Rombongan kepresidenan Tunisia, di antaranya Presiden Zine el-Abidine Ben Ali (kedua dari kiri), menengok Mohamed Bouazizi (kanan), di RS Ben Arous, dekat Tunis, pada 28 Desember 2010. Bouazizi membakar dirinya untuk memprotes pengangguran di negerinya.
Lebih dari 5.000 simpatisan menghadiri prosesi pemakaman sang pahlawan kaum miskin dari Tunisia, Mohamed Bouazizi, Rabu (5/1/2011) di desa kelahirannya di Provinsi Sidi Bouzid (265 kilometer selatan ibu kota Tunis). Bouazizi dirawat dari luka kebakaran selama lebih dari dua pekan sebelum akhirnya meninggal dunia hari Selasa lalu.
Bouazizi mencoba bunuh diri dengan membakar diri pada 17 Desember lalu ketika polisi menyita dagangannya berupa buah-buahan dan sayur-sayuran yang menjadi satu-satunya gantungan hidupnya.
Kasus Bouazizi ini memicu aksi unjuk rasa kaum miskin dan penganggur di Sidi Bouzid dan menjalar ke hampir seluruh negeri selama lebih dari dua pekan. Aksi itu sebagai aksi solidaritas terhadap Bouazizi dan sekaligus protes atas kondisi ekonomi yang buruk. Bahkan, aksi unjuk rasa kaum penganggur masih terus berlanjut sampai hari ini di kota Talah, Tunisia. Warga Tunisia yang bermukim di sejumlah negara Eropa juga menggelar unjuk rasa di depan kedutaan dan konsulat Tunisia sebagai aksi solidaritas terhadap perjuangan kaum miskin di Tunisia.
Bouazizi pun serta-merta menjelma menjadi simbol perjuangan kaum miskin di Tunisia.
Wilayah Sidi Bouzid dengan jumlah penduduk 409.700 jiwa (sensus 2009) terletak sekitar 265 kilometer arah selatan Tunis. Sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian wilayah Sidi Bouzid. Wilayah tersebut dikenal memproduksi sayur-sayuran dan buah-buahan, selain juga minyak zaitun, daging kambing, dan susu. Sektor pertanian menyerap 41,5 persen tenaga kerja. Sektor jasa menyerap 15,1 persen dan sektor industri menyerap 10,5 persen tenaga kerja.
Belum reda kerusuhan di Tunisia, kini gelombang kerusuhan itu sudah menjalar ke Aljazair (negara tetangga Tunisia) sebagai protes atas naiknya harga barang dan kondisi buruk ekonomi di negara itu. Rabu malam lalu diberitakan telah meletup kerusuhan di berbagai distrik di ibu kota Algiers dan kota-kota lain di Aljazair sebagai protes atas kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok yang mencekik kaum miskin.
Analis politik pada harian Asharq al Awsat, Abdel Rahman al-Rashed, mengatakan, masalah Tunisia sesungguhnya adalah politik, bukan ekonomi, yakni lebih besar dari sekadar isu pengangguran.
Menurut Rashed, kini rakyat Tunisia sudah tidak percaya lagi kepada pemerintahnya.
Dalam data statistik profil negara-negara Arab, angka pengangguran di Tunisia tergolong kecil dibandingkan negara Arab lain, yakni hanya 13 persen dari angkatan kerja. Di Yaman, tingkat pengangguran mencapai 30 persen. Kekuatan daya beli rakyat Tunisia lebih baik ketimbang Libya, Sudan, dan Bahrain.
Tunisia juga dikenal memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan terbaik di dunia Arab. Tunisia menduduki peringkat ke-18 di dunia dalam besaran anggaran pendidikan. Pengguna telepon genggam di Tunisia lebih banyak dibandingkan dengan di Suriah, Lebanon, Jordania, dan Yaman.
Jika Tunisia dengan ekonomi yang relatif baik diterpa kerusuhan sosial, bisa dibayangkan bagaimana dengan negara Arab lain yang kondisi ekonominya jauh lebih buruk daripada Tunisia.
Karena itu, kata Rashed, peristiwa Tunisia adalah lonceng peringatan terhadap negara Arab lain.
Menurut dia, tidak ada solusi terbaik bagi Tunisia selain solusi politik, yakni dengan lebih mengikutsertakan rakyat dalam keputusan politik.
Peringatan Rashed itu ternyata tak hanya isapan jempol. Dari Tunisia sudah menjalar ke Aljazair dan entah ke negara Arab mana lagi setelah itu. (Musthafa Abdurahman, dari Kairo)
Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2011/01/08/09424340/Bouazizi..Pahlawan.Kemiskinan.Tunisia
Kejujuran Itu Memerdekakan Dan Menenangkan
13 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar