SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Romusha, Neraka Ala Soekarno!

| | |

Pada 1942, Jepang menguasai Indonesia. Mereka berhasil mengambil alih kendali dari tangan Belanda. Begitu pula di beberapa negara asia tenggara lainnya, Jepang juga berhasil menguasai dan mengendalikannya.

Demi mempertahankan daerah-daerah kekuasaannya tersebut, Jepang merencanakan pembangunan rel kereta api guna mempercepat pengangkutan logistik dan tentara. Jepang juga merencanakan untuk menambang sumber daya alam Indonesia (emas, batu bara dan lainnya). Untuk mengerjakan semuanya, Jepang membutuhkan banyak pekerja paksa atau dalam bahasa Jepang disebut romusha: pahlawan kerja.

Di Indonesia, romusha dihimpun langsung oleh Presiden Soekarno. Konsekuensi langsung dari kebijakan politik terkait kesepakatan dengan Kaisar Jepang, Tenno Heika, untuk mempercepat dan mendukung proses kemerdekaan Indonesia.

Para pemuda dan orang dewasa -Belanda dan pribumi- dibujuk, ditangkap paksa dan diangkut dengan truk. Mereka kemudian dikirim ke pelbagai lokasi kerja, di Indonesia maupun di negara lain. Jumlah yang terhimpun sekira 4-10 juta orang. Banyak dari mereka yang mati mengenaskan: kelaparan, kedinginan, sakit, disiksa, dibunuh dan sebagian menjadi santapan binatang buas.

Terkait romusha, presiden Soekarno melontarkan beberapa pernyataan:

“Sesungguhnya akulah yang mengirim mereka untuk kerja paksa. Ya, akulah orangnya. Aku menyuruh mereka berlayar menuju kematian. Ya, ya, ya, akulah orangnya. Aku membuat pernyataan untuk menyokong pengerahan romusha. Aku bergambar dekat Bogor dengan topi di kepala dan cangkul di tangan untuk menunjukkan betapa mudah dan enaknya menjadi seorang romusha…”

“…Aku melakukan perjalanan ke Banten untuk menyaksikan tulang-tulang kerangka hidup yang menimbulkan belas, membudak di garis belakang, jauh di dalam tambang batu bara dan emas. Mengerikan. Ini membuat hati di dalam seperti diremuk-remuk.”

“Ada dua jalan untuk bekerja. Pertama dengan tindakan revolusioner, kita belum siap. Kedua adalah bekerja sama dengan Jepang sambil mengonsolidasikan kekuatan dan menantikan sampai tiba saatnya ia jatuh. Saya mengikuti jalan kedua.”

“Dalam setiap perang ada korban. Tugas dari seorang panglima adalah memenangkan perang, sekalipun akan mengalami beberapa kekalahan dalam pertempuran di jalan. Andaikata saya terpaksa mengorbankan ribuan jiwa demimenyelamatkan jutaan orang, saya akan lakukan. Kita berada dalam suatu perjuangan untuk hidup…”


*****

Logas adalah kawasan di tengah hutan belantara antara Sumatera Barat dan Riau. Pada 1943-1945, Jepang membangun rel kereta api di sini, menghubungkan Sumatera Barat dan Riau. Puluhan romusha dikerahkan untuk mengerjakannya. Logas menjadi kawasan pekuburan dan saksi bisu tragedi yang mengerikan.

Romusha terdiri dari pemuda-pemuda pribumi yang ditangkapi secara paksa sepulang sekolah; bahkan yang sedang nongkrong atau jalan-jalan. Mereka diangkut dengan truk dan dibawa ke Logas. Beberapa tawanan Belanda juga dijadikan romusha.

Para romusha hidup di tengah hutan belantara. Dikomandoi Letnan Doi Isamu yang kejam, mereka bekerja keras siang-malam, makan seadanya dan tidur berselimutkan dingin dan sengatan nyamuk malaria. Kalau mereka lari, harimau sumatera dan binatang buas lainnya siap menerkam di hutan. Tak ada catatan pasti tentang jumlah kematian, tapi yang jelas: belasanromusha mati tiap harinya selama dua tahun.

Bagaimana dengan romusha Indonesia yang dikirim ke negara lain? Di negara Burma, sebagaimana diakui dan digambarkan presiden Soekarno: hampir 99% mati.[]

Sumber:

“Bung Karno dan Lembar Hitam Romusha” oleh Roso Daras.

“Neraka Rimba Logas” oleh Marthias Dusky Pandoe.


http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/04/romusha-neraka-ala-soekarno/

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?