SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Palagan Sukabumi - Cianjur

| | |
Seandainya Eddie Soekardi dan adiknya Harry Soekardi tidak diculik Kempetai dari rumah kediamannya di Gang Ijan Bandung untuk dijadikan tentara PETA (Pembela Tanah Air), mungkin pimpinan penyerangan konvoi di Sukabumi-Cianjur bukanlah mereka. Mereka dikirim ke Bogor untuk digembleng menjadi calon perwira PETA. Ide pembentukan PETA sendiri berdasarkan perundingan rahasia antara Otto Iskandar Dinata, Iyos Wiriaatmaja, dan R. Gatot Mangkupraja. Mereka berpikiran jauh ke depan bahwa bangsa Indonesia memerlukan kader-kader militer kelak. Pada tanggal 7 September 1943 Gatot Mangkupradja mengirim surat kepada penguasa militer Jepang agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu Jepang di garis depan. Kemudian pada tanggal 3 Oktober 1943 Letnan Jenderal Kumakici Harada memaklumkan pembentukan PETA (hal 36).

Peristiwa penghadangan konvoy sekutu di jalur Sukabumi-Cianjur tahun 1945-1946 ini disebut dengan berbagai sebutan. Ada yang menyebut Perang Bojongkokosan, Palagan Bojongkokosan, Peristiwa Bojongkokosan, atau lebih menyeluruh seperti judul buku yang dibahas. Simpang siurnya penyebutan resmi mungkin diakibatkan “terlupakannya” peristiwa besar ini dalam buku atau catatan Sejarah Indonesia berbeda misalnya dengan penyebutan resmi seperti Palagan Ambarawa, Bandung Lautan Api, atau Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya. Saya setuju dengan judul buku, karena pertempuran terjadi dua kali yaitu 9-12 Desember 1945 dan 10-14 Maret 1946 keduanya di jalur Sukabumi-Cianjur. Bojongkokosan hanyalah salah satu tempat peristiwa yang terletak di sebelah barat laut dari kota Sukabumi. Tidak bisa dikesampingkan peran besar Batalyon III Resimen TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Sukabumi yang berkedudukan di Cianjur.

Buku ini disusun dengan tujuan agar sumbangan ikhlas penduduk Sukabumi dan Cianjur pada tahun 1945-1946 diketahui, dihayati serta dimanfaatkan sebagai salah satu sumber dalam melaksanakan Pembangunan Karakter Bangsa dan Negara Indonesia. Nara sumber utama adalah R.H. Eddie Soekardi mantan Komandan Resimen III TKR/TRI Sukabumi, R.H. Harry Soekardi mantan Komandan Batalyon II TKR/TRI Sukabumi, dan H. Anwar Padmawijaya mantan Komandan Batalyon III TKR/TRI Cianjur. Nara sumber pendukung adalah para veteran Pejuang Angkatan 1945 Sukabumi dan Cianjur.

Agar bisa dipahami secara menyeluruh maka buku yang terdiri dari enam bab ini didahului dengan sepak terjang Jepang dalam Perang Dunia II (Bab I), kemudian dibahas mengenai sepak terjang Sekutu dalam PD II serta misi yang diemban sebagai pemenang perang (Bab II). Bab III berisi tentang Misi Internasional yang diemban TRI dalam pengangkutan tentara Jepang dan APWI ( Allied Prisoners of War and Internees).

Inti buku ini terdapat dalam Bab IV yaitu pertempuran pertama 9-12 Desember 1945 serta Bab V mengenai pertempuran kedua 10-14 Maret 1946. Bab VI merupakan epilog dan berisi rangkuman serta kesimpulan. Adapun lampiran merupakan bagian penunjang yang sangat penting di antaranya berupa foto-foto dokumentasi serta napak tilas lokasi pertempuran. Saya ingin secara khusus menyampaikan ringkasan kedua pertempuran hebat tersebut.

