SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

JK Pantas Dijuliki "Problem Solver"

| | | 0 komentar
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Andrinof Chaniago menilai Jusuf Kalla (JK) tepat dijuluki pemimpim "problem solver" karena selalu cepat mencarikan solusi untuk setiap persoalan.

"JK lebih tepat dengan julukan pemimpin `problem solver` karena lebih cepat mencarikan solusi dalam setiap persoalan. Bahkan, banyak masalah-masalah, yang tak ada tandingannya dalam menyelesaikan," kata Andrinof di Padang, Sabtu.

Andrinof menyampaikan pandangannya itu ketika menjadi pembicara dalam diskusi buku berjudul `Mereka Bicara JK` yang diselenggarakan Fakultas Sastra Unand dan National Press Club Of Indonesia (NPCI), di Gedung Genta Budaya Kota Padang, Sumbar.

Menurutnya, lima buku yang diterbitkan tentang JK, belum tentu selesai, karena masih banyak sisi-sisi lain yang bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, sehingga masih diperlukan buku-buku lain tentang JK.

JK merupakan seorang pemimpin yang fenomenal, sehingga banyak hal yang bisa diingat, dikenang dan dipelajari dari sosok beliau, kata Andrinov.

Dia menyampaikan, bila perguruan tinggi di Indonesia ingin mengambil pemikiran dari Jusuf Kalla, maka suguhilah dengan rumusan masalah-masalah yang ada.

"Beliau (JK) jago dalam bidang menyelesaikan persoalan, lalu diberikan soal demokrasi, tentu akan sedikit yang bisa diperoleh dengan kehadirannya," katanya.

Andrinof menilai perpisahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Jusuf Kalla (JK) pada Pilpres 2009 merupakan kerugian, karena untuk memperbaiki Indonesia, dipandang tepat karakter pasangan SBY-JK.(*)

sumber antaranews

Panjang Nian Musim Tawuran Kali Ini

| | | 0 komentar
Musim durian telah jauh pergi, begitu juga mangga, musim rambutan baru tiba sekira dua bulan lagi. Satu-satunya musim yang panjang usianya di negeri ini ternyata tawuran.

Musim durian telah jauh pergi, begitu juga mangga. Satu-satunya musim yang panjang usianya di negeri ini adalah tawuran!

Kenangkanlah, sejak membuka tahun 2010 di bulan Januari, udara kita telah dipenuhi berbagai huru-hara. Pada Minggu (3/1/2010) dini hari di Cirebon, dua kelompok pemuda berbeda kampung, yaitu Kampung Kesunean Utara dan Cangkol, yang sama-sama bermukim di Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, terlibat perkelahian massal.

Bulan Januari pun ditutup oleh tawuran para suporter kesebelasan yang berlaga pada Liga Indonesia. Mereka yang bergelut adalah sesama suporter Persija, Persijap dengan Persija, Persija dengan Persib, belum lagi bonek yang bikin resah di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Memasuki bulan Februari, tanggal 17 tepatnya, tawuran mahasiswa pecah di Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Dua kelompok yang bertikai berasal dari fakultas teknik dan fakultas peternakan.
Pada 6 Maret tawuran antarpemuda terjadi di Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, yang menyebabkan satu orang tewas. Frederik Lusa Saba Neno, mahasiswa Universitas Kristen Kupang asal Belu yang menghuni asrama Bougenvile, di Kelapa Lima, tewas terpanah. Tanggal 12 Maret, dua kelompok pelajar perang batu di sepanjang Jalan Raya H Edi Sukma, di Desa Pasirmuncang Kecamatan Caringin, Jumat siang. Tawuran pelajar ini mengakibatkan kemacetan di sepanjang jalan dari arah Ciawi hingga perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi.

Seminggu kemudian, tawuran antar desa terjadi di Kabupaten Cirebon, Selasa (20/4/2010) dini hari. Akibatnya, sejumlah warga mengalami luka serta rumah mengalami rusak.

Sehari berikutnya, dua kelompok warga di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (21/4/2010) tawuran. Dua orang terluka. Warga Punia Sabe dan Punia Keteng saling lempar batu serta botol seusai menonton hiburan dangdut.

Yang menyedihkan adalah saat anak-anak SD juga telah mempraktikkan teladan buruk dari para seniornya, belasan anak usia belasan tahun yang masih mengenakan seragam sekolah dasar terlibat tawuran di bawah fly over Jalan Latumenten, Jakarta Barat, Sabtu (22/5/2010) siang. Mereka saling lempar batu. Belum diketahui kelompok yang terlibat tawuran tersebut.

Bulan Mei akhir, suporter Persija Jakarta, Jakmania, terlibat tawuran dengan warga di sekitar Pejompongan, Jakarta Pusat. Mereka saling melempar batu.

