SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Siapa Sebenarnya Belanda Depok?

| | |
Belanda Depok. Siapa yang tak akrab dengan sebutan itu. Terkadang sebutan itu selalu digunakan masyarakat Jabodetabek dan sekitarnya, untuk meledek orang-orang yang sok kebule-bulean.

Siapa sangka jika Belanda Depok memang benar ada, bahkan beranak-pinak. Namun jangan sangka, kaum Belanda Depok dan turunannya ini tidaklah berambut pirang, berkulit putih, serta bermata biru, seperti layaknya bangsa Belanda. Justru sebaliknya, yang disebut Belanda Depok ini berperawakan yang tidak jauh dari perawakan orang pribumi.

Lalu bagaimana asal muasalnya? Berikut kami tuturkan.

Pada abad ke-16, saat Indonesia masih dijajah oleh Belanda, hiduplah seorang tuan tanah bernama Cornelis Chastelein yang mendiami dan membeli sebuah wilayah pertanian dan perkebunan bernama Depok. Cornelis kemudian menjadi Presiden di wilayah yang luasnya ribuan hektare itu.

Karena tak sanggup merawat tanahnya yang begitu luas, dia kemudian mengambil dan mempekerjakan budak-budak yang umumnya berasal dari Indonesia bagian timur, seperti Bali, Makassar, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Jawa, Pulau Rote serta Filipina. Setidaknya terdapat 200 budak dipekerjakannya.

Tak selayaknya tuan tanah lainnya di masa itu, Cornelis memperlakukan para budaknya dengan sangat manusiawi. Budak-budak tersebut dirawat, diberikan pendidikan, serta diperkenalkan agama Kristen Protestan lewat sebuah Padepokan Kristiani. Padepokan ini bernama De Eerste Protestante Organisatie van Christenen, disingkat Depok. Dari sinilah nama kota ini berasal.

Karena terlihat adanya kesetaraan dengan majikannya, tak pelak masyarakat yang hidup di sekitar perkebunan menyebut para budak itu Belanda Depok.

Suatu saat, Cornelis Chastelein meninggal dunia pada tanggal 28 Juni 1714 karena sakit. Cornelis pun mewariskan perkebunannya pada para budaknya yang telah dibebaskannya. Berikut isi wasiatnya.

"... Maka hoetang jang laen jang di sabelah timoer soengei Karoekoet sampai pada soengei besar, anakkoe Anthony Chastelein tijada boleh ganggoe sebab hoetan itoe misti tinggal akan goenanya boedak-boedak itoe mardaheka, dan djoega mareka itoe dan toeroen-temoeroennja tijada sekali-sekali boleh potong ataoe memberi izin akan potong kajoe dari hoetan itoe boewat penggilingan teboe... dan mareka itoe tijada boleh bikin soewatoe apa djoega jang boleh djadi meroesakkan hoetan itoe dan kasoekaran boeat toeroen-temoeroennja,..."

Kemudian ratusan budak tersebut kemudian dikelompokan menjadi 12 fam atau marga dan mewarisi surat wasiat dari Cornelis untuk merawat perkebunan tersebut. Belasan marga tersebut yaitu Laurenz, Loen, Leander, Jonathans, Toseph, Yakob, Sudira, Samuel, Zadoch, Isac, Bakas dan Tholence.

Seiring perkembangan zaman, wilayah yang disebut Depok pada zaman Cornelis Chastelein, kini hanyalah sebuah Kecamatan bernama Pancoran Mas Depok. Komunitas Belanda Depok sendiri masih dapat dijumpai di kawasan Depok Lama karena terdapat sebuah yayasan kumpulan mereka yang diberi nama Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC).

Salah satu keturunan mereka yang juga anggota YLCC, Suzana Leander menuturkan, sebelum menjadi yayasan, YLCC hanya sebuah lembaga yang didirikan sebagai lambang persatuan budak-budak, serta tempat berkumpul komunitas mereka.

Hingga saat ini, Suzana bersama 150 pegawai lainnya yang juga keturunan budak-budak Cornelis Chastelein, bekerja mengabdi di YLCC untuk menjaga aset warisan yang masih tersisa, serta melestarikan keturunan mereka agar tidak punah.(hri)

okezone

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?