Lon katroh u Aceh, katroh u gampong (saya sudah sampai di Aceh, sudah sampai ke kampung halaman)."
Kalimat di atas diucapkan Tengku Muhammad Hasan Ditiro atau Hasan Tiro saat menyapa ribuan masyarakat Aceh yang menanti kedatangannya di Mesjid Raya Banda Aceh, Sabtu (11/10/2008) siang.
Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut rentanya. Usianya 83 tahun. Ini adalah perjumpaan pertama Tiro dengan masyarakat Aceh setelah 29 tahun hidup dalam pelarian di luar negeri.
Di senja usianya, Tiro yang memimpin pergerakan melawan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak lagi menginginkan perang. Namun, mulutnya kelu berucap dimakan usia. Pesan untuk masyarakat Aceh yang berkumpul di Mesjid Raya ditulisnya dalam secarik kertas dan dibacakan mantan Perdana Menteri Gerakan Aceh Merdeka Malek Mahmud.
"Belum pernah rakyat Aceh dari masa penjajahan mendapat kebebasan seperti ini," demikian ia menulis. "Rakyat mendapat kebebasan setelah adanya perdamaian di Aceh," lanjut dia.
Tiro mengenang, 30 tahun dibelut konflik, Aceh hampir kehilangan segalanya. Betapa mahal biaya yang dikeluarkan selama perang berlangsung. Maka, di masa damai ini, ia meminta kepada semua rakyat Aceh untuk bersama-sama membangun Aceh.
"Biaya perang lebih mahal, biaya memelihara perdamaian juga lebih mahal. Maka dari itu, peliharalah damai untuk kesejahteraan kita semua," pesannya.
Pesan menjaga perdamaian di Mesjid Raya itu tak pernah dicabutnya sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya Kamis (3/6/2010) siang tadi pukul 12.12 di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, Banda Aceh. Hasan Tiro meninggal di bumi Nanggroe yang dicintainya.
Pesan itu sekaligus mengubur deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatera yang dibacakannya di Bukit Cokan, di pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie, pada 4 Desember 1976. Ia memegang teguh kesepakatan damai antara pemerintah Indonesia dan GAM yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinski, Finlandia.
Tiro wafat sebagai warga negara Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menyerahkan berkas kewarganegaraan Tiro Rabu (2/6/2010) kemarin. Berkas pengakuan kembali sebagai WNI diterima keponakan Tiro, Tengku Fauzi Zainal Abidin, di ruang Intensive Coronary Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin.
Menurut Djoko, Tiro sudah lama mengajukan keinginannya untuk kembali menjadi WNI. Namun, karena sejumlah persoalan administrasi, berkasnya baru diproses pada tahun 2010 ini.
Sejak tahun 1979 Tiro memegang paspor Swedia. Memegang nomor induk warga negara Swedia 250925-7016, ia tinggal sendiri kamar 0075 Apartemen Alby Blog 11 Norsborg, Stockholm. Di Banda Aceh ia tinggal di rumah kontrakan di kawasan Lamteumen. Tiro sudah pulang ke kampung halamannya. Pulang selamanya.
Kejujuran Itu Memerdekakan Dan Menenangkan
13 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar