SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Masa Depan di Tanah Seberang

| | |
BOB S Saridin, pendiri Vere-niging Herdenking Javaanse lmmigratie (VHJI)-alias persatuan mengenang imigrasi warga Jawa ke Suriname-berkisah bahwa sejarah perpindahan itu teramat menyedihkan.

Awalnya, nenek moyang etnik Jawa di Suriname dibawa Belanda untuk dipekerjakan sebagai kuli. Janji Belanda, kalau mereka mau dipekerjakan di tanah seberang selama lima tahun, begitu pulang ke Indonesia mereka akan diberi kekayaan berlimpah.Dan jadilah 120 tahun lalu dengan menempuh jalur laut selama kurang lebih tiga bulan, orang-orang Jawa sampai ke Suriname. Buruknya fasilitas di kapal menyebabkan banyak calon budak yang sakit sehingga sesampai di Suriname banyak yang berakhir di rumah sakit. Adapun yang sehat langsung bekerja di Perkebunan Marienburg.

Mereka ditempatkan dalam barak-barak. berisi empathingga enam pekerja. Lima tahun pertama dilalui dengan berat dan janji Belanda ternyata bohong belaka.Para kuli kontrak pun hidup telantar di tahun-tahun berikut tanpa ada fasilitas seperti sekolah, rekreasi, maupun uang memadai. Generasi pertama etnik Jawa di Suriname yang berjumlahnya 94 orang pun harus hidup penuh keterpaksaan.Selama 1890-1939, jumlah imigran dari Jawa di Suriname sudah mencapai 32.956 jiwa. Mereka berasal dari 30 daerah di Pulau Jawa seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Yogyakarta, dan DKI Jakarta.

Selama periode waktu itu, sudah 8.130 pekerja yang kembali ke Indonesia. Terakhir, pada 1954 sekitar 1.000 lainnya juga pulang ke Tanah Air."Pada saat itu etnik Jawa di Suriname rindu dengan Indonesia dan dorongan untuk kembali ke tanah kelahirannya sangat tinggi, khususnya padasaat Indonesia merdeka," kata Bob.Untuk bisa sampai ke Indonesia berbagai upaya dilakukan. Pada zaman Orde Baru sempat juga bergelora gerakan Persatuan Indonesia dengan maksud untuk mengajak yang di Suriname kembali ke Indonesia.

Ketika itu, pada 1955, seorang pemimpin gerakan imigran asal Bandung bernama Iding Soemita ke Indonesia dan bertemu Presiden Soeharto. Namun, oleh Presiden Soeharto kepulangan imigran Suriname itu bersyarat, yakni mereka harus tinggal di Pulau Sumatra.Karena tidak puas, akhirnya tokoh imigran Jawa itu kembali ke Suriname dan mengganti nama organisasi Persatuan Indonesia menjadi Kaum Tani Persatuan Indonesia.

Mereka juga memutuskan bahwa imigran Jawa harus menghadapi kenyataan untuk tetap tinggal di Suriname danmelalui organisasi itu mulai berpartisipasi aktif membangun Suriname. Alhasil, Suriname dianggap sebagai tanah air baru.Kini, organisasi itu sudah berganti nama lagi menjadi Kerukunan Tulodo Pranatan Inggih Perjuangan terus berlanjut dan etnis Jawa di Suriname terus berusaha.Hingga pada 1958 ada keturunan Jawa bernama Kelip Danoesastro bisa lulus SMA. Dua tahun berikutnya, ada lagi keturunan Jawa bernama Soe-mar Emid yang menggondol predikat lulusan terbaik dan mendapat beasiswa sekolah ke Belanda, hingga akhirnya pada 1971 ia mencapai gelar doktor.

Setelah Suriname merdeka pada 1975, banyak orang keturunan Jawa yang menjadi orang penting di Suriname. Di berbagai bidang ada orang Jawa yang memegang peran. Seperti bidang kesehatan, pendidikan, hingga di bidang usaha.Bahkan saat ini, ketua DPRdi Suriname adalah keturunan Jawa, bernama Paul Salam Somohardjo dari Partai Pertjaja Luhur, salah satu partai orang Jawa yang cukup berpengaruh di Suriname.Selain dia, ada keturunan Jawa yang duduk dalam kabinet seperti Menteri Pendidikan Edwin Wolf dan Menteri Sosial dan Perumahan Hendrik Se-trowidjojo.

Tahun ini, partai-partai yang dibidani keturunan Jawa di Suriname sedang bersiap untuk ikut pemilu pada 25 Mei. "Kita berharap keturunan Jawa bisa koalisi dan berhasil menjadi presiden Suriname," harap Bob seraya mengatakan bahwa sekarang keturunan Jawa Suriname sudah bisa mendirikan dua stasiun televisi dan empat stasiun radio yang selalu menyiarkan segala sesuatu tentang Jawa.Mantan Duta Besar RI untuk Suriname Suparmin Sunjoyo mengungkapkan, hubungan diplomatik Indonesia-Surina-nic dimulai sejak 1951, sejak Suriname masih menjadi jajahan Belanda.Komisariat Tinggi RI (KTRI) ada di Paramaribo pada 1951-1958. Namun, sejak 1958-1964 ditutup karena renggangnya hubungan Indonesia-Belanda.

Begitu Suriname merdeka pada 1975, kantor perwakilan RI di Suriname dibuka di Paramaribo. Sampai sekarang sudah sembilan duta besar RI bertugas di sana."Hubungan Suri name-Indonesia lebih berlatar belakang faktor Jawa," kata duta besar yang bertugas di Suriname antara 4 Desember 2002 dan 10 Januari 2006 tersebut.Dia pun berharap kursus bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di KBRI Paramaribo yang sudah berlangsung lebih dari 20 tahun terakhir perlu mendapatkan motivasi yang tinggi dan diberi insentif memadai. Menurutnya, sudah saatnya memikirkan Javanese Cultural Fund sebagai pendukung kegiatan tersebut. (SO/N-4)

http://bataviase.co.id/node/177160

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?