Suara keras bergemuruh akibat tumbukan benda keras, Sabtu (2/10/2010) sekitar pukul 02.45, mengejutkan Nurjiman (41) dari tidur lelapnya. Suara dari depan tempat tinggalnya itu kemudian diikuti derap lari orang dan teriakan minta tolong.
Dengan kondisi masih setengah sadar, Nurjiman langsung menghambur keluar rumah. Ia masih mengenakan celana pendek dan kaus oblong putih. Rasa kagetnya bertambah ketika di depannya terdapat ratusan orang berlarian ke sana kemari. ”Ada sepur (kereta api) tabrakan,” ucap salah satu warga.
Nurjiman yang tinggal di tepi rel kereta api atau di seberang Stasiun Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, itu langsung sadar telah terjadi kecelakaan kereta api. Tanpa pikir panjang, petugas keamanan desa itu kemudian mendekati lokasi kejadian.
Di hadapan Nurjiman telah terjadi kecelakaan KA Senja Utama dan KA Argo Bromo Anggrek dengan korban setidaknya 36 penumpang tewas dan 40 lainnya luka-luka. ”Ada yang penumpangnya tersangkut di jendela, ada yang terjepit, pokoknya tragis,” kata warga Desa Serang, Petarukan, ini.
Bersama dengan sekitar 20 warga Desa Serang lainnya, lelaki kurus ini langsung bahu-membahu mengeluarkan korban yang terjepit kursi dan ruang sempit di dalam gerbong. ”Yang kami bantu duluan adalah korban yang masih hidup agar bisa terselamatkan,” ujarnya.
Tanpa bantuan alat, mereka membantu dengan semangat. Bahkan, beberapa warga berinisiatif menggunakan tangga untuk menaiki gerbong yang terguling agar dapat mengeluarkan penumpang. Mereka pun berbagi tugas, ada yang mengeluarkan penumpang dan sebagian lain membawanya ke luar dari area kecelakaan.
Jaka Santosa (47) juga berada di antara barisan warga tersebut. Dengan sigap, lelaki tinggi besar ini menggendong korban-korban luka ke rumah warga yang berada di sekitar Stasiun Petarukan. ”Pokoknya penumpang kami pindahkan dulu ke tempat yang aman meskipun kami tidak tahu cara mengobati mereka,” ucap Jaka.
Seperti halnya Nurjiman, Jaka pun rela melupakan tidur nyenyaknya begitu diberi tahu warga lainnya terdapat kecelakaan KA. Dia pun menggalang bantuan dari warga lain yang saat itu juga masih beristirahat.
Tidak tebersit rasa takut dalam benak Nurjiman dan Jaka meskipun harus bergumul dengan puing-puing kereta, menyusup ke celah-celah gerbong, dan turut berlumuran darah. ”Jika kami jadi para penumpang itu, kami juga butuh pertolongan yang sama,” kata Jaka.
Evakuasi
Pertolongan warga sekitar memang menjadi uluran tangan pertama kepada korban kecelakaan KA tersebut. Bantuan medis dari rumah sakit baru datang sekitar setengah jam kemudian.
Alat berat yang didatangkan dari Kota Tegal untuk membantu evakuasi penumpang juga baru tiba sekitar pukul 07.00. Proses evakuasi korban akhirnya selesai sekitar pukul 10.30 karena sebagian korban yang tertindih gerbong dan terjepit puing-puing badan KA harus dikeluarkan memakai alat berat.
Sejumlah tim medis dari Puskesmas Klarean, Petarukan, sempat memberikan infus kepada korban yang masih tertindih reruntuhan gerbong selama proses evakuasi. Menurut Komandan SAR Jateng untuk wilayah Pekalongan Hengky Susilo Hadi, proses evakuasi harus mendatangkan bantuan mobil rescue dari Basarnas beserta mesin potong besi dan elektrik.
Kerja keras warga telah menyelamatkan satu, dua, bahkan puluhan nyawa sampai dibawa ke rumah sakit terdekat, seperti Rumah Sakit Umum Daerah Dokter M Ashari, RS Santa Maria, dan RS Islam Al Ikhlas Pemalang.
Sebagai bentuk belasungkawa terhadap para keluarga korban, warga Desa Serang juga mengadakan tahlilan pada Sabtu malam. ”Kami berharap tidak ada lagi kejadian seperti ini di masa mendatang,” tutur Jaka.
Kepala Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jateng Komisaris Besar Dwi Sigit Nurmantyas mengakui, pertolongan warga setempat saat kejadian meringankan tugas aparat dan petugas medis. Bahkan, terdapat beberapa warga di sekitar lokasi kejadian yang juga meminjamkan tabung gasnya untuk dipakai keperluan pengelasan badan KA yang sulit diangkut.
Selain warga setempat, beberapa relawan, seperti petugas Palang Merah Indonesia, tim SAR, dan relawan medis, sangat membantu, baik saat proses evakuasi maupun perawatan.
Kendati demikian, juga terdapat ratusan warga Pemalang yang hadir di lokasi kejadian hanya untuk menonton saat evakuasi berlangsung. Kondisi ini cukup mengganggu ruang gerak petugas dan alat berat yang sedang bekerja.
Namun, warga ini tak jauh beda dengan sebagian petugas dari berbagai instansi yang hadir di tempat kejadian, hanya untuk mengobrol dan setor muka. Kehadiran memang dibutuhkan dalam peristiwa besar seperti ini, tetapi akan berguna jika semua petugas dapat bergerak cepat menolong para korban yang sudah tidak berdaya. (Harry Susilo/ Siwi Nurbiajanti)
Editor: Glori K. Wadrianto | Sumber : Kompas Cetak
Kejujuran Itu Memerdekakan Dan Menenangkan
13 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar