SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Ada Dua Kiblat Di Paramaribo

| | |
Waktu menunjukkan pukul 13:15 dan cuaca sangat cerah, langit tak berawan. Terdengar alunan azan yang memanggil umat untuk melaksanakan shalat Jumat di wilayah Blauwgrond, Paramaribo, Suriname, Amerika Selatan.

Sebagian jemaah di Masjid Darul Fallah yang masih berada di luar segera memasuki mesjid itu, sementara jemaah di Masjid Pemuda Indonesia yang berada tepat di seberang Mesjid Darul Fallah belum juga terlihat.

Muhammad Rofiq Muslimin seorang ustad muda usia, naik ke atas mimbar. Alumnus Al Azhar tahun 2003 itu memulai memberikan kutbah Jumat dan jemaah yang sebagian besar orang tua mendengarkannya dengan tekun.

Ustad kelahiran Demak, 25 tahun lalu itu menyampaikan kutbah dengan bahasa Jawa yang diselingi bahasa Belanda dengan mengutip sejumlah ayat-ayat Al Quran.

Dijelaskannya bahwa dalam beragama tidak boleh setengah-setengah, tetapi harus menyeluruh. "Jangan mengambil sebagian aturan yang kita senangi dan meninggalkan yang tidak disukai," katanya.

Langsung maupun tidak, pernyataan itu bisa dikaitkan dengan penyelenggaraan salat Jumat di Mesjid Pemuda Indonesia yang tepat di seberang Mesjid Darul Fallah.

Sekilas tidak ada perbedaan bentuk bangunan kedua mesjid tersebut, namun jika dilihat dari arah kiblat, terdapat perbedaan mencolok.

Mesjid Pemuda Islam berkiblat ke arah barat sebagaimana umumnya mesjid di Indonesia tanpa mempertimbangkan letak geografis Suriname yang berbeda dengan Indonesia padahal Mesjid Darul Fallah berkiblat ke Timur.

Mesjid Pemuda Islam masih mempertahankan tradisi lama yang mengarahkan kiblat ke barat seperti di Indonesia, sementara letak Ka`bah berada ke arah timur Suriname.

Bangunan mesjid Pemuda Islam adalah gambaran dari keluguan orang Jawa yang dipaksa berimigrasi oleh Belanda 114 tahun lalu. Para imigran itu mempertahankan tradisi yang dibawa dari Indonesia, termasuk dalam menentukan arah kiblat.

Dubes RI untuk Suriname Suparmin Sunjoyo ketika menerima delegasi dari Depnakertrans yang dipimpin Direktur Pemukiman Kembali Ditjen Mobilitas Penduduk Depnakertrans, Sugiarto Sumas, menjelaskan mesjid yang berkiblat ke arah barat bukan hanya mesjid Pemuda Indonesia.

Terdapat sejumlah mesjid lainnya di Suriname yang didirikan oleh keluarga keturunan Jawa yang mengarahkan kiblatnya ke Barat.

Ustadz Ali Arifin yang sudah bermukim 21 tahun di Paramaribo mengatakan untuk meluruskan arah kiblat itu kepada jemaah mesjid itu dilakukan pendekatan secara persuasif.

"Secara perlahan mereka akan berevolusi, baik karena tingkat pemahaman keagamaannya semakin tinggi atau karena orang yang dipanuti sudah tiada," kata Ali yang merupakan alumnus sebuah universitas di Libya itu.

Dari sejumlah kasus, jemaah di mesjid berkiblat barat itu bershalat ke timur karena mereka menyadari bahwa posisi mereka di Suriname memang berbeda dengan di Indonesia.

Artinya, arah kiblat pun juga berbeda pula. Sebagaimana arah kompas, mereka pun bershalat ke arah timur.

Karena itu Ali, Rofiq dan ustadz lainnya melakukan pendekatan secara persuasi karena penentuan kiblat di sejumlah mesjid tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan dan menjadikan tradisi di Indonesia sebagai acuan.

Dakwah di pedalaman Ustad Ali, mantan aktivis Muhammadiyah Padang itu, berdakwah tidak hanya pada masyarakat Jawa tradisional tersebut tetapi juga pada masyarakat Kreol (Afrika) dan Amerindian (Amerika Indian) di pedalaman Suriname.

Imam Mesjid Nabawi, Paramaribo, itu secara berkala berdakwah ke pedalaman.

"Cukup banyak orang Kreol yang dahulunya beragama Islam atau keturunan Islam, tetapi karena kemiskinan atau pengaruh majikannya beralih agama," katanya.

Indikasinya terlihat pada nama mereka yang masih berbau Islam, seperti Adam, Hawa, atau nama Islam lainnya.

"Kita menyampaikan dakwah itu melalui perbuatan dan sejumlah bantuan sosial seperti membantu membangun fasilitas umum, seperti perbaikan jalan desa, kamar mandi, MCK, pola hidup bersih dan sebagainya," kata Ali.

Secara bersamaan lalu diperkenalkan tentang ketuhanan dan dasar-dasar ilmu agama lainnya.

"Umumnya mereka bisa menerima. Karena itu tidak sedikit orang keturunan Afrika dan Amerindian yang memeluk agama Islam. Bagi yang bernama Yoseph kita ganti menjadi Yusuf dan bagi yang lain kita carikan nama baru yang Islami," katanya.

Tantangan lain adalah menyadarkan kembali generasi kedua, ketiga keturunan Jawa untuk kembali memeluk agama Islam.

Saat ini cukup banyak dari mereka yang memeluk agama lain karena berbagai sebab, termasuk karena perkawinan dengan etnis lain atau karena rendahnya pengetahuannya tentang agama.

Rofiq menyatakan kondisi itu menjadi tantangan bagi dirinya dan pendakwah lainnya. Sebagian dari keturunan Jawa itu hanya lupa menjalankan syariat agama Islam, tetapi sebagian lain memang betul-betul beralih agama.

Untuk yang pertama lebih mudah untuk mengajaknya kembali menjalankan syariat Islam. Untuk yang kedua, Rofiq menyatakan hal itu tergantung kepada hidayah (petunjuk) dari Allah.

Dia kembali kepada inti utama dalam beragama, yakni tidak ada paksaan dalam beragama. Hal itu menjadi pegangan bagi dirinya dalam berdakwah. Mereka, para pembawa kabar kemenangan itu hanya bisa menyampaikan, tetapi tidak bisa memaksa orang untuk memeluk suatu agama.

Pukul 14:00, suasana di Mesjid Pemuda Islam masih tetap sepi. Minggu ini mungkin jemaahnya tidak menyelenggarakan salat Jumat. Entahlah minggu-minggu berikutnya. [Erafzon SAS, Antara]
URL: http://www.gatra.com/2004-12-14/versi_cetak.php?id=50513

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?