Selain Jawa, Makassar rupanya menjadi wilayah langganan tawuran. Memasuki bulan Juni, tawuran antarmahasiswa satu kampus di Universitas Negeri Makassar, Selasa (15/6/2010) malam menyebabkan dua korban terluka dan kritis di Rumah Sakit Polri Bhayagkara. Kedua korban itu adalah mahasiswa jurusan teknik otomotif, Dodo Rifaldi (20), warga Jalan Paopao, dan Suardi bin Amirudin, warga Jalan Muhjirin Nomor 23 Makassar.

Sebulan kemudian, tawuran antara Kampung Kesunean Utara dan Cangkol Selatan Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon, Jawa Barat, kembali terjadi, Minggu (11/7/2010) dini hari.

Membuka bulan Agustus, Dua kelompok pemuda di Jalan H Makadompit di depan Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (1/8/2010) dini hari, kembali tawuran. Empat pemuda terluka akibat terkena busur.
Sehari kemudian, gara-gara saling ejek antarpelajar, memicu tawuran di sepanjang Jalan Kramat, dekat Markas Kepolisian Sektor Jakarta Pusat, Senin (2/8/2010). Puluhan pelajar dari dua sekolah menengah kejuruan (SMK) perang batu di tengah jalan. Akibatnya, lalu lintas dari arah Senen menuju Matraman macet total.

Musim tawuran kali ini memang panjang, sangat panjang dan sudah sampai pada titik mengerikan. Data BPS 2008 memaparkan: 2283 desa di Indonesia mengalami perkelahian massal, konsentrasinya di Jawa Barat (270 desa), Jawa Tengah (262 desa), Papua (230 desa), Nusa Tenggara Timur (165 desa) dan Jawa Timur (176 desa). Belum lagi tawuran pelajar, mahasiswa, antarkampung.
Menurut seorang sosiolog asal Jerman, Emille Durkheim, tawuran termasuk perilaku menyimpang atau deviance. Faktor penyebab deviance sendiri beraneka ragam sehingga diperlukan analisis dengan perspektif sosiologi konflik untuk menemukan upaya rekonsiliasi yang mampu mengamodasi permasalahan tersebut.

Tapi rupanya teori Tuan Durkheim di atas memang rada kurang pas untuk negeri ini. Lihatlah, berapa kali rekonsiliasi terjadi di Papua, tapi nyatanya perang suku masih terjadi. Berapa puluh kali para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pelajar, guru, dikumpulkan untuk mengakurkan mereka yang bersengketa, toh tawuran masih saja terjadi.

Komitmen itulah saya kira yang jadi soal. Jika di Barat tempat Tuan Dur bermukim, semua orang menghormati komitmen, di negeri ini rasanya menganggap komitmen tak lebih dari obrolan ringan yang dengan gampang dilupakan.

Tentu ada soalnya mengapa kita amat mudah mengabaikan komitmen. Salah satu penyebabnya adalah suri tauladan yang kita dapatkan dari para tokoh yang juga menganggap remeh komitmen. Simaklah beberapa peristiwa, betapa komitmen untuk mengabdi kepada bangsa dan negara oleh para pejabat ternyata cuma omong kosong yang berujung pada banyaknya pejabat yang masuk bui karena kasus korupsi.

Belum lagi contoh buruk yang dipamerkan oleh para anggota dewan yang kerap berantem dan menjadi sajian khalayak di televisi. Belum lagi situasi lainnya, terutama ekonomi, yang amat mengimpit bangsa ini, yang membuat sebagian warga putus asa dibuatnya.

Untuk tawuran pelajar, mungkin saja anggapan yang menyatakan bahwa prosedur pendidikan di Indonesia berpengaruh terhadap koflik yang marak terjadi, benar adanya. Pendidikan di negeri ini cenderung memaksakan seorang pelajar untuk berpikir sesuai dengan kurikulum yang dibuat oleh pemerintah. Dan kurikulum cenderung mengeksploitasi kemampuan berpikir dari pelajar. Akibatnya, para pelajar merasa dipenjara oleh fakta sosial pendidikan yang ada sehingga ingin melakukan hal yang menurut mereka di luar dari fakta sosial tersebut dan bersifat deviance.

Bukankah pendidikan sebenarnya hanyalah sekumpulan konsep dari rumus, teori, dan ujian? Tapi mengapa kita mempertaruhkan masa depan bangsa kita sedahsyat seperti sekarang ini? Pemerintah dengan pongah memaksakan kehendaknya untuk menyelenggarakan ujian nasional, yang di sebaliknya juga minta ampun banyaknya kecurangan yang terjadi.

