SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Patriotisme Bandit di Era Perjuangan

| | |
PARA JAGO DAN KAUM REVOLUSIONER JAKARTA 1945-1949
Penulis: Robert Cribb
Penerbit: Masup, Jakarta, Agustus 2010, xvi + 304 halaman

Sejarah bandit Indonesia pernah mengalami pasang-surut. Komplotan yang bermain di dunia hitam itu kadang disebut bandit, maling, rampok, penyamun, preman, atau jagoan. Ada juga yang disebut lenggaong untuk penjahat besar atau jawara.

Pada Pemilu 1982, rezim Orde Baru pernah memanfaatkan kaum preman ini sebagai tukang pukul dan agen provokator. Anehnya, pada 1983, gerombolan preman ini "dihabisi" melalui operasi penembakan misterius (petrus). Jauh sebelumnya, para bandit pernah punya peran sejarah, seperti tertuang dalam buku ini.

Robert Cribb menyingkap heroisme kaum bandit yang bersatu melawan penjajah Belanda untuk mempertahankan Proklamasi 1945. Gerombolan bandit Jakarta sepakat bergabung dalam Lasykar Rakyat Jakarta Raya (LRJR), walau ada juga yang mengabdi pada penjajah Belanda dalam pasukan HAMOT (Hare Majesteits Ongeregelde Troepen).

Sejarawan Australia itu menilai, koalisi antara dunia hitam Jakarta dan kelompok nasionalis muda radikal dalam wadah LRJR tersebut merupakan hasil dari situasi yang tidak biasa. Kajian buku ini memberikan nilai tambah bagi kita bahwa akar sosial revolusi Indonesia itu lebih kompleks. Gerakan nasionalis dalam banyak hal tentu merupakan konsekuensi atas kontradiksi-kontradiksi dalam sistem kolonial Belanda yang berevolusi.

Kolonialisme yang menciptakan kesengsaraan itu membakar semangat gerakan nasionalisme. Dan yang tak bisa dimungkiri, kolonialisme justru melatih (mendidik) orang yang secara tak langsung kelak memimpin perlawanan. Semangat proklamasi ternyata ikut menarik komunitas bandit untuk melawan penjajah.

Gembong-gembong bandit pada saat itu turut berjuang, baik dalam LRJR maupun organisasi perjuangan lainnya. Imam Syafe'fi alias Bang Pi'fie, gembong jawara di kawasan Senen, misalnya. Aksi kriminalnya membuat dia kaya raya dan menjadi tuan tanah. Ia sempat menjadi Menteri Keamanan Rakyat pada Kabinet 100 Menteri di zaman Bung Karno. Bang Pi'fie wafat pada 1982.

Lain halnya dengan Haji Darip, jagoan asal Klender kelahiran tahun 1900. Dia putra pemimpin gerombolan yang terkenal, Gempur. Darip dimitoskan punya jimat kekebalan dan pandai merekrut penjahat untuk menjadi pengikutnya.

Haji Darip pernah memimpin pemogokan buruh kereta api pada 1923. Wilayah kekuasaannya (perdikan) membentang dari Klender hingga Pulogadung; dari Jatinegara sampai Bekasi. Setiap orang Cina, Eurasia, bahkan Eropa, jika melewati wilayah kekuasaannya, pasti dijarah serta harus berteriak "merdeka!" dan wajib membayar 2 gulden.

Kawanan bandit yang "patriotis" itu juga melakukan aksi teror secara sporadis. Pada 19 Oktober 1945, sebanyak 68 orang serdadu Angkatan Laut Jepang dibantai di Bekasi dalam perjalanan mereka ke Penjara Ciater. Pada 23 November 1945, sekelompok tentara Belanda dan Inggris tewas dihajar kawanan bandit Bekasi.

Buku ini cukup menarik karena mengungkap fenomena unik itu dalam sejarah. Ulah komunitas bandit Jakarta dan sekitarnya menyita perhatian polisi kolonial. Karena para bandit memilih jalur politik, akhirnya mereka harus berkomunikasi dengan komunitas lainnya.

Bila harus ada kritik terhadap buku Robert Cribb ini, tentu karena daya endus sejarawan ini yang kurang tajam. Sebab, sejak VOC membangun pangkalan pertama di dekat muara Sungai Ciliwung pada 1610 sampai Jepang masuk Jakarta pada 1942, segala kemarahan terpendam di hati rakyat. Terlebih ketika penjajah memosisikan kaum pribumi sebagai warga kelas tiga dan komunitas Cina sebagai warga kelas dua.

Ledakan-ledakan secara massif pun bermunculan setelah proklamasi. Dipastikan, komunitas yang pernah "dimanjakan" penjajah yang memicu kecemburuan sosial menjadi korban para pejuang yang berasal dari komunitas bandit. Satu lagi yang luput dari perhatian Cribb, yakni peran ulama Bekasi yang terkenal, seperti KH Nur Ali yang "menjinakkan" kejalangan kaum bandit untuk menjadi patriotik.

Faisal Haq
Penggiat sosial
[Buku, Gatra Nomor 3 Beredar Kamis, 25 November 2010]
URL: http://www.gatra.com/2010-12-04/versi_cetak.php?id=143492

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?