SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Mengusap Sisa Air Mata Dari Prahara Timor

| | |
Beberapa hari belakangan, ribuan eks-pengungsi Timor Timur di berbagai penjuru Tanah Air mengenang tragedi politik dan keamanan yang memicu pengungsian mereka, menyusul jajak pendapat yang dimenangkan faksi pendukung kemerdekaan pada 4 September 1999.

Pada 4 September 2010, sebelas tahun sudah ribuan warga eks-Timtim memperlihatkan kesetiaan mereka pada Indonesia, meskipun untuk itu mereka hidup menderita di pengungsian sumpek di Timor bagian barat, NTT.

Walau hidup di pengungsian kumuh, kualitas kesehatan rendah, ekonomi merana, dan pendidikan minim, nyaris tidak ada niat mereka kembali ke kampung halaman.

Sambil berharap bantuan dari pemerintah yang tidak kunjung tiba, mereka tetap menjalani hidup penuh lara.

Mereka tetap berharap, kalau-kalau ada pihak yang merasa iba dan memberikan bantuan, terutama pangan agar bisa bertahan hidup.

Seorang tokoh pengungsi Hukman Reni, yang juga dikenal sebagai juru bicara mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Timtim Eurico Guterres, dalam suatu pertemuan pekan ini, melukiskan penderitaan ribuan warga itu sebagai kegigihan kaum nasionalis sejati.

Untuk memasak satu periuk nasi jagung saja sulit, katanya, apalagi memimpikan hidup berkecukupan, sandang ada, papan pun terpenuhi.

Sebagai manusia, menurut dia, kesulitan ini dan terutama meninggalkan sanak keluarga dan harta benda di kampung sendiri di Timtim yang kini telah berubah menjadi negara Timor Leste, tetaplah menyisakan duka nestapa.

Air mata, lanjut dia, sudah terlampau banyak ditumpahkan dan membasahi tanah Timor. Jika hari-hari ini masih ada yang meneteskan air mata mengenang kehidupan yang berkecukupan di Timtim dahulu kala, kata dia, itu hanyalah sisa air mata duka dari sebuah prahara politik dan keamanan 11 tahun silam.

Padahal, kata Hukman, prahara Timor itu bukanlah keinginan rakyat, tetapi kebijaksanaan pemerintahan Presiden BJ Habibie.

"Air mata kami sudah kering menangisi nasib," kata Hukman yang pekan lalu memimpin delegasi Komite Nasional Korban Politik Timtim (Kokpit) undangan Komisi VIII DPR.

Anggota DPD RI dari NTT Sarah Lery Mboeik, dalam suatu kunjungan ke wilayah perbatasan dengan sesama anggota senator belum lama ini mengaku, merekam fakta bahwa kehidupan eks-pengungsi di perbatasan sangat merana.

Banyak anak tidak sekolah karena orangtua mereka terhimpit kesulitan ekonomi.

Hambat MDGs

Menurut Mboeik, hak-hak dasar eks-pengungsi tidak terpenuhi sejak mereka mengungsi dari tanah kelahiran di Timtim 11 tahun silam.

Jika situasi ini terus berlangsung, kata dia, akan mengganggu target pencapaian delapan agenda yang dirumuskan dalam Tujuan Pembangunan Milinium (MDGs) untuk tataran NTT.

Dia mengatakan, karena hidup dalam kemiskinan dan kelaparan, mereka tidak bisa menyekolahkan anak-anak, mengabaikan kesehatan, merusak hutan untuk berkebun, nyaris tidak ada pemberdayaan perempuan, warga tidak bisa berobat saat sakit dan masih banyak persoalan lain.

Mboeik menyebut penanganan mereka oleh pemerintah Provinsi NTT ibarat orang miskin mengurus orang susah. Pernyataan itu didasarkan pada kenyataan bahwa banyak penduduk lokal juga hidup merana, berkubang kemiskinan, namun merelakan lahan mereka untuk ditinggali eks-pengungsi.

Mengingat lebih dari 23 persen dari 4,6 juta jiwa NTT adalah warga miskin, ungkapan "orang miskin mengurus orang susah" itu memang selalu dilontarkan mantan Gubernur NTT Piet A Tallo (alm) ketika menangani masalah eks-pengungsi.

Maksudnya, orang NTT yang masih berkutat dengan kemiskinan, masih harus membagi perhatian dengan mengurus eks-pengungsi yang disebut sebagai orang-orang yang tengah dilanda kesusahan.

Mantan Wakil Panglima PPI Timtim Eurico Guterres pada perayaan 10 pengungsian tahun lalu di Kamp Oebelo mengakui memang ada bantuan perumahan dari pemerintah.

Namun sebagian besar bantuan itu, kata dia, bermasalah.

Masalah itu misalnya, perumahan itu tidak ada jalan masuk, tidak ada jaringan air bersih, jauh dari akses publik, tak ada sekolah, pasar, dan tak ada lahan untuk berkebun dan terutama tidak ada program pemberdayaan.

Akibatnya, mereka lebih memilih bertahan di pengungsian dari pada di perumahan. Apalagi, rumah itu dibangun seadanya, sehingga dinding sudah jebol, atap seng diterbangkan angin atau terendam air saat musim hujan.

Padahal, menurut pengamat masalah pengungsi DR John Bernando Seran, program pemberdayaan bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi eks-pengungsi.

Dia membahasakan upaya melatih keterampilan eks-pengungsi untuk membuka usaha dengan mengatakan, "perlu meningkatkan kapasitas eks-pengungsi".

Kesulitan demi kesulitan yang berlangsung dari tahun ke tahun ini diduga memicu sekelompok eks-pengungsi di Kamp Tuapukan, sekitar 25 km arah timur Kota Kupang.

Mereka melontarkan ide ingin mencari suaka di negara lain, demi penghidupan yang lebih layak.

Koordinator eks pengungsi di Kamp Tuapukan Marcelino Lopez sempat melontarkan gagasan suaka ke negara lain itu dan mendapat publikasi luas.

Namun dalam suatu kesempatan, ketika tiba-tiba sejumlah relawan dari Posko Kemanusiaan Jenggala membawa bantuan beras, jagung pipilan dan baju kaus ke kamp, ia secara terang-terangan kepada pers mengatakan, "Kalau ada bantuan begini, suaka ke negara lain tidak usah."

Pernyataan Marcelino itu secara nyata menggambarkan bahwa eks- pengungsi memang membutuhkan bantuan, terutama pangan.

Jika menyimak pernyataan Wakil Ketua Komisi VIII DPR G Radityo Gambiro ketika berdialog dengan eks-pengungsi yang tergabung dalam Kokpit pekan lalu, memang terbersit harapan baru bahwa penyelesaian sisa masalah itu bisa tuntas setelah ada koordinasi dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Kementerian Sosial.

Jika koordinasi ini bisa diwujudkan dan penanganan sisa masalah dilanjutkan, setidaknya bisa mengatasi sebagian besar persoalan yang dihadapi.

Jika kebijakan itu dapat menuntaskan masalah yang ada, maka hal itu bagaikan sapu tangan untuk menyeka air mata yang masih tersisa di wajah kaum nasionalis sejati itu.
(ma/MA/ant-Key Tokan A. Asis)

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?