Perang Konvoi Pertama

Tentara Inggris salah satu negara pemenang PD II mengemban misi internasional sekutu yaitu: perlucutan dan pemulangan tentara Jepang, serta pengiriman perbekalan dan pemulangan APWI. Khusus mengenai urusan di bekas Hindia Belanda mereka membentuk AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies). Celakanya mereka terbebani oleh Civil Affairs Agreement yang ditandatangani Belanda dan Inggris tanggal 24 Agustus 1945 yang intinya “Pemerintah Inggris akan membantu mengembalikan kekuasaan Belanda atas wilayah Hindia Belanda”. Ini bertentangan dengan Atlantic Charter (14-08-1941) yang ditandatangani Inggris “Bahwa setiap bangsa berhak menentukan nasib sendiri”. Pada tanggal 29 September 1945 bersamaan dengan kedatangan Panglima Skadron Penjelajah V Inggris Laksamana Muda W.R. Patterson turut pula Ch. O. van Der Plas, Wakil Kepala NICA (Netherlands Indies Civil Administration) untuk membentuk Pemerintahan Sipil Hindia Belanda.

Hilir mudiknya konvoi sekutu Jakarta-Bandung yang melewati Sukabumi tidak menghiraukan kesatuan-kesatuan TKR di wilayah yang dilewati. Padahal misi AFNEI sesuai kesepakatan harus melibatkan TKR. Akhirnya TKR Resimen III Sukabumi di bawah Letkol Soekardi waktu itu masih 29 tahun ingin memberi pelajaran kepada Sekutu. Dilakukanlah herdislokasi empat Batalyon. Batalyon I pimpinan Mayor Yahya B. Rangkuti bersiaga di Jalan raya Ciawi-Cigombong-Cibadak (18 km) sebagai pemukul pertama. Pemukul kedua adalah Batalyon II pimpinan Mayor Harry Soekardi bersiap mulai dari Cibadak hingga Sukabumi bagian barat (18 km). Sedangakan Batalyon IV pimpinan Mayor Abdulrachman ditempatkan di jalan raya Sukabumi bagian timur hingga Gekbrong (15 km). Adapaun Batalyon III pimpinan Kapten Anwar berjaga mulai Gekbrong hingga Ciranjang Cianjur (30km). Dengan kekuatan l.k. 3000 personil dibantu laskar perjuangan dan rakyat mereka bersiaga menunggu konvoi Sekutu yang datang dari arah Jakarta.

Konvoi perbekalan APWI yang dikawal Batalyon 5/9 Jats (Satuan tentara Inggris yang berasal dari Punjab-India) terdiri dari 150 truk yang dikawal Tank Sherman, Panser Wagon dan Brencarrier tanggal 9 Desember 1945 sore memasuki Cicurug. Kepala konvoi mendapat serangan pertama di Bojongkokosan di antara dua tebing, sedangkan ekor konvoi berada di Cicurug mendapat serangan kemudian setelah timbul kepanikan. Akibat penyergapan tersebut keesokan harinya tanggal 10 Desember pagi-pagi RAF memborbardir Cibadak untuk balas dendam. Bombardemen berlangsung hingga pukul 16.00. Dalam buku The Fighting Cock (Doulton, 1951) disebutkan bahwa ini merupakan serangan udara paling dahsyat dalam “perang” di Pulau Jawa. Adapun Batalyon Jats yang tersisa menyatukan diri dan beristirahat di tengah kota Sukabumi.

Pada tanggal 11 Desember 1945 Markas Sekutu di Cimahi mengirim balabantuan Batalyon 3/3 Gurkha Rifles. Tetapi pasukan ini dihadang Batalyon III di sepanjang Jalan Raya Cianjur yang menggunakan taktik “Hit and Run” dengan disiplin tinggi. Meskipun Batalyon Gurkha Rifle dan Jats dapat bergabung pada malam harinya di kota Sukabumi, mereka memohon untuk dapat melanjutkan perjalanan ke Bandung dan tidak diganggu. Akibat peristiwa ini Pemerintah Inggris mendapat kecaman dari berbagai pihak. Akhirnya AFNEI ingin melibatkan TKR untuk mengemban misi internasionalnya. Ini artinya pengakuan terhadap kesatuan TKR dan kedaulatan RI.

Perang Konvoi Kedua

Tidak senang dengan keberhasilan diplomasi RI dengan Sekutu, NICA membujuk AFNEI agar memindahkan pusat kekuatan militernya ke Bandung. Sebelum Indonesia merdeka Belanda telah memindahkan Kementrian Peperangan (DVO) dan markas tentaranya ke Bandung, bahkan Bandung telah dipersiapkan untuk Pusat Pemerintahan Hindia Belanda. Dalam pikiran mereka untuk menguasai Indonesia, maka harus dikuasai dahulu Jawa Barat terutama Bandung. AFNEI terbujuk bahkan membiarkan pendaratan besar-besaran tentara Belanda di Tanjung Priuk.

