Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada tahun
1958-1962. Sejumlah panglima divisi Banteng dan
staf-stafnya yang meliputi Kolonel Ahmad Husein,
Kolonel Tapanuli, Kolonel Simbolon, bersama sejumlah
politisi seperti M. Natsir, Sumitro Djayahadikusumo,
M. Hatta, dan membentuk Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI) yang berkedudukan di
Bukittinggi. Maksud dari PRRI ini adalah untuk
memperingatkan Yang Mulia Presiden Soekarno yang
sudah bertindak sewenang-wenang. Kecemburuan
pusat-daerah turut pula memperkeruh suasana. Kondisi
pada tahun 1950-an mirip dengan kondisi sekarang.
Soekarno membangun Jakarta sebagai pusat
pemerintahan dan membangun proyek-proyek mercu suar
seperti Monumen Nasional (Monas), Masjid Istiqlal,
dan Stadion Gelora Senayan dan sejumlah patung.
Sementara daerah dibiarkan miskin dan melarat.
Soekarno mengangkat dirinya sebagai
presiden seumur hidup. Hal ini tidak disukai oleh
panglima-panglima militer yang ada di daerah.
Apalagi Soekarno menggunakan sentimen etnis dan
ideologi. Soekarno terlalu dekat dengan PKI yang
tidak disukai oleh kelompok Islam dan nasionalis.
Panglima-panglima militer di daerah mulai mengadakan
gerakan. Sejumlah politisi di Jakarta juga sudah
mulai bergerak. Wakil presiden Muhammad Hatta, tokoh
politisi dari Partai Sosialis Indonesia (PSI),
Sumitro Djojohadikusumo, dan tokoh Masyumi Muhammad
Natsir turut dalam rapat-rapat rahasia bersama tokoh
PRRI dan tokoh Persatuan Rakyat Semesta (Permesta),
Vence Sumual.
Soekarno tak suka ekonomi. Ia lebih
suka membangun ideologi revolusioner. Oleh karena
itu, pembangunan ekonomi pada masa itu mandek.
Indonesia memang kekuatan militer terbesar di Asia
Tenggara dan Asia (setelah Cina). AS tak suka pada
Soekarno.
Soekarno menganggap PRRI/Permesta
sebagai kenakalan �anak-anak�. Soekarno memang
menganggap dirinya sebagai �Bapak� sedangkan para
politisi dan perwira militer sebagai anak-anaknya.
Soekarno adalah orang yang pandai bermain peran. Ia
pandai menempatkan diri. Ketika menghadapi kelompok
Islam ia pandai bermain peran sebagai muslim yang
baik.
Upaya Diplomasi
Pada awalnya Soekarno tidak ingin
menghadapi PRRI dengan kekerasan. Soekarno mengutus
Hasjim Ning, pengusaha, saudara Bung Hatta, untuk
menghadap Kolonel Ahmad Husein di Padang. Kolonel
Ahmad Husein mengajukan sejumlah tuntutan antara
lain: retool kabinet, bung Hatta didudukkan kembali
Wakil Presiden, dan keadilan pusat-daerah. Semua
tuntutan ini ditolak oleh Soekarno. Ia menganggap
Ahmad Husein sebagai �Anak Bandel� dan harus segera
diberi pelajaran. Kolonel Ahmad Husein adalah bukan
orang sembarangan. Ia adalah panglima Divisi
Banteng/Sumatra Timur yang berjasa mengusir tentara
NICA dari Sumatra Timur. Dan tentara Divisi Banteng
dikenal tangguh dalam berperang. Mereka
berpengalaman menghadapi Belanda. Oleh karena itu
Soekarno tidak boleh main-main. Ia harus menyiapkan
tentara terbaik untuk menyerbu Padang.
Presiden Soekarno mengutus Jenderal
Ahmad Yani untuk menyiapkan operasi tempur yang
diberi nama �Operasi 17 Agustus�. Jenderal Ahmad
Yani menyiapkan sejumlah batalyon terutama dari
Kodam IV Diponegoro dan Kodam II Siliwangi. Letjen
Soeharto ditetapkan sebagai pelaksana lapangan.
Serbuan pertama dilaksanakan dengan operasi pendarat
Amphibi di pantai Padang. Sekitar lima jam,
kapal-kapal ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia)
dengan menghujani pantai Padang yang dipertahankan
mati-matian oleh pasukan PRRI. Jelas kekuatan ALRI
bukanlah tandingan pasukan PRRI. Kekuatan ALRI
adalah yang terkuat di Asia.
Selanjutnya diteruskan dengan operasi
pendaratan pasukan Amphibi di pantai Padang berikut
tank-tank dan artileri. Lalu dilanjutkan oleh
penerjunan pasukan parasut (paratrooper) di kota
Padang dan Bukittingi. Serbuah ini menimbulkan
banyak korban jiwa baik tentara �Jawa� maupun
tentara PRRI. Pesawat-pesawat tempur Angkatan Udara
Republik Indonesia (AURI) membomi titik-titik
penting pasukan PRRI. Pasukan �Jawa� akhirnya
berhasil menguasai Padang. Serbuan ofensif lalu
diteruskan hingga ke lembah Anai. Serbuan ini
ditahan oleh pasukan PRRI dalam suatu pertempuran
yang paling berdarah dalam sejarah PRRI.
Pasukan PRRI mundur ke hutan-hutan.
Pasukan �Soekarno� mengadakan gerilya di daerah
perkampungan dan perkotaan. Dalam proses itu,
ratusan dan ribuan orang diciduk. Sebagian mati
dalam tahanan.
Pasukan KODAM Siliwangi dikenal
berperilaku lebih baik daripada pasukan dari KODAM
Diponegoro. Selain berasal dari etnis Sunda, pasukan
KODAM Siliwangi berperilaku lebih halus dan agamis.
Sedangkan pasukan KODAM IV Diponegoro berperilaku
kasar. Mereka menganggap diri sebagai pemenang
perang dan mengulangi kisah sukses ekspedisi
Pamalayu untuk menaklukkan Sumatra.
Atas bujuk rayu sejumlah tokoh,
kolonel Ahmad Husein menyerahkan diri kepada
Gubernur Bagindo Aziz Chan dan Letjen Supeno di
sebuah lapangan di Solok. Ahmad Husein menyerah
bukan karena kalah tapi demi keutuhan republik.
Pasukan PRRI masih banyak tersebar di hutan-hutan.
Ahmad Husein ditangkap dan dibawa menghadap Presiden
Soekarno.
sumber klik DI SINI
Kejujuran Itu Memerdekakan Dan Menenangkan
13 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar