SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Indoleaks : Kontroversi G 30 S PKI

| | |
S Parman Luka Tembak & Patah Tulang, Tak Ada Penyiksaan Lain


Jakarta - Dalam catatan sejarah Orde Baru terkait peristiwa G30S PKI, Letjen S Parman termasuk dalam 4 jenderal yang disiksa sadis sebelum gugur di Lubang Buaya. Penyiksaan sadis ini termasuk disilet dan dipotong alat kelaminnya. Sementara, dokumen visum yang dirilis Indoleaks hanya mengkonfirmasi luka tembak dan patah tulang.

Dokumen visum yang dirilis Indoleaks, Senin (13/12/2010) adalah hasil visum 5 dokter RSPAD yaitu dr Roebino Kertopati, dr Frans Pattiasina, dr Sutomo Tjokronegoro, dr Liaw Yan Siang, dr Lim Joe Thay, pada 5 Oktober 1965. Dokumen ini bercap Panitera Mahkamah Militer Luar Biasa, diduga dari sinilah dokumen itu diperoleh.

Salah satu dokumen visum, yang juga ditutup identitasnya, diduga kuat adalah milik Letjen TNI Anumerta S Parman. Deskripsi luka-lukanya sama dengan keterangan visum Letjen S Parman yang pernah disebutkan dalam makalah pakar politik Indonesia dari Cornell University, AS, Ben Anderson, pada jurnal 'Indonesia' edisi April 1987.

Jenazah S Parman ditemukan dengan kondisi busuk karena diduga sudah tewas 4 hari sebelumnya. Namun jenazah dikenali oleh Perwira Kesdam Jaya dr Kol CDM Abdullah Hasan. Selain itu bukti-bukti dikuatkan dengan SIM, foto di dompet, seragam TNI AD dan cincin dengan inisial namanya SPM atau S Parman.

S Parman dalam catatan sejarah Orde Baru, mengalami penyiksaan paling sadis seperti Letjen R Soeprapto, Mayjen Soetoyo dan Lettu Pierre Tendean. Mereka antara lain disilet, disundut, bahkan sampai dipotong alat kelaminnya. Namun hal itu tidak terbukti dalam dokumen visum yang ditandatangani 5 dokter RSPAD itu.

S Parman diduga kuat gugur akibat 3 luka tembak di kepala. Dia juga mendapat dua luka tembak lain di paha dan pantat.

Dia juga mengalami patah tulang di kepala, rahang dan tungkai kiri. Namun, luka ini diduga akibat dijatuhkan ke dalam sumur Lubang Buaya. Luka lain yang disebutkan oleh pemerintah Orde Baru, tidak terbukti.

Pierre Tendean Tidak Dimutilasi

Satu lagi hasil visum Pahlawan Revolusi dirilis situs Indoleaks, kali ini terkait Lettu Pierre Tendean. Tendean gugur karena luka tembak, dan bukan mutilasi seperti dalam pemberitaan media pada tahun 1965.

Deskripsi penyiksaan terhadap Pierre Tendean dalam harian Berita Yudha, 9 Oktober 1965, dan menjadi catatan sejarah Orde Baru memang sadis. Dia ditikam di jantung, lehernya dipotong dan matanya dicungkil.

Namun hasil visum 5 dokter RSPAD pada 5 Oktober 1965, dengan cap Panitera Mahkamah Militer Luar Biasa, menunjukkan hal yang jauh berbeda. Dokumen inilah yang dirilis oleh Indoleaks, Senin (13/12/2010).

Dokumen Indoleaks lagi-lagi dihitamkan pada bagian identitas Pahlawan Revolusi. Namun pada kolom agama, masih terlihat sedikit muncul tulisan 'Protestan'. Hanya dua Pahlawan Revolusi yang bukan Muslim, yaitu Mayjen TNI Anumerta DI Pandjaitan dan Lettu Pierre Tendean.

Selain itu, deskripsi luka-lukanya sesuai dengan deskripsi luka Pierre Tendean, yang pernah disebutkan dalam artikel pakar politik Indonesia dari Cornell University, AS, Ben Anderson, pada jurnal 'Indonesia' edisi April 1987.

Dia diculik Cakrabirawa karena disangka Jenderal AH Nasution. Dalam sejarah versi Orde Baru, sang ajudan ini mengalami penyiksaan sadis di Lubang Buaya. Harian Berita Yudha yang saat itu menjadi bagian dari propaganda Panglima Pemulihan Kamtib Mayjen Soeharto, menyebutkan Pierre tewas ditikam di jantung, dimutilasi dan dicungkil matanya.

Namun hal ini terbantahkan dalam dokumen visum yang dirilis Indoleaks. Pierre Tendean gugur akibat 4 luka tembak dari arah belakang.

Dia juga mendapatkan luka lecet di dahi dan tangan kiri. Sementara itu ada luka menganga di kepala karena benda tumpul, atau karena dijatuhkan ke dalam sumur Lubang Buaya.

Organ Tubuh Letjen Soeprapto Utuh

Jakarta - Kisah sadis menyertai peristiwa G30S PKI dalam sejarah yang dicatat Orde Baru. Letjen Anumerta R Soeprapto misalnya, disebut disilet-silet dan dipotong alat kelaminnya. Namun sebuah dokumen visum yang dirilis situs whistle blower Indoleaks, menunjukkan hal yang berbeda.