Sambil berharap-harap cemas, moga-moga musim tawuran yang panjang ini cepat pergi. Entahlah siapa yang akan menggebahnya dari bangsa ini. Mungkin para seniman yang selama ini kerap mengharumkan nama bangsa—tapi sering pula diabaikan oleh negara—bisa mulai diberdayakan secara maksimal, setidaknya untuk meneduhkan hati dan pikiran bangsa ini. Atau....

sumber kompas

Emha: Rakyat Tak Punya Jalan Keluar

| | | 0 komentar
Tempo hari, artis gaek Pong Harjatmo nekat memanjat "gedung kura-kura" DPR dan menuliskan kalimat "JUJUR ADIL CERDAS". Kemarinnya lagi, ada pelajar SD bunuh diri, kemarinnya lagi..., Dan hari ini enam warga Cempaka Putih, Jakarta, mengubur diri karena menolak penggusuran. Mereka melakukan aksinya di pekarangan rumah mereka, Jalan Kompleks Perkantoran Rawa Kebo, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang rencananya digusur pemerintah, Selasa besok.

Di dalam lubang berdiameter 1 m dengan dalam 1,2 m ada Salmah, Paidi, Dadang Sukanta, Dyatmo Suminto, Firzen Saleh, dan Suherman.

Menanggapi peristiwa tersebut, budayawan Emha Ainun Nadjib menyoroti bahwa rakyat kini sudah tidak mempunyai jalan keluar karena sistem yang resmi tidak mengakomodasi dan tidak pernah bertanya kepada rakyat. "Sistem pemerintahan sudah ada, sistem negara sudah ada, perwakilan rakyat juga sudah ada, tapi itu semua tidak mengakomodasi, maka akhirnya mereka mencari pola-pola solusi lain," ungkap Emha saat dihubungi melalui telepon, Senin (2/8/2010) siang.

Maklumlah, lanjut Emha, kalaupun rakyat menempuh jalur hukum toh di jalur ini ada dismanajemen dan kelemahan-kelemahan konstitusi, bahkan pada beberapa kasus mengisyaratkan hukum kita belum jadi. Kalaupun sudah nampak jadi, masih ada gangguan dari aparat yang curang. "Kalau jatuhnya vonis A, ternyata praktiknya B. Kalau kita kehilangan kambing, menempuh jalur hukum malah bisa kehilangan sapi," ujar Emha.

Menurut Emha, negara ini belum layak disebut negara atau belum berperilaku normal laiknya sebuah negara. "Ini untuk mengatakan negara ini batal untuk disebut negara."

Emha menambahkan, para petugas yang bekerja di pemerintahan dan para penegak hukum yang dibayar oleh rakyat belum berperilaku sebagaimana seharusnya. Maka tidak heran apabila muncul kasus-kasus seperti yang terjadi, termasuk yang sekarang dialami oleh enam warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat itu. "Itu semua mencerminkan bahwa sekian lama kita membangun demokrasi, ternyata tidak sanggup meletakkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, sebagai pemilik negara, dan Tanah Air.

Bahkan, sudah menjadi gejala umum ada pemahaman pemikiran yang terbalik antara hubungan rakyat dengan negara, rakyat dengan pemerintah, dan pemerintah dengan negara.

"Banyak aparat yang tidak mengerti bahwa negara ini adalah milik rakyat. Contohnya, KTP itu bukan tanda pengenal yang harus diminta oleh rakyat dalam rangka mengabsahkan mereka sebagai warga negara. Rakyat Indonesia itu begitu lahir kan secara otomatis sudah menjadi warga negara. Nah, pemerintah itu dibayar untuk menandai tanpa diminta oleh rakyatnya."

Emha memberi contoh lain. Jika polisi menilang, maka mereka meminta kartu identitas, SIM, STNK. "Kalau kita tanya balik, mohon Bapak menunjukkan tanda pengenal. Pada beberapa kesempatan, polisi biasanya menjawab bahwa yang ditilang tidak punya hak untuk meminta kartu identitas. Lah ini bagaimana, bukankah yang jadi bos itu rakyat? Tidak ada tilang pun masyarakat boleh sewaktu-waktu mengecek keabsahan para petugas penegak hukum, apa mereka beneran atau gadungan?"

Emha menyimpulkan, banyak aparat pemerintah yang tidak mengerti bahwa mereka adalah buruhnya negara, dan yang mempunyai negara adalah rakyat. Nah, sekarang ini rakyat tidak ada, yang ada adalah penduduk.

"Bedanya rakyat dan penduduk, dari terminologinya saja rakyat yang berasal dari bahaya Arab ro'yah artinya kepemimpinan, kumpulan manusia yang mempunyai kedaulatan. Sementara itu, penduduk adalah orang-orang yang tinggal di suatu tempat yang tidak memiliki kedaulatan apa-apa, sama dengan zaman kerajaan. Statusnya cuma menumpang. Jadi kesimpulannya, ini bukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi negara kerajaan Indonesia."

sumber kompas

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?