Resimen III TRI Sukabumi kembali ditugaskan menggagalkan rencana AFNEI. Sekutu kembali menggunakan jalur Sukabumi-Bandung, mereka menduga atau mungkin menganggap remeh jalur ini sudah “bersih dan aman”. Tetapi tanggal 10 Maret 1946 Konvoy Tentara Sekutu dari Batalyon Patiala (tentara sewaan berasal dari suku Patiala India) sore hari tepat di jalan raya Cipelang mereka mendapat serangan dari Batalyon II Resimen III TRI Sukabumi. Bagian ekor konvoi dihajar oleh Batalyon I. Ketika memasuki kota Sukabumi mereka mendapat serangan batalyon IV. Kejadian ini mirip dengan Perang Konvoi Pertama tiga bulan sebelumnya. Sekutu tidak mengambil pelajaran. Tanggal 11 Maret malam kembali gabungan pasukan Batalyon I , II, dan IV mengadakan serangan kepada Batalyon Patiala yang terisolasi di tengah kota Sukabumi. Mereka memadukan taktik “hit and run” dan “kirikumi” yaitu serangan yang dilakukan secara mendadak kemudian menghilang dan dilakukan secara rotasi oleh berbagai kompi yang dibantu laskar perjuangan dan rakyat. Pada waktu subuh serangan berakhir.

Tanggal 12 Maret 1946 Markas Tentara Sekutu di Bogor mengirimkan balabantuan pasukan tank Squadron 13 Lancer yang dikawal Pasukan Grenadier. Mereka tiba di Cikukulu Sukabumi sore hari dan mendapat serangan dari Batalyon I dan II. Akhirnya pasukan penolong ini minta tolong kepada pasukan yang ditolong. Sebagian pasukan Patiala dikirim untuk menolong Pasukan Grenadier, tetapi di tengah jalan mereka mendapat serangan lagi dari TRI. Bersamaan itu pula dari Markas Tentara Sekutu di Bandung mengirim Pasukan Rajputana Rifles. Batalyon III yang berkedudukan di Cianjur tidak membiarkan mereka melenggang percuma. Mereka dapat memasuki kota Sukabumi setelah melalui pertempuran berat dan babak belur yang juga diserang oleh kompi-kompi dari Batalyon IV. Setelah 4 satuan tidak berdaya Inggris mengirimkan kembali pasukan Brigade I dari markasnya di Bandung yang dipimpin Brigadier N.D. Wingrove tanggal 13 Maret 1946. Pasukan ini terdiri dari 400 kendaraan termasuk lapis baja dan artileri berat serta 2500 personil yang terdiri dari tentara Inggris dan tentara sewaan dari India). Brigade I tertahan di Ciranjang dan harus bermalam karena mendapat serangan hebat dari Batalyon IV pimpinan Kapten Anwar di jembatan Cisokan.

Tanggal 13 Maret 1946 pukul 20.00 empat kesatuan Tentara Sekutu yang sudah berkonsolidasi di tengah kota Sukabumi kembali mendapat serangan kirikumi. Mereka dalam keadaan terjepit dan terkepung sulit melakukan balasan. Malam itu dirasakan sebagai malam penebar maut. Dr. Hasan sadikin yang menjadi kepala rumah sakit di Sukabumi melaporkan tidak ada pihak TRI maupun rakyat pejuang yang gugur. Hanya 12 orang saja yang terluka ringan pada serangan itu. Dini hari tanggal 14 Maret 1946 pasukan Brigade I Inggris melanjutkan perjalanan untuk membantu konvoi yang terkepung. Sepanjang perjalanan mereka mendapat serangan dari Batalyon III dan IV. Setelah 5 kesatuan itu dapat berkumpul kemudian meninggalkan kota Sukabumi menuju Bandung. Sepanjang perjalanan mereka mendapat gangguan dari penembak jitu Batalyon IV dan III Resimen III TRI. Empat hari empat malam sekutu menderita kekalahan beruntun, walaupun ditopang dengan persenjataan lengkap, kendaraan lapis baja, artileri berat, dan pengintai udara RAF. Dan jangan lupa mereka adalah tentara yang berpengalaman di berbagai medan tempur Perang Dunia II.
----------*----------