Dari situs resminya, Senin (13/12/2010), ada lagi sebuah dokumen visum yang dibuat oleh 4 dokter RSPAD yaitu dr Roebino Kertopati, dr Frans Pattiasina, dr Sutomo Tjokronegoro, dr Liaw Yan Siang, dr Lim Joe Thay, pada 5 Oktober 1965. Bagian nama, tempat tanggal lahir, pangkat, jabatan dan alamat sengaja dihitamkan.

Namun, dari deskripsi luka, diduga kuat adalah dokumen visum Letjen TNI Anumerta R Soeprapto. Data pembandingnya adalah keterangan visum Letjen R Soeprapto yang pernah disebutkan dalam makalah pakar politik Indonesia dari Cornell University, AS, Ben Anderson, pada jurnal 'Indonesia' edisi April 1987. Ada kain sarung dan kemeja yang melekat pada korban.

Ada beberapa persamaan dan banyak juga perbedaan antara luka Letjen Soeprapto versi Orde Baru dan dokumen visum yang asli. Berbeda dengan Ahmad Yani, Soeprapto masih hidup saat diculik dari rumahnya. Dia baru gugur di Lubang Buaya.

Dalam versi Orde Baru dan juga dilansir Harian Berita Yudha 9 Oktober 1965, wajah dan tulang kepala Soeprapto remuk namun masih dapat diidentifikasi. Hasil visum juga menunjukkan kalau ada luka dan pukulan benda tumpul yang menyebabkan patah tulang di bagian kepala dan muka.

Nah, justru perbedaannya yang mencolok. Versi TNI menyebutkan ada pengakuan anggota Gerwani, bahwa mereka menyilet-nyilet korban, bahkan memotong alat kelamin korban. Namun, rupanya dalam dokumen yang diungkap Indoleaks, hal itu tidak terbukti.

Laporan visum untuk Soeprapto, selain patah tulang tengkorak di enam titik, adalah patah tulang di betis kanan dan paha kanan. Luka benda tumpul diduga batu atau popor senapan. Soeprapto memang mengalami 3 luka tusuk, namun dari bayonet dan bukan silet.

Soeprapto juga gugur akibat 11 luka tembak di berbagai bagian tubuh. Selain itu tidak ada luka lagi. Tidak ada bukti penyiletan apalagi mutilasi alat kelamin. Pembunuhan Letjen Soeprapto tentu saja tragis, namun tidak sesadis yang dijabarkan dalam catatan sejarah versi Orde Baru.

Sebelumnya, dokumen visum Ahmad Yani yang dirilis Indoleaks juga hanya menyebutkan luka tembak. Padahal Orde Baru mencatat kalau PKI mencungkil mata Pahlawan Revolusi itu.

Mabes TNI Cek Dokumen Indoleaks Soal Visum Pahlawan Revolusi

Jakarta - Mabes TNI akan melakukan pengecekan terkait munculnya sebuah dokumen visum yang dirilis situs whistle blower Indoleaks. Mabes TNI meminta agar masyarakat tidak mudah percaya begitu saja.

"Itu hal yang sensitif, harus kita amati dengan positif thinking. Jangan terlalu percaya, saya akan mengecek apakah benar seperti ini," kata Kapuspen TNI Laksamana Pertama Iskandar Sitompul di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (13/12/2010).

Dokumen itu, lanjut Iskandar, harus dicek terlebih dahulu dari mana sumbernya. "Jangan sampai TNI disamakan dengan gosip, harus sesuai benar dengan kejadian. Kalau gosip lebih baik kita anteng saja," jelas adik politisi Demokrat Ruhut Sitompul ini.

Menurut dia, sesuatu yang belum bisa dipertanggungjawabkan, jangan sampai membuat TNI seolah-olah kebakaran jenggot. "Data-data ini akan kita koordinasikan dengan instansi terkait," tutupnya.

Kisah sadis menyertai peristiwa G30S PKI dalam sejarah yang dicatat Orde Baru. Letjen Anumerta R Soeprapto misalnya, disebut disilet-silet dan dipotong alat kelaminnya. Jenderal Ahmad Yani juga disebut dicungkil matanya. Namun sebuah dokumen visum yang dirilis situs whistle blower Indoleaks, menunjukkan hal yang berbeda.

Dari situs resminya, Senin (13/12/2010), ada dokumen visum yang dibuat oleh 4 dokter RSPAD yaitu dr Roebino Kertopati, dr Frans Pattiasina, dr Sutomo Tjokronegoro, dr Liaw Yan Siang, dr Lim Joe Thay, pada 5 Oktober 1965. Bagian nama, tempat tanggal lahir, pangkat, jabatan dan alamat sengaja dihitamkan.

Namun, dari deskripsi luka, diduga kuat adalah dokumen visum Letjen TNI Anumerta R Soeprapto dan Jenderal Ahmad Yani. Data pembandingnya adalah keterangan visum keduanya yang pernah disebutkan dalam makalah pakar politik Indonesia dari Cornell University, AS, Ben Anderson, pada jurnal 'Indonesia' edisi April 1987.

Soeprapto dan Ahmad Yani dalam visumnya disebutkan mengalami luka tembak dan patah tulang. Soeprapto juga ada luka tusuk bayonet. Namun luka lain yang diklaim oleh pemerintah Orde Baru, seperti mata dicungkil atau alat kelamin dipotong, ternyata tidak terbukti.

http://tuahmanurung.blogspot.com/2010/12/indoleaks-kontroversi-g-30-s-pki.html

0 komentar:

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?