SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Krisis Semenanjung yang Tak Berujung

| | |

"Sivis pacem, para bellum". Jika mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang.

Boleh jadi pepatah militer kuno Romawi itu sekarang ada dalam benak para pemimpin dan rakyat Korea Selatan. Beberapa kali ”serangan brutal” seteru sekaligus negeri tetangga mereka, Korea Utara, bukan tidak mungkin menyebabkan mereka sampai kehilangan akal.

Belum habis dibuat bergidik dan terkejut ketika Maret lalu dunia dikejutkan melihat rekaman serangan torpedo ke kapal perang Angkatan Laut Korsel, Cheonan, yang diduga kuat berasal dari Korut dan menewaskan 46 prajurit AL Korsel, Pyongyang berulah lagi.

Pada tanggal 23 November 2010, militer Korut membombardir Pulau Yeonpyeong dengan ratusan peluru meriam artilerinya, yang menewaskan empat orang, sebanyak dua orang di antara mereka adalah warga sipil penduduk pulau itu. Dunia kembali mengutuk tindakan itu.

Akibatnya bisa dimaklumi bila Presiden Korsel Lee Myung-bak, sesaat sebelum memulai latihan perang besar-besaran tidak jauh dari kawasan netral kedua negara (DMZ), bereaksi geram dan berjanji akan membalas dengan serangan besar-besaran jika Korut kembali memprovokasi.

”Saya dahulu berpikir kita bisa menjaga perdamaian jika bersabar. Namun, sepertinya hal itu tidak berlaku untuk kasus (menghadapi Korut) sekarang. Ketakutan terhadap perang tidak pernah akan membantu mencegah terjadinya peperangan,” ujar Presiden Lee yang datang langsung ke lokasi.

Kematian ke-46 pelautnya dalam insiden penorpedoan terhadap kapal perang Cheonan sangatlah membekas dan memicu kemarahan besar yang terus berlanjut. Bahkan dalam beberapa kali pembicaraan di antara kedua negara, Korsel menuntut masalah itu dibahas dan diungkap.

Pihak Korut memang tidak pernah mengakui militernya yang ”menghajar” kapal perang itu dengan serangan torpedo. Namun, tim investigasi menemukan serpihan bekas torpedo bertulisan gaya Korut di puing-puing korvet berbobot mati 1.200 ton tadi.

Dalam sejarahnya, provokasi dan agresivitas Korut diyakini memang semakin meningkat seiring dengan perubahan rezim di Korsel. Pada dua pemerintahan Korsel sebelumnya kedua negara bisa sedikit ”bermesra-mesraan”, tetapi kondisi berubah 180 derajat ketika Presiden Lee Myung-bak terpilih pada pemilu 2008.

Pemerintahan Lee, yang didukung kalangan garis keras dan konservatif, tidak menginginkan adanya sikap ”lembek” terhadap Korut, seperti ketika dua pemerintahan lalu menerapkan kebijakan ”Sinar Mentari” (Sunshine Policy) terhadap negara komunis itu.

Kebijakan ”Sinar Mentari” di masa pemerintahan mantan Presiden Kim Dae-jung dan Roh Moo-hyun sebelumnya memang menunjukkan sikap yang jauh lebih ”ramah” dan kooperatif melalui pemberian berbagai macam bantuan dengan harapan Korut ”tobat” dan bersedia melucuti program nuklirnya.

Kebijakan itu didasari filosofi sebuah dongeng anak-anak (fabel) tentang persaingan antara Matahari dan awan. Keduanya bertaruh siapa paling kuat yang mampu memaksa seorang pengelana membuka jubahnya. Sang awan dengan embusan angin dinginnya yang kuat malah membuat si pengelana merapatkan jubahnya. Namun, sang mentari dengan sinar hangatnya justru membikin si pengelana sukarela membuka jubahnya karena kegerahan.

Moral ceritanya, kebaikan akan menghasilkan kebaikan lain secara resiprokal. Berbagai bantuan untuk rakyat Korut yang miskin dan kelaparan diharapkan berbuah kesukarelaan Pyongyang menghentikan program nuklirnya, yang berujung pada penyatuan kembali kedua Korea.

Dalam sebuah kesempatan, anggota legislatif dari Partai Demokratik, Choo Mi-ae, menyayangkan, pemerintahan garis keras dan konservatif Presiden Lee justru merusak pencapaian positif yang sudah didapat dari pendekatan dua pemerintahan terdahulu. Semua berubah ketika Presiden Lee mengambil alih kendali kepemimpinan Korsel, Februari 2008.

”Seharusnya Korea belajar pada kebijakan pendekatan Jerman Barat, yang saat itu sangat didukung baik kekuatan politik konservatif maupun liberal di sana, selama hampir dua dekade. Akibatnya, proses reunifikasi Jerman pun sukses,” ujar Choo.

Akankah Korut kembali berulah? Boleh jadi semua pihak masih harus berharap-harap cemas dan bersiap-siap terkejut dengan ”ulah” Korut yang lainnya.

(AP/AFP/REUTERS/BBC/THE KOREA TIMES/DWA)


Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2011/01/06/0330535/krisis.semenanjung.yang.tak.berujung

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?