Buku ini disampaikan bukan dengan gaya buku teks sejarah, tetapi seperti sebuah rekaman kejadian, dialog-dialog yang terjadi disajikan sehingga suasana batin saat itu dapat tertangkap. Dalam buku ini tidak diungkap bagaimana hubungan antara Resimen yang berdekatan dengan Resimen III TKR/TRI Sukabumi pada saat peristiwa seperti Resimen II Bogor dan Resimen IX Padalarang. Buku “The Fighting Cock; The Story of The 23rd Indian Division” (1951) yang ditulis Kolonel Doulton sebagai sumber pembanding dari pihak sekutu dianggap oleh narasumber buku Pertempuran Konvoi Sukabumi-Cianjur ini tidak jujur dalam hal jumlah korban yang dialami tentara sekutu. Sebelum peristiwa Pertempuran Konvoi Sukabumi-Cianjur P:ertama 9-12 Desember 1945 terjadi pertempuran besar pada tanggal 10 Nopember 1945 di Surabaya sehingga tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan. Sesudah Pertempuran Konvoi Sukabumi-Cianjur Kedua 10-14 Maret 1946 di Bandung terjadi Peristiwa Bandung Lautan Api tanggal 24 Maret 1946. Tetapi mengapa Pertempuran Konvoi Sukabumi-Cianjur ini seperti tenggelam dalam catatan sejarah. Ketika belajar sejarah dari SD sampai SMA saya tidak menjumpai peristiwa heroik ini, padahal sekutu mengakui bahwa serangan udara yang dilancarkan saat itu adalah yang terhebat. Kini tanggal 9 Desember diperingati sebagai Hari Juang Siliwangi sejak tahun 2004. Resimen III TKR/TRI Sukabumi termasuk ke dalam Divisi II yang meliputi Karesidenan Priangan. Bersama Divisi I Banten & Bogor dan Divisi II Jakarta & Cirebon digabung menjadi Divisi Siliwangi pada tanggal 20 Mei 1946.

Ada yang lebih mengenaskan dalam bagian akhir buku ini “Napak Tilas”, Tank Sherman bekas sekutu yang berhasil dilumpuhkan dan dijadikan monumen dekat Monumen Palagan Bojongkokosan habis dipreteli maling sedikit demi sedikit. “Mereka dijual ke Cibatu, dibikin cangklul, golok, belincong, dan perabotan lainnya”, ujar Kopral Purnawirawan Satibi (hal. 386). Di dalam perpustakaan Museum Palagan Bojongkokosan terdapat potret “Tujuh Pahlawan Revolusi” dan di bagian depan Museum terdapat dua potret lama para pejuang dengan pigura besar. “Itu tentara dari Jawa. Kalau tentara Sukabumi, saya kenal semua,” ujar Kopral Purnawirawan Satibi mantan anak buah Mayor Harry Soekardi yang menjadi penjaga Museum. Bahkan potret Eddie Soekardi pun Sang Mantan Komandan tidak ada di museum itu. “Yahh …begitulah!” jawab R.H. Eddie Soekardi (hal. 387). Napak Tilas ini terjadi pada tahun 1997 tahun diterbitkannya buku ini di mana Orde Baru masih berkuasa. Mungkin kini isi Museum Palagan Bojongkokosan sudah berubah, saya harus melihat ke sana.

Perjalanan napak tilas yang paling mengharukan adalah ketika mencari Kapten Odi Dasuki salah satu mantan Komandan Kompi dari Batalyon II yang tinggal di sebuah rumah kecil di sebuah gang 3 kilometer dari batas kota Sukabumi. Dari pertemuan para pejuang itu tetangga Pak Odi Dasuki baru mengetahui kalau laki-laki pensiunan PJKA dan suka membuat mainan anak itu pelaku sejarah Pertempuran Konvoi. Inilah potret ketulusan seorang pejuang. Adakah sineas yang mau membuat film perjuangan Pertempuran Konvoi ini?

sumber : akubacabuku

1 komentar:

Unknown mengatakan...

permisi ya gan
okeyprofits
saya sudah coba dan rasakan keuntungannya
sekarang giliran anda untuk merasakan dan menikmati keuntungannya
modal 100 rb kita bisa untung jutaan rupiah hanya dalam 1 minggu.
deposit 10 USD untung 1,5% perhari
deposit 100 USD untung 2% perhari
dan kita dapat bonus 5% untuk seiap member baru yg kita rekrut
daftar dari url sya
http://www.okeyprofits.com/register.php?ref=mhdadi27
atau hubungi 087892336472 / 082166643133

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?