SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Peringatan Halabcheh, Tinjauan Kembali Terhadap Sebuah Tragedi

| | |
Ketika mantan presiden dan diktator Irak, Saddam Husein, dihukum gantung, media-media massa Barat menyatakan bahwa berkas-berkas kejahatan Saddam selama hidupnya telah dilimpahkan kepada sejarah, dan lambat laun segala sesuatunya akan terlupakan. Namun, fakta yang sebenarnya lebih akurat daripada opini yang dipoles oleh media-media massa Barat itu. Sejarah tidak akan menghapus catatan kejahatan Saddam dan bukti dukungan Barat terhadap kekejian Rezim Baath itu.

19 tahun yang lalu, tanggal 16 Maret 1988, Saddam Husein melakukan sebuah kejahatan anti kemanusiaan yang paling keji dalam sejarah. Pada hari itu, kota Halabcheh di Irak menjadi sasaran serangan senjata destruksi massal oleh Rezim Saddam. Kota ini mengalami nasib yang tak jauh berbeda dengan kota Nagasaki, Hiroshima, serta kota-kota di Vietnam. Dalam pembantaian massal di Halabcheh, lebih dari 15 ribu orang tewas.

Lebih dari itu, serangan senjata kimia yang dilancarkan oleh Saddam tidak hanya menimpa kota Halabcheh, namun juga dialami oleh warga Iran di kawasan barat dan selatan negara ini. Tentu saja, tragedi di Iran tak akan terjadi jika lembaga-lembaga internasional dan Dewan Keamanan PBB tak membisu dalam menyikapi tragedi Halabcheh.

Robert Fisk, seorang wartawan terkenal asal Inggris, dalam artikelnya yang ditulis beberapa tahun lalu usai perang Irak-Iran, mengatakan, "Dalam sebuah dokumen rahasia yang tak dipublikasikan, disebutkan adanya pengiriman senjata-senjata kimia dan biologi yang berfungsi ganda dari AS ke Irak. Sebelum dan setelah tahun 1985, perusahaan-perusahaan AS mengirimkan senjata-senjata biologi ke Irak setelah diratifikasi oleh negara ini.

Disebut-sebut juga bahwa pengirim senjata destruksi massal itu di antaranya adalah perusahaan yang memproduksi mikroba antraks dan sejumlah virus lainnya." Melalui laporan tersebut dapat disimpulkan bahwa AS telah terbukti mengirimkan bahan-bahan senjata dwifungsi kepada Irak, yang disetujui oleh pemerintah Washington dalam rangka membantu pembuatan instalasi-instalasi senjata kimia di Irak.

Muhammad Salam, seorang wartawan Associated Press yang menyaksikan langsung serangan-serangan senjata kimia Irak terhadap tentara Iran di timur Basrah mengatakan, "Pasukan Irak untuk pertama kalinya mengunakan gas-gas kimia, yang sebagaimana gas Mustard, dapat merusak syaraf manusia." Muhammad Salam juga menyatakan, "Sejak awal, Iran sudah menyatakan bahwa AS telah mengirimkan senjata kimia ke Irak, namun Washington terus menepis tudingan tersebut."

Koran San Fransisco Chronicle edisi 12 November 2006 menulis, AS mengirimkan 14 bahan berbahaya yang dapat digunakan untuk produksi senjata kimia ke Irak, dan hal ini sengaja dilakukan semata-mata untuk mengalahkan Iran. Koran ini seperti media-media massa lainnya, juga menyinggung kunjungan Donald Rumsfeld ke Irak dan pertemuannya dengan Saddam Husein. Rumsfeld datang ke Irak pada bulan Desember 1983 dan pada tanggal 24 Maret 1984. Menurut koran ini, "Rumsfeld menemui Saddam di saat PBB dalam laporannya mengumumkan bahwa Irak dinyatakan sebagai pelaku kejahatan perang karena menggunakan gas Mustard dalam menyerang tentara-tentara Iran."

Berdasarkan laporan resmi dan dokumen Reagan di awal April 1982, AS sama sekali tak dapat menerima kekalahan Irak dalam perang Iran, serta tak membiarkan Saddam kalah. Untuk itu pada tahun 1983, AS secara resmi menjadi pendukung utama Irak dalam perang Iran. Di samping itu, AS bersedia mengirimkan dana milyaran USD serta menfasilitasi pengiriman senjata dan teknologi dwifungsi ke Irak melalui makelar-makelar senjata. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kemampuan Irak dalam memproduksi senjata kimia terkait erat dengan kerjasama perusahaan-perusahaan AS dan Eropa.
Dalam laporan yang disampaikan kepada Konferensi Perlucutan Senjata Nuklir, Republik Islam Iran menyatakan bahwa jumlah serangan senjata kimia yang dilakukan Irak antara tahun1981 hingga 1988 adalah sebanyak 242 kali dan menelan korban sebanyak 44 ribu orang. Disebutkan juga, Baghdad mengakui bahwa pihaknya dalam perang Irak menggunakan enam ribu unit bom kimia kepada Mantan Ketua Tim Inspeksi Senjata Destruksi Massal PBB, Hans Blix.

Berdasarkan laporan yang disusun oleh tim penyidik PBB terkait senjata nuklir Irak, Irak mendapatkan fasilitas militer dan senjata kimia dari 150 perusahaan Barat. Koran Al-Qais, terbitan Kuwait, yang mengutip pernyataan para pakar dan inspektur senjata destruksi Irak, pada bulan November 2006 menulis, "Perusahaan-perusahaan pemasok utama untuk Irak terdiri atas 22 perusahaan AS, 23 perusahaan Italia, dan 13 perusahaan Swiss."

Sangat ironis, AS yang di masa lampau menjadi pendukung Saddam kini mengklaim diri sebagai penentang senjata pembunuh massal. Bahkan, AS kini menduduki Irak dengan alasan untuk membasmi senjata pembunuh massal. AS juga terus-menerus menekan Iran yang sedang berupaya mendayagunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Padahal di saat yang sama, AS sendiri tengah memproduksi senjata nuklir generasi baru yang merupakan ancaman besar bagi keselamatan umat manusia.





sumberhttp://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=141:peringatan-halabcheh-tinjauan-kembali-terhadap-sebuah-tragedi-&catid=59:perspektif&Itemid=101

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?