SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Aslinya, Punk Itu Tidur di Jalanan

| | |
Menyebut kata punk, banyak orang dengan cepat bisa mengasosiasikan dengan sekelompok pemuda dengan gaya amburadul, musik keras dengan ritme menghentak, dan sering kali dianggap anarki di jalanan Ibu Kota. Apakah hal ini benar adanya?
Punk dan ideologi kebebasan punk sebenarnya bermula sebagai subbudaya yang lahir di London, Inggris, pada tahun 1980. Pada awalnya, kelompok punk merupakan anak-anak muda kelas pekerja dengan semangat we can do it ourselves yang merasa prihatin dengan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang tidak menentu ketika itu.
Sikap tersebut kemudian diwujudkan dengan ciri khas berdandan dan musik punk yang kadang kasar dan dengan beat cepat serta mengentak. Dandanan mereka mudah dikenali, yakni dengan rambut mohawk, tindik (piercing), tato, gelang spike, dan rantai yang menghiasi sekujur tubuhnya.
"Tapi, jika dilihat dari akarnya, punk memang bukan aliran musik atau sekadar style berpakaian, melainkan sebagai konsep pemikiran atau ideologi dalam menjalani kehidupan," kata Geboy (29), anggota komunitas punk Miracles yang berbasis di Cipulir, Jakarta, Selasa (28/9/2010).
Dia mengatakan, punk itu bentuk perlawanan dari budaya yang ada. Semangat kebebasan juga ada di sini. Namun, kebebasan dalam arti pemikiran, kami bebas mengatur diri kami sendiri tanpa ada campur tangan dari orang lain atau pihak lain.
Menurut Geboy, soal pakaian dan aliran musik itu memang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari punk karena merupakan identitas punk itu sendiri.
"Bedanya dengan rasta atau grindcore itu hanya tampilan. Intinya, kami sama-sama menganut paham kebebasan yang sama," ujar lulusan S-1 Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Moestopo (Beragama) tahun 2006 ini.
Punk, menurut Dona (25), anggota komunitas Melody Street Punk, memang bebas, tetapi bebas yang menghormati. "Batasnya kami sama-sama tahulah. Kami memang bebas, tapi tetap hormatin orang lain. Ada toleransinya juga, enggak yang bebas seenaknya aja. Ini yang orang-orang salah tangkap," ujarnya.
Dona mengaku tidak suka dengan kehadiran anak-anak punk yang suka menggunakan kekerasan, seperti memalak atau mencopet.
"Adanya mereka itu yang enggak tahu punk, tetapi bergaya punk tahunya copet yang malah bikin rusak nama punk sendiri," ujarnya kepada Kompas.com.
Menurut Dona, sikap oknum-oknum tersebut menuntut kebebasan dengan merugikan orang lain, padahal ada aturan tidak tertulis bahwa tidak bisa sembarangan mengejek ataupun melakukan tindakan kriminal lain. Keberadaan oknum ini, menurut Dona, hanya ikut-ikutan saja dalam hal berpakaian, tetapi bukan dari pemikiran.
"Punk ikut-ikutan itu biasanya yang paling jelas banget mereka enggak mau tidur di jalan, masih ngikut orangtua. Padahal, aslinya punk itu tidur di jalan. Di sini (jalanan) kami belajar hidup sendiri," ungkap perempuan asal Manado ini.
Baik Geboy dan Ade sama-sama memaknai punk sebagai cara pandang dalam menjalani hidup yang penuh dengan kebebasan, kritis terhadap kondisi dengan penyampaian yang lebih berseni, dan suatu cara bertahan hidup mandiri tanpa bantuan mana pun. Punk bukan berarti style, dia adalah pemikiran. Tidak dilihat dari luar, tapi dari dalam diri seseorang.
"Kami melihat seseorang yang hanya menggunakan baju koko dan sarung, tapi menunjukkan perlawanan yang konkret serta pemahaman tentang punk lebih luas bisa dibilang juga seorang punk. Jadi, menurut gue, seimbang dari tampilan dan pemikiran," ujar Geboy.

sumber http://megapolitan.kompas.com/read/2010/09/29/10254742/Aslinya..Punk.Itu.Tidur.di.Jalanan

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?