SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Kemerdekaan itu Sangat Berharga

| | |
Mangun Pawiro terpaksa mencuri umur, karena untuk bekerja di Kaledonia Baru, orang harus dewasa. Pada usia 21 tahun itu ia datang di Kaledonia baru. Baru kerja dua tahun di pertambangan nikel, Perang Dunia membuat orang Jepang pemiliknya pulang ke tanah airnya dan perusahaan ditutup. Lalu ia bekerja di Pekerjaan Umum membangun jalan selama lima tahun, Sudah itu pindah bekerja di pembangunan juga untuk lima tahun. Lalu pindah bekerja di toko selama dua tahun. Sudah itu pulang ke Indonesia, tiba di Jakarta pada 1953, lalu bertransmigrasi ke Totokaton hingga sekarang. Dia mempunyai dua orang anak, dari hasil perkawinannya sesudah kembali ke Jakarta.Ia mendengar kemerdekaan Indonesia melalui radio.

Kurang Perempuan

Bagi Susani, masuknya orang Indonesia ke Kaledonia Baru dirasakan timpang, karena tidak banyak perempuan, sehingga ia merasa takut. Tetapi dalam pergaulan, orang Jawa banyak juga yang menikah dengan orang Kanak. Termasuk ayahnya, yang menikahi ibunya yang asal suku Kanak, lurah di salah satu desa. Kehidupan campuran ini rukun, bahkan bila pun orang beragama lain. Banyak orang yang beragama Katolik menikah dengan yang beragama Islam, tetapi menurut Susani, tidak menimbulkan masalah.

Banyak Anak

Sebelum berjumpa dengan ayahnya, ibunya sudah menikah dengan orang Perancis dan mempunai satu anak perempuan dan dua anak laki-laki. Dengan ayahnya mempunyai sembilan anak. Enam orang dibawa ke Indonesia setelah mereka bercerai. Jadi Susani masih mempunyai 3 saudara di luar Indonesia dari ayahnya. Mereka sering bersurat-suratan, atau mengirim foto. Tetapi salah seorang adiknya yang datang dari Kaledonia Baru ke Jakarta, tidak dapat menjumpainya.

Ibu Susani sudah meninggal pada 1970. Ia sendiri mempunyai sembilan anak dan 12 orang cucu. Hidup sebagai petani transmigran, tidak banyak yang dilakukannya, kecuali bertani dan membesarkan anak-anak. Walaupun ia hanya berpendidikan Sekolah Dasar, anak-anaknya berpendidikan SMP dan SMEA. Ada juga yang hanya SD.

Susani dan Damin: Susani punya 12 cucu dan Damin tetap menduda sampai kini.
Damin sudah berusia lebih dari 90 tahun. Ketika pergi ke Kaledonia ia sudah berusia 35 tahun, tetapi belum menikah. Ia berpendidikan SMP. Pernah meneruskan ke SMA, tetapi gurunya memaksanya untuk menjadi Kristen. Ia tidak mau, lalu keluar. Itulah sebabnya pendidikannya hanya SMP saja. Ia berasal dari Klirong, Kebumen.

Di Kaledonia Baru ia mendengarkan siaran radio ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Sikap orang Perancis, menurut penuturannya agak kecewa, karena Indonesia merdeka. Ini berarti bahwa mereka harus menghargai sama.

Djarimin pada waktu kemerdekaan belumlah cukup memahami apa arti kemerdekaan, walaupun ia mendengar ada orang berteriak merdeka. Tetapi bahwa ia mengecap hasil kemerdekaan, dirasakannya di sekolah, ia tidak lagi mendapat perlakuan lain dari guru dan teman-temannya yang Perancis.


Mungkin tidak banyak artinya bagi seorang anak seperti Djarimin. Barangkali bagi ayahnya dan rekan-rekan lainnya sesama pekerja yang dikontrak dari pengusaha Belanda, dan orang Perancis hanya tahu bahwa Indonesia dijajah Belanda, berarti ada perlakuan yang kurang, dibandingkan ketika sesudah kemerdekaan. "Saya merasakan perlakuan itu dapat kami rasakan,"tutur Djarimin.(17/06/2002 - DX-Komunikasi 30 Juni 2002)

http://static.rnw.nl/migratie/www.ranesi.nl/dokumentasi/media/kaledonia_baru_xiv.html-redirected

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?