SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Woyla, Terorisme Pertama di Indonesia

| | |
Peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla jurusan Palembang-Medan pada tanggal 28 Maret 1981, menjadi "jihad" pertama bagi para pelaku terorisme di Indonesia.

Para pelaku teror adalah kelompok Komando Jihad yang menuntut agar para rekannya yang ditahan pascaperistiwa Cicendo di Bandung, Jawa Barat, dibebaskan. Dalam peristiwa Cicendo, 14 anggota Komando Jihad membantai empat polisi di Kosekta 65 pada 11 Maret 1981 dini hari. Usai peristiwa itu, sejumlah anggota Komando Jihad ditahan dan terancam hukuman mati.

Selain meminta para rekannya dibebaskan, para pembajak yang terdiri atas lima orang, juga menuntut uang tebusan USD1,5 juta serta fasilitas pesawat untuk melarikan diri ke Timur Tengah. Mereka mengancam akan meledakkan pesawat apabila tuntutannya tak dipenuhi.

Pembajakan bermula saat pesawat yang dikemudikan Captain Herman Rante baru saja terbang dari bandara Talangbetutu, Palembang. Tiba-tiba para pembajak berdiri di antara para penumpang dan menodongkan senjata. Pilot pun dipaksa mengalihkan arah pesawat menuju Colombo, Sri Langka.

Namun karena bahan bakar tak cukup, akhirnya para teroris mempersilakan pilot untuk membawa pesawat transit di Penang, Malaysia. Setelah mengisi bahan bakar, pesawat lantas terbang lagi menuju Bandara Don Muang, Bangkok.

Aksi para teroris berhasil digagalkan oleh para prajurit Korp Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) yang kini bernama Kopassus di bawah pimpinan Komandan Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan pada 31 Maret 1981 dini hari.

Setelah berhasil mendapatkan izin dari Pemerintah Tahailand untuk melakukan operasi militer, pada Selasa dini hari pukul 02.45 WIB seluruh pintu pesawat Woyla didobrak para prajurit Kopassandha.

Tiga teroris berhasil ditembak mati dan dua luka parah. Sementara 48 penumpang semuanya berhasil diselamatkan tanpa ada satupun yang terluka. Namun, salah seorang personel Kopassandha Letnan Ahmad Kirang dan pilot Herman Rante menderita luka tembak.

Imran bin Muhammad Zein selaku otak pembajakan pesawat kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 1981. Imran sendiri merupakan salah seorang yang terlibat dalam peristiwa Cicendo bersama Maman Kusmayadi, Salman Hafidz, serta 11 orang lain. Maman dan Salman bernasib sama dengan Imran. Kisah ketiganya berakhir di tiang eksekusi.

Sebelum aksi pembajakan ini terdapat juga sejumlah aksi pengeboman di Indonesia. Namun motifnya lebih ke bersifat politis. Seperti percobaan pembunuhan Presiden Soekarno di Perguruan Cikini pada tahun 1962.

Pengamat terorisme Al Chaidar menjelaskan momentum awal munculnya terorisme di Indonesia bermula dari didirikannya organisasi Komando Jihad. Yaitu di wilayah Jawa Timur dan di Medan pada tahun 1976.

"Pimpinan Komando Jihad Jawa Timur Ismail Pranoto lantas merekrut Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba?asyir," jelas Al Chaidar.

Kedua tokoh di atas kemudian mengembangkan ajaran jihad ke wilayah yang lebih luas, termasuk ke Malaysia. Salah satunya karena sikap rezim Orde Baru yang represif terhadap kelompok-kelompok ini.

Hingga kini, menurut Al Chaidar, sel-sel organisasi teroris sudah establish di hampir seluruh wilayah Indonesia. "Jadi bahaya laten terorisme masih tetap ada," ungkapnya.(

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?