Pembentukan sekretariat gabungan (Setgab) tak pelak adalah politik kartel jilid baru. Pada awal pembentukan kabinet Indonesia bersatu Jilid II, sebagian besar parpol membentuk aliansi besar untuk mendukung kepemimpinan politik SBY. Pembentukan aliansi besar ini dituangkan dalam komitmen bersama yang bernama pakta integritas. Pakta integritas antar parpol adalah deklarasi politik kartel dari partai-partai politik.
Pakta Integritas: Pembentukan politik kartel
Setelah menang pilpres 2009, SBY dalam berbagai forum kerapkali mewacanakan pentingnya kerjasama politik dan menghentikan kompetisi. Kompetisi politik sudah berakhir di pilpres dan kerjasama politik dimulai dalam pemerintahan, begitulah alam pikiran SBY.
SBY ingin jalannya pemerintahan untuk lima tahun ke depan tak diganggu oleh pertarungan atau kompetisi politik. Koalisi pilpres 2009 tak cukup memuaskan keinginan SBY untuk merangkul sebanyak mungkin kekuatan politik. SBY bergeming menghadapi ancaman sejumlah mitra koalisi pilpres yang tak menghendaki perluasan koalisi. Ia terus mengintensifkan pendekatan terhadap Aburizal Bakrie dari Partai Golkar dan Taufik Kiemas dari PDIP. Terpilihnya Taufik Kiemas sebagai Ketua MPR tak bisa dipungkiri adalah hasil dari lobi politik untuk merangkul PDIP. Demikian juga dengan kemenangan Aburizal Bakrie yang terang-terangan ingin bergabung ke koalisi pemerintah mengalahkan Surya Paloh yang ingin berada di luar kabinet, semakin memuluskan langkah SBY untuk membentuk koalisi besar, baik di eksekutif maupun legislatif.
PDIP memang menolak tawaran SBY, tetapi dengan bergabungnya Partai Golkar, koalisi besar di eksekutif dan legislatif tetap terwujud. SBY ingin para anggota koalisi membuat komitmen politik semua anggota koalisi untuk mendukung jalannya pemerintahan lima tahun ke depan. Anggota koalisi menandatangani suatu perjanjian politik yang tertuang dalam pakta integritas. Pakta integritas, selain merupakan deklarasi dari ikrar anggota koalisi untuk mendukung pemerintah SBY, juga merupakan deklarasi politik kartel di Indonesia.
Koalisi besar pemerintah nyaris tak menyisakan kompetitor politik. Hanya PDIP yang mempunyai kekuatan politik signifikan, sedangkan dua partai lainnya, Gerindra dan Hanura, adalah partai kecil dalam peta politik nasional. Banyak pihak khawatir tak ada kontrol terhadap kekuasaan. Namun demikian, politik kartel ternyata tak berjalan mulus. Sejumlah parpol yang berada dalam koalisi menyerang kebijakan pemerintah dalam kasus bail out bank Century. Partai Golkar dan PKS adalah dua partai kartel yang paling keras menyerang pemerintah khususnya Sri Mulyani. Pukulan bertubi-tubi dari luar dan dalam politik kartel akhirnya menyebabkan SBY mengorbankan Sri Mulyani demi kestabilan pemerintahan dan demi keberlanjutan politik kartel.
Sebenarnya SBY bisa memilih untuk menindak anggota koalisi yang menyerang kebijakan pemerintah. Sejumlah petinggi partai Demokrat dan mitra koalisi di luar partai Golkar dan PKS telah meminta SBY untuk bersikap tegas kalau perlu mengeluarkan partai Golkar dan PKS dari koalisi. Alih-alih mengindahkan permintaan mereka, SBY tunduk pada manuver partai Golkar yang ingin membubarkan koalisi awal dan membentuk Setgab.
Setgab : Menata Ulang Politik Kartel
Kalau kita bandingkan antara Setgab dengan koalisi pemerintahan yang dibentuk pada masa pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, tak ada bedanya dari segi keanggotaan koalisi. Tak ada partai politik yang keluar dari koalisi pendukung pemerintah. Kalau tidak ada yang berbeda, kenapa mesti membentuk Setgab?
Pihak SBY mungkin beranggapan bahwa pakta integritas tak cukup menjamin loyalitas dari mitra koalisi. Sedangkan para pembela Setgab (khususnya mereka yang berasal dari Partai Golkar), menganggap pakta integritas tak mempunyai mekanisme koordinasi yang jelas. Menurut mereka harus ada kepemimpinan yang kuat dalam Setgab, dan Aburizal Bakrie adalah figur yang mampu menjadi pemimpin koalisi.
Setgab adalah muara dari upaya SBY dan Partai Golkar menata ulang politik kartel di eksekutif dan legislatif. Pertemuan arus inilah yang telah meredam gelombang politik bail out bank Century. Manuver politik kartel terus dilakukan. Wacana dana aspirasi, dana desa, dana aspirasi rumah terus digulirkan di legislatif. Namun demikian, manuver politik kartel tak jua berjalan mulus. Dana aspirasi turut memperuncing perbedaan di antara para pelaku politik kartel. Partai Golkar merasa sendirian, ditinggalkan oleh mitra koalisinya. SBY makin cemas dengan manuver partai Golkar yang mengancam akan membubarkan Setgab. Juga muncul persaingan antara Partai Golkar dengan PAN di Setgab. Ketidakmenentuan arah politik kartel mungkin menjadi dasar rencana reshuffle kabinet yang terus bergulir.
Sebenarnya politik kartel baik itu pakta integritas atau setgab, telah membuat SBY terperangkap dalam labirin ketidakmenentuan jalannya pemerintahan. Keinginannya untuk merangkul banyak pihak, keinginannya untuk memuaskan banyak pihak, malah berbalik membelenggunya. Dalam pembentukan kabinet, SBY banyak memberi konsesi politik kepada mitranya, dan terbukti kabinetnya menjadi goncang karena kasus bail out bank Century. Penataan ulang politik kartel melalui Setgab malah menyebabkan problem-problem baru seperti ancaman pembubaran Setgab oleh Partai Golkar. Dalam beberapa waktu terakhir ini, isu reshuffle kabinet terus bergulir. Apakah reshuffle akan menjadi jalan SBY untuk sekali lagi menata ulang politik kartel? Atau upayanya untuk keluar dari belenggu mitra koalisinya?
Selama SBY masih berhasrat mengumpulkan seluruh kekuatan politik di tangannya, selama SBY masih memandang kompetisi politik sebagai hal yang negatif, politik kartel akan tetap bertahan. Selama itu pula kita akan terus menonton pertunjukan drama tentang kerakusan para pelaku politik kartel. Dan dalam drama itu pula akan selalu ada korban seperti Sri Mulyani.
http://www.srimulyani.net/index.php/news/2010/07/sby-dan-politik-kartel
Kejujuran Itu Memerdekakan Dan Menenangkan
13 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar