivasi semangat dan keberanian saya untuk berhadapan langsung dengan pembajak dan membebaskan para penumpang yang disandera meskipun harus mengorbankan nyawa saya “, pengakuan Tobing. Maka saya yang ditugaskan sebagai penyergap bersama almarhum Ahmad Kirang tidak gentar sama sekali mendobrak pintu pesawat yang dibajak dan langsung berhadapan dengan para pembajak, tambahnya.PL Tobing dan Ahmad Kirang mendobrak pintu utama untuk menerobos pesawat yang dibajak, meskipun awalnya sesuai rencana di perintahkan masuk melalui pintu darurat. “Pertimbangan saya dan Ahmad Kirang kalau secara senyap masuk melalui pintu darurat begitu nongol akan di gorok pembajak dan kita tidak bisa membedakan mana pembajak dan mana penumpang, maka kita berinisiatif dan memutuskan untuk melalui pintu utama”, jelas Tobing. Ketika berhasil mendobrak pintu dan masuk ke pesawat saya langsung berterika sekeras-kerasnya” Penumpang Tiaraaaaappp” dengan harapan semua penumpang tiarap kecuali pembajak untuk membedakannya, karena kita memang tidak bisa membedakannya dan kita belum bisa melihat apa-apa di badan pesawat karena mata kita masih beradaptasi, tambahnya. Ternyata apa yang dilakukan Tobing memang benar adanya. Seluruh penumpang tiarap keculai pembajak yang saat itu langsung memberondongnya dengan tembakan.Seperti dituturkanya, kejadian tembak menembak itu telah menewaskan teman seperjuangannya Capa Ahmad Kirang dan dia sendiri mengalami dua luka tembak yang terpaksa mengharuskan dia dirawat di Rumah Sakit Gatot Subroto beberapa waktu lamanya. Namun Tim Khusus dari Kopassandha dan tentu saja karena semangat pengabdian dan pengorbanan 2 orang tim penyergap yaitu almarhum Lettu Anumerta Ahmad Kirang dan Pelda Pontas Lumban Tobing ini telah berhasil menambah torehan emasnya membebaskan para penumpang pesawat DC-9 Garuda Woyla di Don Muang Thailand. Atas jasanya itu Pelda Pontas Lumban Tobing menerima anugerah kehormatan medali “Bintang Sakti Mahawira Ibu Pertiwi” sebagai penghargaan atas pengabdian dan pengorbanannya yang patut dijadikan suri tauladan bagi semua generasi penerus prajurit TNI.Ketika ditanya tentang perasaan apa setelah ia berhasil melaksanakan tugas pembebasan penumpang pesawat Garuda Woyla yang sangat spektakuler itu PL Tobing dengan rendah hati dan jujur mengaku bangga. “ Saya dianugerahi Bintang Maha Sakti dan mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa setingkat lebih tinggi menjadi Peltu“, ungkapnya.
Namun jujur saya katakan kenaikan pangkat luar biasa itu bagi saya kurang tepat, karena tanpa kenaikan pangkat luar biasa itu sebetulnya saya sudah diusulkan oleh satuan naik pangkat secara reguler menjadi Peltu. Memang hal ini pernah menjadi pembicaraan di kalangan satuan saya, tapi biarlah yang penting kita dapat melaksanakan tugas dengan baik. “Tapi saya pesan melalui bapak-bapak (Patriot) moga-moga pimpinan TNI memperhatikan kehidupan para penyandang kehormatan Bintang Maha Sakti ini yang jumlahnya tidak banyak.
Khan bapak-bapak akan repot sekali bila harus mengangkat jenasah saya dari rumah ini menuju TMP, karena rumah saya yang jelek dan berada di gang sempit ini”, pesan PL Tobing melalui Patriot.“Memang betul apa yang dikatakan Pak LB Murdhani, lebih baik pulang nama dari pada gagal di medan laga, dan itu saya kira harus ditanamkan dalam jiwa seluruh prajurit TNI”, ungkapnya. Semangat ini yang harus dipelihara, karena saya lihat sudah banyak yang mulai luntur. Rata-rata hanya mengejar materi. “Kita harus bisa membedakan mana yang emas 22 karat, mana emas palsu. Mana perunggu ? Dan hal ini yang harus dimiliki oleh para pemimpin TNI terutama dalam menilai anak buah yang diharapkan menjadi calon pemimpin masa depan”, tuturnya.
Pembinaan karir jangan hanya didasarkan pendidikan saja, tapi juga harus didasarkan pengalaman dan pengabdiannya, tambahnya.

Woyla, Terorisme Pertama di Indonesia

| | | 0 komentar
Peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla jurusan Palembang-Medan pada tanggal 28 Maret 1981, menjadi "jihad" pertama bagi para pelaku terorisme di Indonesia.

Para pelaku teror adalah kelompok Komando Jihad yang menuntut agar para rekannya yang ditahan pascaperistiwa Cicendo di Bandung, Jawa Barat, dibebaskan. Dalam peristiwa Cicendo, 14 anggota Komando Jihad membantai empat polisi di Kosekta 65 pada 11 Maret 1981 dini hari. Usai peristiwa itu, sejumlah anggota Komando Jihad ditahan dan terancam hukuman mati.

Selain meminta para rekannya dibebaskan, para pembajak yang terdiri atas lima orang, juga menuntut uang tebusan USD1,5 juta serta fasilitas pesawat untuk melarikan diri ke Timur Tengah. Mereka mengancam akan meledakkan pesawat apabila tuntutannya tak dipenuhi.

Pembajakan bermula saat pesawat yang dikemudikan Captain Herman Rante baru saja terbang dari bandara Talangbetutu, Palembang. Tiba-tiba para pembajak berdiri di antara para penumpang dan menodongkan senjata. Pilot pun dipaksa mengalihkan arah pesawat menuju Colombo, Sri Langka.

Namun karena bahan bakar tak cukup, akhirnya para teroris mempersilakan pilot untuk membawa pesawat transit di Penang, Malaysia. Setelah mengisi bahan bakar, pesawat lantas terbang lagi menuju Bandara Don Muang, Bangkok.

Aksi para teroris berhasil digagalkan oleh para prajurit Korp Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) yang kini bernama Kopassus di bawah pimpinan Komandan Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan pada 31 Maret 1981 dini hari.

Setelah berhasil mendapatkan izin dari Pemerintah Tahailand untuk melakukan operasi militer, pada Selasa dini hari pukul 02.45 WIB seluruh pintu pesawat Woyla didobrak para prajurit Kopassandha.

Tiga teroris berhasil ditembak mati dan dua luka parah. Sementara 48 penumpang semuanya berhasil diselamatkan tanpa ada satupun yang terluka. Namun, salah seorang personel Kopassandha Letnan Ahmad Kirang dan pilot Herman Rante menderita luka tembak.

Imran bin Muhammad Zein selaku otak pembajakan pesawat kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 1981. Imran sendiri merupakan salah seorang yang terlibat dalam peristiwa Cicendo bersama Maman Kusmayadi, Salman Hafidz, serta 11 orang lain. Maman dan Salman bernasib sama dengan Imran. Kisah ketiganya berakhir di tiang eksekusi.

Sebelum aksi pembajakan ini terdapat juga sejumlah aksi pengeboman di Indonesia. Namun motifnya lebih ke bersifat politis. Seperti percobaan pembunuhan Presiden Soekarno di Perguruan Cikini pada tahun 1962.

Pengamat terorisme Al Chaidar menjelaskan momentum awal munculnya terorisme di Indonesia bermula dari didirikannya organisasi Komando Jihad. Yaitu di wilayah Jawa Timur dan di Medan pada tahun 1976.

"Pimpinan Komando Jihad Jawa Timur Ismail Pranoto lantas merekrut Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba?asyir," jelas Al Chaidar.

Kedua tokoh di atas kemudian mengembangkan ajaran jihad ke wilayah yang lebih luas, termasuk ke Malaysia. Salah satunya karena sikap rezim Orde Baru yang represif terhadap kelompok-kelompok ini.

Hingga kini, menurut Al Chaidar, sel-sel organisasi teroris sudah establish di hampir seluruh wilayah Indonesia. "Jadi bahaya laten terorisme masih tetap ada," ungkapnya.(

Dien Tamaela, Gadis Maluku di Sanubari Chairil

| | | 1 komentar
Puisi Cerita Buat Dien Tamaela ternyata dibuat pujangga Chairil Anwar sebagai pelampiasan kemarahan atas perasaannya pada Dien Tamaela yang tak tersampaikan.

Tidak diketahui secara pasti kapan dan di mana Dien berkenalan dengan Chairil Anwar. Tapi baik Dien maupun Chairil sama-sama sering bolak-balik Jakarta-Yogyakarta.

Di Yogyakarta, Dien tinggal bersama keluarga Tahya-Pattiradjawane, saudara ibundanya yang biasa disapa Tante Putih. Keluarga Tahya-Pattiradjawane mengelola sebuah asrama pelajar dan Dien tinggal di situ jika ke Yogyakarta.

Chairil memang kemudian akrab dan jatuh cinta pada Dien. Tapi Chairil setiap kali harus mengurut dada. Sebab dia harus berhadapan dengan dua perempuan bermarga Pattiradjawane yakni Mien di Jakarta, dan Tante Putih di Yogyakarta.

Chairil sendiri dikenal sebagai pemuda petualang, tidur di mana saja, jarang mandi, jarang ganti baju, tukang begadang dan selalu kekurangan uang. Dengan penampilannya kumal, hal ini sangat kontras dengan Dien.

Tiap kali Chairil bertamu, selalu kena semprotan kata-kata dari dua perempuan Pattiradjawane. Meskipun berkali-kali kena damprat, Chairil selalu saja muncul dengan penampilan dekilnya.

Cerita tentang tifa, pala, laut, sampan, pulau, datuk-datuk yang kemudian muncul dalam puisinya, sesungguhnya ekspresi kemarahan Chairil pada perempuan Pattiradjawane yang menjadi penghalang cintanya pada Dien. Chairil menangkap kisah-kisah tentang Maluku dari perempuan-perempuan itu.

Tahun 1947, Dien beberapa kali ke Yogyakarta. Waktu itu, puisi Cerita Buat Dien Tamaela sudah mulai menjadi buah bibir di Yogyakarta dan Jakarta. Chairil juga sering Yogyakarta.

Tapi menurut Dee, kakaknya itu seorang yang tidak banyak bicara sehingga tidak pernah bercerita sejauh mana hubungannya dengan Chairil. "Dien tidak pernah bercerita tentang Chairil," kata Dee.

Dee menceritakan beberapa momen penting dalam hidup Dien. Meskipun mengakui Dien berkawan dengan Chairil Anwar, namun Dee memastikan bahwa kedua sejoli itu tidak sampai menikah.

Selain Dien tidak pernah mengutarakan niatnya menikah, Chairil juga tidak disukai keluarga Tamaela-Pattiradjawane. "Chairil itu menakutkan," kata Dee.

"Matanya merah, orangnya kurus, rambut gondrong tidak sisir, mirip penjahat," tambahnya lagi.

Dee mengaku hanya sekali berjumpa dengan Chairil pada sebuah toko buku di Jakarta. Waktu itu, ketika berada di toko buku bersama kawannya, tiba-tiba Chairil muncul di hadapan mereka.

"Dee, ini Chairil yang menulis puisi untuk kakakmu," kata sahabatnya.

Dee menyalami Chairil. Itulah pertemuan pertama dan terakhir dengan Chairil sebab penyair itu pun akhirnya mati muda tahun 1949, setahun setelah berpulangnya Dien.

Walau begitu, Dee sangat menghargai karya Chairil Anwar. Di apartemennya, dia masih menyimpan salinan puisi Cerita Buat Dien Tamaela. Dia mengoleksi puisi tersebut dalam beberapa bahasa. (Rudi Fofid/Koran SI/hri)

Ada Sesuatu yang Tidak Beres dengan Negara Ini

| | | 0 komentar
Ada Sesuatu yang Tidak Beres dengan Negara Ini

Dugaan skenario besar pembinasaan Komisi Pemberantasan Korupsi semakin mengerucut. Tim 8 mengendus adanya sesuatu yang tidak beres di dalam negara yang harus menjadi keprihatinan bersama.

Menurut ketua Tim 8 Adnan Buyung Nasution, hasil penelusuran Tim 8 sejauh ini sudah terungkap fakta bahwa pemidanaan atas kasus Bibit dan Chandra terbukti tanpa disertai bukti-bukti yang kuat. "Begitu juga dalam kasus AA (Antasari Azhar). Sekarang sudah terkuak bahwa berita acara direkayasa," katanya.
Ini semakin runyam, semakin kentara bahwa ada sesuatu yang tidak beres di negara ini, saya menjadi amat prihatin," katanya di Gedung Dewan Pertimbangan Presiden, Rabu (11/11).
Dari perkembangan pencarian saksi kunci Yulianto juga masih tanda tanya. Nama Yulianto disebut Ary Muladi sebagai penghubung antara dirinya dengan pejabat di Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. Namun, polisi lebih memilih menetapkan status tersangka kepada Ary Muladi karena belum menemukan Yulianto. "Tapi kalau nanti (Yulianto) ditemukan, akan ada perubahan sangkaan (Ary)," kata juru bicara Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna, Rabu (11/11).
Nanan mengatakan, polisi telah mencari Yulianto sejak Ary menyebutkan nama itu kepada penyidik. "Tapi tidak ketemu juga."
Ary yang telah mencabut berita acara pemeriksaan pertamanya minta dilindungi sebagai saksi tapi ditolak. Anggota Tim 8 Todung Mulya Lubis menganggap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendapat tekanan dari berbagai pihak agar tidak melindungi Ary Muladi. "Saya melihat LPSK diintervensi oleh berbagai kepentingan," kata Todung di sela-sela Workshop Polri di Ruang Rapat Utama Mabes Polri, Rabu (11/11).
Menurut Todung, ada pihak yang mendukung Ary Muladi mendapat perlindungan saksi, ada yang mendukung Anggoro Widjojo dapat perlindungan, dan ada pihak yang tidak mendukung tanpa ada alasan. "Seperti ada pertarungan kepentingan dalam memberikan status saksi," ujar dia.
Hal lainnya yang membuat gusar, mengenai ricuhnya Rapat Dengar Pendapat Umum antara Komisi Hukum DPR dengan sejumlah aktivis anti korupsi, Selasa (10/11) malam. Sejumlah aktivis yang kecewa dengan jawaban Komisi Hukum dan kemudian meninggalkan ruang rapat.
Kericuhan bermula dari pertanyaan Guru Besar Universitas Indonesia Thamrin Amal Tamagola kepada Ketua Komisi Hukum Benny Kabur Harman. Thamrin meminta klarifikasi atas kesimpulan rapat kerja antara Komisi Hukum dengan Kejaksaan.
Salah satu poin dalam kesimpulan tersebut, yakni meminta agar Kejaksaan melanjutkan proses hukum terhadap Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah, dinilai melukai nurani masyarakat. "Dengan kesimpulan seperti itu Komisi III telah mengambil pihak kepada Kejaksaan dan menikam hati nurani rakyat," kata Thamrin.

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?